Siang hari yang cerah usai melaksanakan Ujian, menjadi seperti malam yang mengerikan. Betapa gundah gulana perasaan tiga siswi kelas XII SMKN 3 Kota Pandang Sidempuan saat menduga bahwa salah seorang gurunya membocorkan jawaban USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) kepada anaknya dan teman-teman anaknya. Jari-jarinya pun menjadi tidak terkendali kerena menjunjung tinggi prinsip kejujuran untuk mengungkapkan perasaan resahnya akan perbuatan tidak baik yang telah dilakukan oknum guru tersebut. Mereka mencurahkan isi perasaannya saat itu melalui jejaring sosial yang pada akhirnya menjadi viral di kalangan teman-teman sekolahnya.
“Waktu USBN anak ibu itu (E) sama kawan-kawannya di kasih kunci jawaban. Sedangkan yang lain tidak,” duga salah seorang siswi melalui status jejaring sosialnya.
Perang dunia maya pun terjadi. Banyak komentar sana sini antara siswi-siswi tersebut dengan teman-temannya. Sampai siswa sang anak oknum guru tersebut mengeluarkan komentar dengan kalimat-kalimat yang sangat tidak pantas untuk disampaikan. Ia telah merasa terpojokkan oleh siswi tersebut dan teman-temannya.
Awalnya, oknum guru tersebut tidak menghiraukan kalimat-kalimat ketiga siswinya di jejaring sosial mereka. Namun, rekan-rekan gurunya ikut menghasut dan mencibir bahwa mereka harus ditegur tentang tuduhan yang belum jelas buktinya. Karena itulah, tiga orang siswi tersebut dipanggil untuk “diproses” oleh guru yang sudah mereka duga tindakan tidak jujurnya, sehingga muncul lah peringatan bahwa apa yang dituliskan mereka di status jejaring sosial bisa terjerat pasal pencemaran nama baik dan UU ITE dengan menyebutkan ancaman kurungan penjara serta denda yang mungkin dijalani oleh mereka.
Usai pemanggilan oleh oknum guru, salah satu dari ketiga siswi tersebut melakukan sebuah tindakan yang telah mencelakai dirinya sendiri. Tanpa berpikir panjang, usai dirinya mengganti seragam sekolahnya, kemudian ia bergegas ke warung untuk membeli pembasmi hama rumput. Setelah pembasmi tersebut ditangannya, ia pun kemudian pergi ke belakang musalah yang berjarak berkisar 100 meter dari kediamannya. Sesampainya di lokasi, ia menegak pembasmi hama. Beruntung, aksinya tersebut diketahui warga hingga ia dilarikan ke RSUD Kota Padang Sidempuan guna mendapat perawatan intensif.
Ialah Amelia Nasution. Siswi berusia 19 tahun ini melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum racun rumput pada 1 April silam. Ia merasa cemas, gelisah, dan depresi diduga karena peringatan yang diberikan oleh oknum guru tersebut. Setelah menjalani perawatan selama sembilan hari di RSUD Kota Padang Sidempuan, Amelia menghembuskan nafas terakhirnya pada Senin, 10 April 2017.
Betapa lucunya negeri ini. Pendidikan yang menjadi tonggak peradaban bangsa, lagi-lagi menjadi bumerang bagi bangsanya sendiri. Guru yang seharusnya digugu dan ditiru, lagi-lagi membuat ulah untuk mengikis tonggak peradaban bangsa secara sengaja ataupun tidak sengaja. Tentu masih ada guru yang waras, tentu masih banyak sekali guru yang memiliki niat tulus, dan tentu masih sangat banyak sekali guru yang mau dengan setia mengabdi untuk pendidikan bangsa. Tapi, citra pendidikan ini menjadi semakin tercoreng karena satu demi satu kasus ketidakjujuran dari seorang guru. Sejak bertahun-tahun yang lalu, kasus ketidakjujuran ini terus bergulir, ada yang terungkap dan berujung adanya korban, tapi ada juga yang mulus menjalankan aksinya. Wajar, jika tikus berdasi yang profesional sampai anak tikus dalam kesehariannya semakin beranak pinak. Introspeksilah wahai pahlawan pendidikan!
Wajar, jika tikus berdasi yang profesional sampai anak tikus dalam kesehariannya semakin beranak pinak.
Untuk kasus Amelia Nasution, tentu ada jerat hukum bagi oknum guru tersebut sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, lalu ada Pasal 76A mengenai perbuatan diskriminasi terhadap anak, dan pasal 76C jo pasal 80 mengenai kekerasan terhadap anak. Selain itu, ada pasal 335 ayat 1 kesatu KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, dan pasal 1365 KUH perdata, yaitu perbuatan melawan hukum. Negara ini tersistem dengan hukum yang baik dan terperinci. Namun, efek jera masih belum dirasakan, setidaknya ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus Amelia ini.
Sekolah tempat Amelia memperjuangkan prinsip kejujurannya seharusnya merupakan tempat ternyaman untuk mengeruk banyak ilmu, namun justru menjadi tempat berdemo berkali-kali yang dilakukan oleh siswa-siswanya. Terhitung sudah ada tujuh kali demo dari bulan Oktober 2016 sampai dengan Desember 2016. Suasana yang sungguh tidak lagi kondusif untuk mengabdikan diri berfokus pada tujuan mendapatkan hak pendidikan. Demo yang dilakukan Amelia dan teman-temannya melalui jejaring sosial mereka tentang ulah seorang oknum guru tersebut yang membocorkan jawaban USBN tentu masih perlu ditelusuri lebih lanjut. Sungguh pengecut sekali, jika oknum guru tersebut mengaburkan dirinya dari tanggungan aksi ketidakjujujuran yang telah diperbuatnya.
guru adalah seorang pahlawan yang akan selalu dikenang karena teladan ucapan dan tindakannya
Namun, dari kasus dugaan Amelia dan teman-temannya ini, semua pihak harus megambil pelajaran yang berharga bahwa sekolah adalah tempat ternyaman untuk mendidik siswa mereka menjadi abdi negara yang berkualitas, bahwa guru adalah seorang pahlawan yang akan selalu dikenang karena teladan ucapan dan tindakannya, bahwa semua orang tua harus menjadi teman terdekat anak sebagai tempat menyelesaikan masalah dan memberikan solusi terbaik, serta mampu mendidik mereka untuk tidak berputus asa, terlebih berputus asa dari rahmat Allah SWT.