“Ignorantia Juris Neminem Excusat”

Saya akan memulai tulisan ini dengan quotes yang mudah anda temukan di gedung daksinapati tepatnya diatas sekret BPM FIP, kali ini saya menulis tidak mewakilkan lembaga, golongan, atau instansi manapun. Ini murni opini pribadi terhadap apa yang terjadi dalam pelaksanaan pemilu kita tahun ini.

Arti kutipan di awal tulisan ini adalah ketidaktahuan akan hukum bukan alasan lepas dari hukum, yang berarti semua objek hukum langsung terikat dalam hukum yang sudah disahkan oleh suatu lembaga. Baik masuk ke konteks pemilu kita tahun ini. Mungkin sudah banyak yang membaca tulisan dari beberapa orang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu kali ini, di sini saya hanya menyederhanakan kejadian pemilu kita dengan kutipan santai namun menohok.

Awal pembahasan adalah PO PEMILU yang menjadi landasan pelaksanaan pemilu dimana sesuai amanat PO dibentuklah perangkat pemilu yang terdiri dari KPU, PANWASLU, dan DKPP. Oke cukup.

Sesuai dengan laporan dari TIMSES bakal calon F-A (baca disini lebih lengkapnya) yang menggugat KPU karena menyerahkan berkas PKPU yang berbeda dengan yang asli yang menyebabkan calon yang mereka usung gagal. Oke silahkan baca link diatas untuk lebih lanjut masalah ini.

Singkat saja imbas dari gugatan tersebut DKPP mengeluarkan surat peringatan untuk memberhentikan proses pemilu: Anda bisa melihat hanya dari surat sederhana seperti itu yang bahkan saya belum tau apakah sudah dibahas di internal DKPP atau sudah melalui proses penyelidikan. DKPP mengeluarkan keputusan untuk menghentikan sementara proses pemilu? Yang dimana sesuai dengan PO PEMILU pasal 47 point a DKPP wajib membuat kode etik sebagai ketetapan pelaksanaan pemilu oleh penyelenggara pemilu. Dan DKPP BARU MENGESAHKAN KODE ETIK PADA TANGGAL 27 NOVEMBER 2015. Paham dimana letak kecacatan hukum surat tersebut?

Point pembahasan tulisan saya kali ini adalah untuk mengkaji lebih jauh keputusan-keputusan (yang katanya bersifat mengikat(?)) yang diberikan oleh DKPP terhadap PANWASLU dan KPU. Sampai ketika tulisan ini dipublikasikan saya belum menemukan atau belum diberikan kode etik yang dibuat oleh DKPP, saya meminta keterangan dari ketua BEM UNJ, dan ketua MTM UNJ selaku ketua dan anggota DKPP terkait kode etik dan tidak satupun yang memberikan kode etik tersebut. Untuk mempermudah kita anggap saja kode etik itu ada. Dan kita akan membahasnya secara detail point-per point maaf tidak ada pembahasan lain karena disini saya pimpinan sidangnya dan juga pesertanya.

  1. Surat yang dikeluarkan DKPP tertanggal 25 November terkait pemberhentian proses PEMILU karena laporan masuk dari pasangan calon FA. Saya akan mengatakan surat ini cacat hukum, kenapa? Mereka mengeluarkan keputusan tidak mencantumkan pasal atau peraturan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan tersebut. Dengan ini saya mengasumsikan bahwa anggota DKPP tidak paham mekanisme kerja DKPP, berdasarkan PO PEMILU pasal 47 point a DKPP harus membuat kode etik untuk menjaga kemandirian dan integritas penyelenggara pemilu, pertanyaan saya jika kode etik tidak dijadikan landasan pengeluaran putusan, lalu apa landasannya? PO PEMILU? Mohon maaf PO pemilu tidak pernah mengatur sanksi semacam pemberhentian sementara~ jadi anggap saja landasan yang digunakan DKPP adalah LOGIKA, tapi bagaimana ketika LOGIKA seseorang ternyata bertentangan dengan peraturan? Sampai surat ini dikeluarkan bahkan DKPP belum bisa mengklasifikasikan laporan yang masuk sebagai pelanggaran kode etik, mengapa? Ya karena belum disahkan kode etiknya! Cek pasal 91A dan 95.
  2. Meminta dan merekomendasikan ketua KPU untuk memberhentikan tetap divisi ADHUM yang dianggap sebagai pihak yang salah. Oke saya ingatkan kembali sampai tulisan ini dikeluarkan saya belom tau dan berdasarkan orang-orang yang saya tanya mereka juga sama sekali belum tau juga bentuk dari kode etik yang disahkan DKPP itu seperti apa. Lalu bagaimana rilis yang dikeluarkan DKPP mengatakan divisi ADHUM melanggar asas profesionalitas? Baik saya mengumpulkan beberapa data, saya bertanya kepada pihak DKPP langsung apakah kode etik sudah disahkan atau belum dan ternyata jawabannya sudah, lalu saya tanya siapa saja yang datang di pembahasan dijawabnya “hanya DKPP saja bertiga”. LALU APA ANDA TIDAK MEMBACA KALAU DI UNJ PUNYA PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN OPMAWA? Sudah paham cacat hukum nya dimana? Saya paparkan sedikit, saya tidak tahu banyak tentang hukum karena saya bukan mahasiswa ilmu hukum tetapi yang saya tahu ketika kita membuat peraturan kita harus melibatkan objek hukum yang ingin kita ikat dalam pembahasan, mengapa? Agar peraturan tidak dibuat semena-mena, minimal ada perwakilan unsur tersebut. Tapi nyatanya DKPP dengan ringannya memberikan keterangan seperti demikian, saya bisa berasumsi bahwa peraturannya tidak pernah ada dan mengada-ada, boleh dong kan tidak ada saksi dalam pembahasan tersebut. Jika DKPP berkilah kita membahas bertiga, saya bisa mengasumsikan mereka bertiga bersekongkol dan menyalahgunakan wewenang. Sudah paham cacatnya dimana?
  3. Yang ketiga, kenapa ADHUM yang dikambinghitamkan? Pasal 48 point a intinya DKPP membuat kebijakan penanganan sengketa PEMILU dengan pertimbangan lembaga legislatif mahasiswa UNJ, sampai tulisan ini dibuat sesuai keterangan salah satu sumber tidak ada pembahasan point ini di internal MTM. Lalu bagaimana DKPP bisa menentukan bahwa divisi ADHUM salah? Berkaca pada kejadian tahun 2013 dengan kasus serupa tetapi ADHUM tidak diberhentikan semua seperti sekarang, mengapa? Karena pintar, ya saya bilang pintar jika memang ditemukan bukti bahwa ADHUM dengan sengaja melakukan kesalahan ini maka silahkan, tapi jika ternyata ada “oknum” lain yang melakukan ini dan ADHUM yang disalahkan itu bagaimana?. Saya malas membahas ini karena bahkan DKPP tidak punya petunjuk pelaksanaan penyelidikan sengketa pemilu yang seharusnya dibuat dari awal, lalu siapa yang tidak profesional? Sampai saat ini saya tidak pernah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh DKPP mengenai kejadian ini, begitu juga rekan ADHUM saya yang lain. Lalu atas dasar apa dikeluarkan keputusan seperti ini? Jika DKPP “pintar” maka yang harus ditemukan terlebih dahulu adalah oknum tersebut dan meminta menon-aktifkan nya. Bukan memberhentikan tanpa bukti. Sudah sadar sejauh mana cacat hukumnya?
  4. Memberikan surat teguran kepada PANWASLU karena kurang profesional dalam menjalankan kode etik??????? Hellooooo tidak ada yang tau bentukan kode etik yang dimaksud itu seperti apa, dan anda menuduh PANWASLU tidak menjalankan kode etik dengan baik???? Saya buatkan analogi sederhana, saya dan 2 teman saya memutuskan untuk menghimpun dana 100rb per orang di satu golongan kita sepakat, lalu kita mulai menagih ke orang-orang, dan orang-orang yang tidak memberikan uang tersebut kita adukan ke polisi karena tidak menjalankan peraturan tersebut. Mengerti?
  5. Meninjau Kembali Putusan KPU dan ambil revisi keputusan , terkait putusan KPU tentang verifikasi pasangan calon tertanggal 23 november 2015, khususnya pasangan FA sebagai korban Dari ketidakprofesionalan KPU. Oke sederhana jelas putusan tersebut jelas-jelas tidak jelas, mengapa? Lihat redaksinya dan ambil revisi keputusan, keputusan jadi gimana? Udah di revisi diapakan lagi?
  6. Berdasarkan pasal 6A PEMILU dilanjutkan kembali. Oh maksudnya DKPP meminta KPU untuk meloloskan calon FA yg jadi korban ketidak profesionalan KPU? Baik saya jelaskan tahap verifikasi terlebih dahulu. Verifikasi dibagi menjadi 2 yakni sementara dan tertutup, pada tahap verifikasi sementara KPU hanya memeriksa jumlah berkas yang diserahkan sudah sesuai atau belum, misal KPU meminta 20 berkas maka akan dihitung apakah berkas yang dikembalikan sudah 20 atau belum. Yang kedua verifikasi tertutup yakni verifikasi untuk memeriksa keabsahan data/kevalidan data. Baik saya jelaskan lebih jauh cara KPU Universitas melakukan verifikasi tertutup pertama kita memeriksa jumlah berkas berikut dengan detail nya (ttd, foto, nama, khs, dll) setelah semuanya ok baru dilanjutkan dengan mengklarifikasi dukungan KTM menggunakan telefon, kita akan mengambil sampel dari tiap fakultas untuk mengetahui apakah benar memberikan dukungan pada calon tersebut atau tidak. Sampai sidang ini dilaksanakan (sidang DKPP) belum ada langkah verifikasi dukungan calon FA. Tapi DKPP memerintahkan agar calon FA lolos tanpa melalui tahapan ini. Oke sabar santai, saya akan memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai PKPU KELIRU yang menjadi sorotan DKPP. Komisi Pemilihan Umum Universitas Negeri Jakarta mengesahkan PKPU no 2 tentang persyaratan pemilu eksekutif, dan disahkan. Yang menjadi permasalahan antara PKPU yang sudah disahkan dengan SALINAN yang diberikan terjadi perbedaan tidak adanya point yang memerintahkan calon menandatangani grand design di salinan yang dipegang calon. Yang menyebabkan ketiga calon tidak mungkin lolos karena ketiganya tidak ada yang menandatangani grand design tersebut. Namun yang mejadi persoalan hanya calon FA yang tidak lolos gara-gara point tersebut, calon lainnya juga terdapat beberapa kesalahan lain. Pertanyaannya jika terdapat dua draft berbeda mana yang harus digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan verifikasi? Sederhana, yang disahkan dalam persidangan pembahasan. Mengapa? Secara hukum peraturan yang sah adalah yang disahkan dalam persidangan bukan salinan lain. Karena salinan tersebut berpotensi untuk dirubah atau di modifikasi, tenang saya akan memberikan analogi sederhana. Jika teman-teman mencetak KHS dari SIAKAD teman-teman akan menemukan kalimat “jika terjadi perbedaan data dengan database maka yang digunakan adalah data di database” kurang lebih seperti itu bunyinya, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kemungkinan modifikasi oleh oknum. Jadi jelas kita menggunakan PKPU yang disahkan dalam sidang sebagai landasan melaksanakan verifikasi tertutup. Dan sebenarnya baik KPU dan PANWASLU sudah menjelaskan point ini dengan tuntas dan tunai kepada calon FA yang diwakilkan timses nya, tapi mereka tidak puas dan ingin calon mereka lolos dengan PKPU yang mereka dapat dari KPU.
  7. DKPP meminta KPU untuk merevisi putusan dan meloloskan calon FA, saya menafsirkan seperti itu karena di point selanjutnya DKPP mengutarakan PEMILU dilaksanakan sesuai dengan pasal 6A (jika hanya 1 calon) baik sederhana CACAD HUKUM! DKPP meminta kita meloloskan berkas di tahap verifikasi (yang juga tidak pernah dilakukan) berdasarkan PKPU yang tidak sah dalam persidangan alias salinan?!!! Berdasarkan satu sumber yang hadir dalam persidangan pada saat persidangan DKPP mengatakan “atas nama keadilan” kurang lebih seperti itu. Pertanyaan saya, keadilan menurut siapa? Jelas-jelas menurut hukum ini salah! Dan bagaimana dengan kedua calon lain? Lalu adil di bagian mana pak? Jika kedua calon menggugat KPU/PANWASLU apa mereka juga mendapat keadilan yang sama? Berkilah atas dasar ketidak profesionalan KPU dengan mudah DKPP meloloskan calon atas dasar gugatan yang bahkan mekanisme penyelidikannya tidak jelas? Jika mengatasnamakan keadilan maka dimana keadilan bagi rekan ADHUM yang sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan amanah PO membuat PKPU dan sebagainya lalu diberhentikan tanpa landasan yang jelas? Saya akan menjelaskan kembali tulisan ini bukan surat gugatan, saya akan membuat surat gugatan tapi bukan tulisan sederhana seperti ini tentu berdasarkan landasan filosofis dan yuridis. Dan satu lagi saya menyimpulkan bahwa DKPP berafiliasi kepada salah satu calon, entah benar atau tidak tapi dari keputusan diatas kalian bisa menilai.
  8. DKPP mengatakan bahwa DKPP adalah perangkat hukum yang sah sebelum adanya kode etik atau peraturan yang sah. Oke untuk point ini sebenarnya arguable karena saya belum mengklarifikasi langsung ke pihak DKPP. Kalimat ini saya dapatkan dari beberapa sumber yang hadir dalam persidangan DKPP kemarin. Dengan statement diatas membuktikan kalau pimpinan OPMAWA UNJ ternyata tidak paham hukum! Dan ini adalah akibat ketika wewenang pelaksanaan peraturan diberikan kepada orang yang tidak tahu peraturan! Siapapun anda, anda tidak akan terlepas dari yang namanya peraturan, semakin jauh dibahas semakin terlihat cacat hukum dari setiap langkah yang dibuat oleh DKPP, bukan berarti KPU dan PANWASLU tidak cacat hukum, tapi DKPP menurut saya sangat parah dan mengacak-acak proses PEMILU

Rekomendasi Penulis

Saya tidak ingin membuat keruh suasana melalui tulisan ini saya sudah buktikan bahwa DKPP tidak menjalankan amanah nya dengan baik sehingga menyebabkan proses PEMILU berantakan. Rekomendasi saya sederhana menjalankan PO PEMILU pasal 50 hanya itu saja. Apa isinya? Silahkan dibuka kembali PO nya temen-temen.

Tulisan ini murni opini pribadi, saya belum mencantumkan pasal lain yang bisa memperkuat tulisan ini, hanya beberapa pasal saja sudah menjelaskan kesalahan praktik proses pemilu.

Saya bukan orang yang paham sekali mengenai hukum tapi saya dari awal adalah pihak yang terlibat dalam proses pembuatan PO ini.

Dengan segala hormat.

Lutfi Cahaya Wahyu
Mantan ADHUM KPU UNJ 2015
Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan 2015

Pengajuan hak jawab: lutficahaya4@gmail.com

Categorized in: