Diskusi di Jakarta yang dihadiri oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil dan sejumlah Rektor Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Indonesia, soal revitalisasi LPTK, muncul ide untuk melakukan Tes Khusus bagi calon mahasiswa yang masuk ke Program Studi Kependidikan, hal itu bertujuan untuk memastikan mahasiswa yang diterima di Prodi Pendidikan tersebut bernar-benar calon mahasiswa yang berwatak baik dan memiliki jiwa mendidik. (Kompas,13-2-2016).
Menurut Djaali, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), keinginan tersebut beranjak dari fakta yang menunjukkan bahwa : “lulusan Prodi Pendidikan hanya menguasai materi keilmuan, dari sisi jiwa mendidik masih jarang yang berkembang. Akibatnya ketika menjadi guru, mereka tak memiliki semangat mengabdi yang utuh. Dikatakan selanjutnya itu salah satu faktor yang membuat guru tidak berempati kepada murid dan mutu pendidikan tidak sesuai dengan standar ideal”.
Ide tes khusus bagi calon mahasiswa yang akan masuk ke Prodi Pendidikan tersebut disambut baik oleh Wibisono, Rektor Universitas Negeri Surabaya, menurut beliau:“tes khusus tersebut dinilai sebagai langkah efektif dalam mengumpul bibit-bibit yang memang benar-benar berminat berprofesi menjadi seorang guru”.
Selanjutnya menurut Menteri Sofyan Djalil permasalahan pendidikan di Indonesia adalah : “pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM), namun justru masalah ini belum tersentuh oleh kebijakan negara”. Hal itu sejalan dengan statement yang dikemukakan oleh pakar Manajemen SDM Watson Wilson yang mengatakan bahwa: “apabila kita telusuri suatu masalah sampai keakar-akarnya, maka kita akan ketemu manusia-lah sebagai sumber dari masalah tersebut”.
Bila kita kaitkan permasalahan tersebut dengan Manajemen SDM Publik, maka menurut penulis bukan hanya tes khusus bagai calon mahasiswa yang akan masuk ke Program Studi Kependidikan, tetapi juga tes khusus bagi calon sarjana kependidikan (Tes Ke-2). Artinya tes ke-2 tersebut untuk memastikan bahwa calon sarjana tersebut, selama menempuh pendidikan di Program Studi Kependidikan, benar-benar sudah layak menjadi seoang guru. Sehingga selama mahasiswa calon sarjana tersebut belum lulus Tes Kelayakan Menjadi Guru, maka idelanya belum boleh menempuh ujian skripsi. Disini selain desain instrumen pengukuran kelayakan Menjadi Guru yang perlu dibuat agar benar-benar mampu mengukur seberapa besar memiliki seni ataujiwa mendidik, kedua pengukur (dosen) juga harus benar-benar serius melakukan pengukuran tersebut, bukan hanya “pelengkap penderita” (formalitas) belaka.
Pengukuran ke-3 adalah pada saat sarjana pendidikan tersebut ikut daftar menjadi PNS (untuk guru negeri) atau Yayasan (guru swasta). Pada momen ini selama ini pengukuran hanya menyangkut penguasaan keilmuan, barangkali jarang tes yang menyentuh seni ataujiwa mendidik. Sehingga tidaklah mengherankan apabila kemudian guru-guru yang lulus tes PNS khusunya yang ditempatkan didaerah terpencil, terluar, terisoler dan sebagainya lalu stress, dikepalanya lalu muncul pikiran, kapan ya bisa pindah ke tempat yang lebih menyenangkan?.
Sehingga berbeda dengan guru yang mempunyai seni ataujiwa mendidik. Ketika ia berada didaerah yang sunyi sepi ia justru merasa ditengah hingar binar kota metropolitan, terutama bila melihat tingkah pola anak didiknya yang setiap hari selalu menampilkan hal-hal yang lucu, menggelikan dan sangat menyenangkan, guru-guru seperti ini merasakan waktu begitu cepat berlalu. Selain itu merekatak pernah gundah gulana walau gaji yang diterima 3-6 bulan sekali, karena pilihan hidupnya menjadi seorang guru bukan berorientasi kepada materi tetapi kepuasan batin dalam menghasilkan insan-insan anak bangsa yang berkualitas.
Untuk itu, kebahagian yang tiada tara, adalah ketika ia melihat muridnya menjadi manusia paripurna, menjadi jenderal, Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Camat dan sebagainya yaitu orang-orang yang berguna bagi bangsa. Itulah kebagian yang tak ternilai bagi seroang guru sejati, yang dikenal dengan pahlawan tanpa tanda jasa.
Dengan adanya tes khusus bagi calon guru tersebut diatas, maka logikanya lembaga pendidikan di Indonesia akan dapat memperoleh guru-guru yang berkualitas dan penuh pengabdian, yaitu guru yang menguasai materi keilmuan dan memiliki jiwa mendidik. Semoga…