Seminggu terakhir rupanya mahasiswa dan sebagian khalayak digegerkan dengan unggahan video dari salah satu akun di media sosial. Konten video tersebut menggambarkan sebuah model teatrikal dalam aksi mahasiswa dimana peraga teatrikal melakukan pemotongan terhadap hewan, yaitu seekor ayam. Kemudian darah dari ayam tersebut di tumpahkan ke atas foto presiden Joko Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla.
Aksi mahasiswa yang berlangsung pada 20 Oktober 2016 silam melibatkan berbagai elemen kampus yang ada di Indonesia. Karena aksi tersebut merupakan aksi nasional peringatan dua tahun kepemimpinan presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Teatrikal yang dilakukan merupakan ekspresi kekecewaan dari mahasiswa terhadap kinerja dan kebijakan pemerintah yang dianggap belum sesuai dengan janji saat berkampanye dan masih menyebabkan banyak penderitaan terhadap rakyat kecil.
Jika ditelusuri lebih jauh, model teatrikal seperti itu bukanlah yang pertama atau baru ditemukan. Namun perlu diketahui bahwa sudah banyak aksi lain yang menggunakan model seperti itu. Ditambah ada sesuatu yang mengherankan. Aksi masa sudah berlalu cukup lama. Ingat 20 Oktober 2016. Sekarang sudah memasuki bulan Februari 2017. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa baru diangkat sekarang. Lantas selama jangka waktu tersebut, hingga sampai pada hari ketika dipermasalahkan, apa pengunggah, dan komentator sengaja mencari celah terhadap aksi mahasiswa, atau kenapa hanya ini yang permasalahkan. Jika memang yang dipermasalahkan adalah menyembelih ayamnya, bukankah seharusnya dilakukan sejak pertama kali model tersebut ditemukan, dan jika memang ingin dipermasalahkan, adil rasanya jika kasus diperjelas. Apa indikator yang dapat menegaskan bahwa hal tersebut adalah penyiksaan terhadap binatang.
Penegasan tersebut sangat penting, karena menyangkut nama baik yang dapat dicemarkan oleh pihak dengan kepentingan tertentu. Berpikir jernih adalah hal yang wajib dilakukan. Lihat konteksnya, telusuri sebab utamanya. Jangan sampai usaha yang baik yang ternyata mengusik sebagian pihak tertutupi oleh hal kecil yang merupakan bagian dari proses usaha tersebut. Dapat dipastikan, kerugianlah yang didapat.
Sikap arif dan bijaksana juga harus deterapkan dalam hal ini. Upaya penindakan pihak kampus terhadap mahasiswa yang diduga terlibat, harusnya dilakukan dengan cara yang baik. Tidak langsung mengomentari tanpa terlebih dahulu mengklarifikasi apa yang terjadi. Akan lebih baik tentunya jika semua pihak dapat duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, dan yang lebih penting semua menjadi jelas. Hitam adalah hitam dan putih adalah putih. Bukan abu yang dinikmati.
Sebagai mahasiswa dan masyarakat yang berpendidikan, tentu wajib berpandangan luas. Berpikir logis dan menganalisis terlebih dahulu peristiwa yang terjadi. Tidak main hakim dan bertindak dengan cara yang barbar. Hujat sana sini dan hanya terbawa suasana hati. Bukankan bisa jadi ini hanyalah upaya pemecahbelahan mahasiswa yang harusnya bersatu. Atau bisa jadi pelemahan, bahkan upaya mematikan gerakan mahasiswa yang mengawal kebijakan pemerintah agar rakyat dapat merasakan keadilan dan kesejahteraan.
Saat ini justru seharusnya hal kecil seperti ini tidak memerlukan energi besar untuk mengatasinya. Masih ada hal lain. Pilkada 2017 misalnya. Bukankan masih banyak indikasi kecurangan di dalamnya. Bukankan masih ada putaran kedua yang juga perlu partisipasi dan pengawasan, dan bukankan masih banyak kasus korupsi yang lebih menggegerkan. Ayo tanggapi permasalahan yang ada dengan cerdas. Ke mana kita harus fokus untuk menanganinya. Jangan salah fokus dan salah tindak. Salam sejahtera untuk semua. Ayo bangkit.
Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia.
Oleh : Nadya Rizma Septiarini
rznadyaa.blogspot.co.id