Sebelum berpanjang kalam, terlebih dahulu saya ingin mengucapkan Dirgahayu Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang ke 52 tahun. Semoga semakin banyak mencetak “pengabdi dalam masyarakat” untuk mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Alih-alih mencari inspirasi esai opini tentang UNJ untuk berpartisipasi dalam Pesta Literasi UNJKita, sayapun mencoba memantau linimasa media sosial. Setelah berlama-lama menelusuri beranda, saya terhenti beberapa saat ketika melihat postingan yang dibagikan secara massive melalui tag ke beberapa akun serupa. Postingan itu berasal dari salah satu Community Development atau lebih dikenal dengan sebutan COMDEV. Saya terinspirasi pada foto-foto kegiatan pengabdian masyarakat yang aktif dilakukan oleh civitas akademika UNJ tersebut di desa atau daerah binaan mereka. Ada pemberdayaan industri rumahan, mengajar anak-anak dan sebagainya. Tentu saya tidak segan-segan untuk memberikan “like”.

Sekarang saya sudah menjadi alumnus. Saat mengingat kembali masa-masa perkuliahan sekitar tahun 2010 hingga 2014, saya ingat betul bahwa Tri Dharma Perguruan Tinggi itu kerap kali dibahas. Paling pertama sekali ketika Masa Pengenalan Akademik (MPA) dimana waktu itu saya yang masih lulusan SMA alias Mahasiswi Baru (MIBA) hanya bisa manut tetapi belum begitu paham. Berpikir keras, “pendidikan” : ya memang kita di UNJ kan untuk dididik. “Penelitian” : itu nanti di skripsi kan?. Pengabdian masyarakat, bagaimana?

Tulisan kali ini saya fokuskan untuk membahas tentang poin ke-tiga Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat. Mencoba berdiskusi sedikit dengan teman-teman pembaca UNJKita yang sudah ataupun belum merasa melakukan pengabdian masyarakat.

Menurut saya, pengabdian masyarakat merupakan upaya peningkatan kualitas hidup suatu masyarakat dari berbagai aspek sesuai kebutuhan baik secara individu maupun kolaborasi. Pengabdian sebenarnya bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, namun mahasiswa biasanya melakukan pengabdian masyarakat di sekitar kampus karena keterjangkauan. Perihal jangka waktunya, biasanya panjang dengan sistem turun-temurun dengan angkatan selanjutnya. Sejauh pengamatan saya, kegiatan yang bersifat sosial di UNJ bisa diakomodir melalui afiliasi dengan program KKN, OPMAWA, ORMAWA, komunitas atau kelompok-kelompok Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pengabdian Masyarakat.

Apakah benar pengabdian masyarakat itu dilakukan mahasiswa hanya karena mereka dianggap memiliki intelektualitas paling tinggi dan sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi? Atau, karena mereka memiliki peran sebagai iron stock, agent of change, social control dan moral force? Ditunggu jawaban teman-teman dalam kolom komentar 🙂

Jawaban saya, pengabdian dan urusan sosial itu datangnya dari hati. Urusan kemanusiaan adalah tanggung jawab setiap manusia, tidak terbatas hanya ketika berstatus mahasiswa saja tetapi itu berlaku sepanjang hayat. Rasanya semua percaya dengan ungkapan “sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat”.

Selagi menjadi mahasiswa UNJ, cobalah untuk melakukan pengabdian masyarakat juga dari hati. Terlepas dari hanya sebagai kewajiban pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi, bobot poin keaktifan mahasiswa atau mendapat hibah PKM. Khawatir hal tersebut tidak berkelanjutan ketika sudah lulus dari perkuliahan dan bekerja penuh waktu atau ketika dana hibah tersebut sudah habis. Bila semua dimulai dari hati dan berbagi merupakan sebuah nilai yang dianut, maka pengabdian bukan lagi menjadi beban tanggung jawab tetapi sebuah kebutuhan.

Oleh : Putri Agustina, S.Pd, alumnus UNJ yang sewaktu kuliah aktif dalam kegiatan kesukarelawanan. Sehingga, sejak akhir tahun 2013, ia menginisiasi Indonesia Volunteering Hub via http://ivh.or.id agar pemuda Indonesia tergerak menjadi relawan sosial.

Categorized in: