Lebih dari dua tahun Prof. Dr. Djaali memegang tampuk kekuasaan eksekutif tertinggi di Universitas Negeri Jakarta. Sejak dilantik sebagai Rektor UNJ pada tanggal 28 April 2014, berbagai dinamika terus bermunculan. Masalah kampus seolah tidak ada matinya. Di sisi lain, berbagai perubahan positif juga terus terukir. Kini, UNJ di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Djaali terus bergelut dengan waktu untuk mengukir tapak tilas perjalanan di dunia pendidikan.

Mantan Direktur Pascasarjana UNJ yang pernah mendapat tanda kehormatan “Satyalancana Karya Satya 30 Tahun” ini berhasil menjadi Rektor UNJ setelah mendapat suara mayoritas di pemilihan rektor. Ia unggul dengan selisih lima suara dari pesaing terberatnya Prof. Dr. Ilza Mayuni. Selain sebagai Rektor UNJ, Guru Besar UNJ yang lahir di Buton, Sulawesi Tenggara, 2 September 1955 ini juga menjabat sebagai Ketua I Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan Negeri se-Indonesia (ALPTKNI) sejak 2014 hingga sekarang.

Baca juga: Rektor UNJ: Bukan Rektor Biasa

Di bawah kepemimpinannya, pembangunan infrastruktur kampus UNJ mengalami kemajuan yang pesat. Beberapa gedung baru tampak menjulang tinggi; renovasi besar-besaran juga dilakukan sehingga UNJ tampak lebih sedap dipandang. Kawasan pintu masuk UNJ di Jalan Rawamangun Muka yang sebelumnya dipenuhi dengan pedagang kali lima kini menjadi lebih tertata setelah para pedagang direlokasi. Hal tersebut jelas terasa berbeda jika dibandingkan dengan kondisi UNJ di tahun-tahun sebelumnya. Pembangunan tersebut tentunya tidak terlepas dari peran serta Rektor UNJ sebelumnya Prof. Dr. Bedjo Suyanto mengingat proses pembangunan berlangsung sejak beliau menjabat.

Peluncuran jurnal internasional berjudul “Indonesian Journal of Education Review” pada Mei 2015 merupakan salah satu langkah UNJ dalam meningkatkan mutu universitas. Dalam sambutannya Prof. Dr. Djaali mengatakan bahwa peluncuran jurnal yang akan dikelola oleh Program Pascasarjana UNJ tersebut merupakan bentuk dedikasi kemajuan pengetahuan dan pemahaman tentang teori-teori pendidikan dan isu-isu dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Selain itu, reformasi birokrasi juga dilakukan dengan penghapusan jabatan Ketua Jurusan (Kajur) sehingga koordinasi Ketua Program Studi dapat langsung ke Dekan Fakultas masing-masing.

Pada pertengahan tahun 2015, kabar menggembirakan datang dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dengan dikeluarkannya SK BAN PT No 763/SK/BAN-PT/AKRED/PT/VII/2015. Berdasarkan SK tersebut, UNJ dinyatakan terakreditasi A. Hal tersebut merupakan prestasi yang membanggakan mengingat di Indonesia hanya ada 26 universitas yang memiliki akreditasi A. Dengan pencapaian akreditasi A menjadikan UNJ setara dengan universitas terkemuka lainnya di Indonesia serta berimplikasi pada meningkatnya kepercayaan masyarakat dunia kerja terhadap kualitas lulusan UNJ.

CW5ogR7UkAACOzc

Di akhir tahun 2015, Prof. Dr. Djaali sempat mendapat kritik tajam dari mahasiswa khususnya mahasiswa FMIPA dengan dipindahnya kegiatan perkuliahan mahasiswa FMIPA dari Kampus B UNJ ke Kampus A UNJ. Kasus tersebut sempat membuat ratusan mahasiswa FMIPA melakukan unjuk rasa di depan rektorat untuk menuntut dibatalkannya kebijakan tersebut dengan alasan belum matangnya persiapan kepindahan. Pihak rektorat berdalih bahwa kepindahan tersebut harus segera dilaksanakan setelah libur semester ganjil mengingat kawasan Kampus B UNJ akan segera dibangun asrama dan gedung serbaguna dengan bantuan dana dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Apabila kepindahan ditunda setelah liburan semester genap dikhawatirkan akan mengganggu jalannya kegiatan peneriman mahasiswa baru dan kegiatan akademik nantinya.

Baca juga: Mengapa FMIPA UNJ Harus Pindah?

Pada awal tahun 2016, Prof. Dr. Djaali membuat kehebohan dengan memecat Ketua BEM UNJ Ronny Setiawan dari status mahasiswanya. Dalam Surat Keputusan No. 01/SP/2016 yang ditandatangani langsung olehnya, tertulis bahwa Ronny Setiawan telah melakukan penghasutan, pencemaran nama baik dan kejahatan berbasis teknologi. Sontak kebijakan tersebut mendapat penolakan dari kalangan luas terutama kalangan mahasiswa dan dosen UNJ. Berbagai kalangan menilai sikap Prof. Dr. Djaali terlalu berlebihan menanggapi kritikan mahasiswa.

Sebelum dikeluarkannya surat keputusan tersebut sempat beredar banyak artikel yang berisi opini mahasiswa terhadap kinerja Prof. Dr. Djaali yang isinya berupa berbagai permasalahan kampus yang diutarakan dengan nada menghujat bahkan beberapa artikel dinyatakan sebagai fitnah oleh Pimpinan UNJ. Hal tersebut membuat Prof. Dr. Djaali naik darah. Kasus tersebut sempat membuat heboh media masa hingga akhirnya berujung pada pencabutan SK setelah adanya dialog yang dimediasi oleh Ikatan Alumni UNJ dan adanya permohonan maaf dari Ronny Setiawan.

Baca juga: BEM Seluruh Indonesia Menuntut Rektor UNJ Mencabut SK Rektor Pemberhentian Ketua BEM UNJ

Kini setelah lebih dua tahun, berbagai permasalahan klasik tetap saja mencuat. Masalah UKT adalah hal paling sering diteriakkan oleh mahasiswa. Hal tersebut berkaitan dengan nominal UKT yang dari tahun ke tahun dirasa semakin mahal serta adanya temuan pungutan di luar UKT. Di beberapa fakultas juga ditemui kasus kurang tepatnya penetapan golongan UKT bagi mahasiswa.

pak djaali 2

Dalam beberapa kesempatan, pihak dekanat maupun rektorat mengungkapkan bahwa kenaikan nominal UKT dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah kenaikan harga barang/jasa, nominal BOPTN dari pemerintah yang kecil, serta tingginya pembiayaan perkuliahan. Terlebih alokasi dana pendidikan dari APBN 2016 yang ditetapkan pemerintah dan DPR lebih rendah dari tahun sebelumnya yang berdampak pada dipangkasnya alokasi pembiayaan kampus. Hal tersebut terjadi di semua universitas tidak terkecuali Universitas Negeri Jakarta.

Kementerian Ristek Dikti bahkan terpaksa meniadakan beasiswa PPA/BBP dan beasiswa bagi dosen. Dana BOPTN yang ada juga dinilai tidak mampu menutupi biaya operasional kampus karena hanya mencukupi 20% UKT dari BKT sebagaimana hasil pembahasan antara Panja BOPTN Komisi X DPR bersama beberapa rektor perguruan tinggi di Indonesia pada Selasa, 08 September 2015. Hal tersebut membuat pihak perguruan tinggi sulit untuk menerapkan UKT. Terlebih dana BOPTN sering kali terlambat dicairkan yang membuat pihak perguruan tinggi kurang optimal dalam pengelolaan anggaran.

Permasalahan UKT juga sempat menjadi perbincangan hangat saat dialog terbuka antara jajaran Rektorat UNJ dengan mahasiswa di Aula Perpustakaan UNJ pada tanggal 15 April 2015 yang dipimpin langsung oleh Prof. Dr. Djaali. Dalam pemaparannya, pihak rektorat menyatakan pelarangan terhadap pungutan di luar UKT. Namun apabila dibutuhkan dana lebih untuk keperluan kuliah seperti adanya KKL (Kuliah Kerja Lapangan) maka dapat diadakan penarikan biaya dari mahasiswa dengan syarat harus mendapat kesepakatan bersama antara pihak program studi dengan mahasiswa. Rektorat juga menyampaikan bahwa apabila terdapat penentuan golongan UKT yang tidak sesuai maka dapat diajukan kembali ke pihak universitas melalui Ketua Proram Studi untuk verifikasi ulang.

Isu parkiran adalah isu yang tidak kalah menariknya. Isu ini terus saja mencuat di kalangan mahasiswa. Parkiran UNJ dinilai masih jauh dari kata layak mengingat banyaknya jumlah kendaraan yang ada tidak diimbangi dengan sarana parkir yang memadai. Adanya kerjasama dengan pihak swasta dalam mengelola parkir juga dinilai tidak memberi banyak perubahan karena kasus kehilangan masih saja terjadi. Untuk menjawab permasalahan tersebut. Prof. Dr. Djaali dalam pidatonya saat wisuda bulan Maret 2016 memaparkan bahwa UNJ akan berupaya merampungkan pembangunan gedung parkir di tahun 2016.

Baca juga: Waspada Gedung Parkir UNJ Menelan Korban, Masih Layakkah?

Sumber:
http://www.bkn.go.id/
www.bemunj.org
http://belmawa.ristekdikti.go.id/2015/11/22/pemerintah-merangkul-lptk-dalam-membina-calon-pendidik-profesional/
http://ban-pt.kemdiknas.go.id/
http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K10-14 9a5d498b0cd2f01097fecdcc3c27677f.pdf

Categorized in: