Bagi saya, respon penguasa kerah putih di kampus kita terburu-buru panik mendengar representasi dari warga kampus UNJ yang terdiri dari dosen,mahasiswa dan karyawan dengan sebutan Forum Militan dan Independen UNJ. Di sini tak perlu diulangi bagaimana FMI UNJ akhirnya hadir. Silakan baca-ulang tulisan Kawan Andika Baehaqi yang telah mendaras riwayatnya.

(Baca juga: FMI UNJ: Bergerak Berarti Memulai!)

Tulisan ini ingin mempersoalkan satu perkara yang pada hari Selasa 06 Juni 2017,ketika FMI UNJ melakukan roadshow untuk mesemestakan 8 isu yang disinyalir sedang menggurita di UNJ dan guna menangkap keresahan rakyat UNJ atas berbagai persoalan yang mendera kampus, dihalang-halangi bahkan diusir oleh pihat Rektorat. Sungguh ini satu sinyal yang mengantarkan kita pada sebuah pertanyaan: mengapa responnya sedemikian rupa?

Ini tentu menandakan bahwa ada situasi tidak baik yang bersemayam di kantor rektorat sana.

Oleh karena itu, FMI bagi saya sangat strategis. Karena pihak rektorat mempersoalkan diksi “Militan” dalam FMI UNJ, olehnya memberi kesan mereka sebuah organisasi radikal dan membahayakan Pancasila, dan rektorat menyebut rencana “makar” oleh FMI UNJ, sungguh menjadi perlu kembali membahas secara filosofis penamaan FMI UNJ. Apa sebab, tampaknya rektorat terlihat sangat mengada-ada ketika diksi “Militan” dipersoalkan dan terkesan cocokologi dengan situasi kekinian yang dianggap bahaya dan mengancam Pancasila.

Secara filosofis, apa itu FMI UNJ?

Secara harfiah, penamaan FMI itu diambil dari 3 aspek yang menjadi landasan filosofis terbentuknya FMI UNJ. Yakni, pertama, Forum yang artinya ruang publik tempat gagasan dan opini bahkan keresahan dipertemukan. Dalam perspektif FMI UNJ, keberadaan forum atawa ruang publik menjadi satu keharusan dalam proses civitas akademika. Forum adalah prakondisi dimana proses civitas akademika terjadi. Forum harus hadir (bukan tersedia) dalam hajat universitas. Bila forum tidak ada, maka universitas tidak ada beda dengan pemakaman wakaf. Tidak ada civitas akademika tanpa forum. Dalam spektrum demikian lah, Forum menjadi penting. Aspek forum menjadi kritik FMI UNJ terhadap rektorat atas ketidaksetaraan antar komponen di dalam forum/ruang publik yang diklaim rektorat tersedia. Buktinya apa yang terjadi FMI UNJ kemarin ketika forum FMI UNJ ingin mengadakan suatu hal yang akademis malah dianggap sebuab kegiatan yang ilegal bahkan membahayakan.

Kedua, Millitansi yang berarti sikap pantang mundur dan daya juang untuk membela suatu politic of value yang secara de facto harus terus diperjuangkan dari waktu ke waktu untuk bergerak membenahi kondisi dan masalah kampus. Militan menjadi satu diksi yang mengikat antara daya juang dengan keberlanjutan: antara (perjuangan) masa lalu, (perjuangan) masa kini, dan (perjuangan) masa depan. Singkatnya, militan berarti:

Panjang umur perjuangan!

Serta yang terakhir, independen yang artinya sikap mandiri dan kerendahan hati melepaskan seragam atribut dan identitas-merujuk pihak yang bergabung di dalam FMI UNJ, yakni dosen,mahasiswa maupun karyawan ke dalam satu wadah bersama.Singkatnya independensi adalah cakupan untuk menegasikan setiap atribut dan identitas setiap pihak FMI UNJ. Independensi janganlah dibaca sikap netral. Karena FMI UNJ tidak netral. FMI UNJ berpihak, bersikap, dan melawan. FMI UNJ berpihak pada kebenaran dan bersikap atas penindasan, olehnya kita melawan dengan pergerakan. Ini perlu, sebab permasalahan UNJ tidaklah bisa dikerjakan semata oleh mahasiswa atau dosen atau karyawan, tetapi ketiga unsur itu harus bersatu dan berbareng bergerak.

Dalam perspektif FMI UNJ, setiap persoalan dan penindasan tidak bisa dikerjakan sendiri, melainkan harus menjadi keresahan bersama dan dikerjakan dengan gotong rotong. Oleh sebab itu F-M-I mustilah dibaca dalam satu tarikan nafas. Mereka tidak bisa dibaca sepenggal-penggal. Tidak bisa dilihat parsial. Karena ketiga aspek itu, F, M dan I saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Tidak ada forum bila tidak adalah militansi. Seperti juga tidak ada militansi tanpa independen. Untuk terciptanya F kita perlu M, untuk merasionalisasi F dan M, diperlukan I. Maka, FMI UNJ adalah satu untaian yang harus diucapkan bersama. Seperti juga harus dikerjakan berbareng bergerak. Itulah landasan filosofis FMI UNJ akhirnya hadir dan memang pasti hadir, karena gerak sejarah tidak bisa dibendung. Siapa yang berniat membendung gelombang samudera perjuangan, ia akan tergerus-remuk-redam, sekalipun seorang rektor.

Keberadaan FMI UNJ membuktikan bahwa karakter dari rakyat UNJ yang mau bergerak menghilangkan penindasan atas keresahanya tanpa harus menunggu fajar di ufuk timur Rawamangun terbit berubah warna karena kekecewaan telah diselingkuhi oleh kepentingan-kepentingan politik kelompok tertentu ; yaitu, kepentingan nepotisme dan oligarkis. Hanya orang kriminil yang tidak melawan bila terjadi penindasan di hadapannya. Kecuali ia seorang tentara. Lebih-lebih prilaku dan cara berpikir tentara meski tidak memakai seragam tentara.

Perlu diingat, konsistensi sikap politik yang kita miliki ini sebagai bagian dari warga kampus yang menjunjung tinggi nilai-nilai akademis sebagai alat perjuangan dan pergerakan yang mempersatukan menjadi bukti bahwa demokrasi dan 8 tuntutan yang kami bawa akan tumbuh subur di akhir cerita. Jika apa yang sudah dipaparkan di atas membuat penguasa kerah putih di kampus masih panik dan terburu-buru menggeneralisir FMI UNJ sebagai kelompok radikal. Maka, kita perlu doakan mereka untuk tidak lupa dengan bacaannya sewaktu mahasiswa dan kembali membaca sejarah Indonesia. Karena kita percaya Pak Rektor dengan jajaran oernah kuliah dan menjadi mahasiswa yang tekun membaca dan juha berusaha mengaktualisasikan bacaannya dalam medan perjuangan melawan penindasan. Jika hari ini mereka terlihat seperti api jauh dari panggang, kami yakin mereka hanya khilaf. Lain soal bila mengkorup 5 Milyar. Itu bukan khilaf. Itu korup! Harus dilawan. Dan FMI UNJ ada untuk itu.

Maka, bagi FMI UNJ, berani, berani, dan sekali lagi berani!

[]

Hanan Radian Arasy dan Tyo Prakoso
Anggota di Forum Militan dan Independen UNJ.

Categorized in: