(1)
Gerombolan kumbang-kumbang
bangkit dari sarang
menuju taman merdeka
membersihkan rayap-rayap
yang telah hampir menggerogoti
setiap kuntum bunga-bunga
rumah bagi para kumbang dan lebah
dalam menghisap madu
Di taman sontak tersirat kabar
membumihanguskan warna lembayung
hijaunya tak kentara bersinar lagi
malah pekat dan kabut oleh mata
Seorang perawakan bangsawan datang
menggores setitik belenggu
pada rimbun anai-anai
yang dulunya pandai berlenggak-lenggok
sempurna di wajah yang sedu sedan
Dengan belati yang tajam
terhunus ke muka hati para kumbang
mereka sadar ada yang sedang diam-diam
merepotkan orbit terbangnya
(2)
Di taman ada tragedi
sampai elegi air mata insan
yang tak pernah mau kemarau
Selagi musim hujan turun dengan berkepanjangan
maka tak ada waktu bagi pintu bahagia
Pada jantung sejarah
kumbang-kumbang mencipta peringatan
menjahit lencana
untuk kemenangan besar bagi tanah peraduannya
mereka tak akan lagi mau tercekik
dan menebalkan jendela kabut
serta mendung yang bisa membuat
sayap-sayap tajam mereka kuyup
lalu beku alir darah kemudian
Belum lagi kehilangan harta ilmu
sebagai bekal masa tua
dalam perjumpaannya dengan perayaan
kehidupan yang merdeka
(3)
Kumbang-kumbang membuat hikayat
dalam medan lingkarannya yang jernih
tampak hati serupa mawar
bagai cinta kasih kepada anak-anak putiknya
Dan air mata bak nadi-nadi yang terus runtut
mengeluarkan aroma merah
mencuci resah nestapa
Dalam baris-berbaris di mega-mega taman
pena mendesir deras
menulis dan berlaku membangun peradaban baru
Gelagat bayang masa silam
mulai tertutup oleh panggilan pelangi
yang duduk manis di muka taman
memberangkatkan para kumbang
ke mimbar sejarah
dimana tugas selanjutya adalah menjaga
kata demi kata dalam hikayat mereka
(4)
Kini sepanjang taman dialiri sungai panjang
birunya kembar dengan langit cerah
dan di permukaan
cengkrama ikan-ikan mas koki
ramai bunyinya sehingga membuat taman
semakin kegirangan
Ada mata air pula yang dapat diminum
selagi dahaga dan kantuk
Bunga-bunga mawar bermekar ria
berdendang pula sukma-sukma melati
mengajak anggrek hitam lupa akan tuanya
dan menjadi muda tiada tara
Hamparan bangku taman di setiap sudut
siap menjadi permadani bagi mereka yang ingin
menuliskan pepatah demi pepatah
sambil tak lupa berjanji
mewujudkan dengan sepenuh hati
segenap mimpi-mimpi pencerahan hati
Sebagai atap taman
menghiaslah bola-bola lampu
yang ranum dan beranak terang
yang jika tertimpa hujan
akan cantik perangainya
Disinilah para kumbang berbuat
dan menyaksi sejarah
tentang abad-abad yang masir
akan tumpah ruah kelindan-kelindan
berganti musim yang selalu bersemi
Maka semakin harfiahlah taman merdeka
menebar pelepah gembira
sampai masa-masa panen merdeka selalu ada
Rawamangun, 19 Mei 2017
Oleh: Fajrin Yuristian (Sastra Indonesia UNJ Angkatan 2012)
Tulisan ini dipersembahkan untuk Pesta Literasi 2017 yang diselenggarakan oleh UNJKita.