Hai-hai halo sobat UNJKITA, apa kabarnya di awal Oktober yang cukup terik ini? Semoga selalu berbahagia dan tentunya sehat ya. Kali ini kita kedatangan penulis muda berbakat loh sob. Penulis kita kali ini bernama Fajar Subhi, dari Sosiologi 2015.
Fajar baru-baru ini menulis sebuah novel yang berjudul “Kelana”. Dalam buku ini, menceritakan tentang perjalanan pemuda yang bernama Biru. Penasaran gak sob sama bukunya? Yuk simak wawancara tim redaksi UNJKTA dengan Fajar berikut.
Baca juga: “Mulai Dengan Senyum” Lewat Puisi a la Ganes Hapendya
1. Hai Fajar! Boleh ga cerita ke sobat-sobat UNJKITA tentang novel Kelana?
Novel Kelana ialah sebuah novel yang berisi tentang perjalanan, di sini juga disertakan dengan nilai-nilai di dalamnya. Di novel ini juga mengajak kepada setiap orang untuk melakukan perjalanan. Dengan harapan agar teman-teman tau, betapa bumi ini memiliki banyak cerita. Di dalam novel ini terdapat tiga latar cerita yang berbeda. Dimana cerita ini mengisahkan perjalanan Biru (sebagai tokoh utama) menyinggahi ketiga tempat tersebut dan memaknai perjalanannya. Kemudian 3 tempat tersebut ialah Yogyakarta, Gunung Merbabu dan negeri Sakura. Ide penulisan ini ialah inspirasi dari perjalanan-perjalanan yang saya alamikemudian dibungkus dalam kekhasan novel yang tentunya ditumbuhi dengan sentuhan-sentuhan maknawi dan sedikit dramatik. Selain itu berbagai macam tokoh dan karakter di dalamnya juga terinspirasi dari orang-orang yang jadi teman berkenalan dan teman di sekitar saya. Di bungkus dalam gaya cerita khas novel, saya coba mengajak pembaca untuk merasakan perjalanan tersebut! Mari, berkelana!
2. Wah keren ya, jadi gak sabar bacanya. Lalu kira-kira apa nih yang buat Fajar memulai untuk coba nulis buku ini?
Sebagai rekam jejak hidup, bahwa setiap kita pasti akan mati. Maka buku ini adalah sebagai ladang amal dan nasihat kepada diri sendiri. Pengingat dan memberitahukan kepada tiap-tiap yang membaca bahwa saya pernah hidup dan memberi pesan kepada generasi selanjutnya apa saja yang telah terjadi, dan apa saja yang perlu diperbaiki. Terkhusus di negeri ini.
3. Berbicara soal waktu, kira-kira berapa waktu yang Fajar habiskan untuk pengerjaan buku ini?
Butuh waktu sekitar dua bulan untuk menuliskan novel ini. Karena saya pribadi juga perlu menjalankan amanah yg sedang saya emban. Terlebih aksi-aksi sosial yang terencana maupun taktis.
Baca juga: Menjadi Mahasiswa Aktivis Era Milenial a la Ubedilah Badrun
4. Boleh cerita ke sobat UNJKITA gak Fajar, bagaimana proses pengerjaan buku ini dari mulai pembuatan naskah sampai naik cetak?
Pengerjaan ini adalah sebuah abdi sosial. Suatu hal yang mudah namun sulit. Dengan niat Lillah, saya mengerjakan sebagai manusia yang ingin menebar nilai sosial. Ketika saya mengetahui Gerakan Menulis Buku Indonesia, saya mulai mendalami informasi tentang hal tersebut. Maka saya tertarik ingin bergabung menjadi volunteer dan mendaftarkan karya saya untuk diseleksi. Sekitar akhir Mei, saya mengirim karya saya. Saya sempat hopeless karna belum ada kabar dibulan selanjutnya. Saya sempat mencari penerbit indie yang kiranya jika karya saya tidak lolos. Namun pada akhir Juli, saya mendapat balasan dan ternyata karya saya lolos seleksi. Turut bahagia, karena di GMBI bukan sekadar menerbitkan buku. Namun ada nilai-nilai sosial karena saya tergabung dalam wadah Gerakan Literasi Nasional dan beberapa buku saya nanti akan disalurkan ke daerah yang minim literasi.
5. Terakhir Fajar, bisa kasih sepatah kata motivasi untuk sobat UNJKITA yang juga suka menulis.
Setiap kita pasti akan mati. Bermanfaat atau tidaknya kita, itu adalah pilihan. Dengan cara menulis, kita akan memberi manfaat dan menjadi ladang amal kita untuk di akhirat kelak. Menulislah. Dan, mari berkelana!
Baca juga: Reds Soldier Terbitkan Buku Pergerakan