Bulan Oktober dapat dikatan sebagai bulannya anak muda Indonesia. Bulan dimana para pemuda mengukir sejarah emas dalam lembar sejarah bangsa lewat sebuah pertemuan akbar bertajuk “Kongres Pemuda” pada tanggal 28 Oktober 1928. Dimana dalam pertemuan ini menghasilkan sebuah narasi otentik yang menyatakan kepada dunia bahwa meski mereka beragam etnis, beragam suku maupun beragam agama namun mereka bersumpah untuk menjunjung tinggi satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yaitu Indonesia.
Ketika itu, sebagian besar pemuda yang mengikuti kongres adalah anak muda yang berasal dari kalangan terpelajar. Ya, pemuda selalu memiliki perannya pada setiap episode penting sejarah. Pemuda selalu memiliki peran signifikan dan melegenda dalam tiap momen-momen genting sejarah bangsa.
Lalu, bagaimana dengan anak muda terpelajar generasi milenial atau yang biasa disebut mahasiswa saat ini?
Ubedilah Badrun, pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakartra (UNJ), tokoh aktivis mahasiswa 98, yang ide-idenya sering mewarnai media massa nasional menjawab pertanyaan diatas secara akademik dan menarik dengan membuat buku yang berjudul “Menjadi Aktivis Kampus Zaman Now : Intelektualitas Gerakan, Godaan Kekuasaan & Masa Depan Aktivis“. Buku ini akan segera hadir pertengahan Oktober 2018 yang diproduksi oleh Penerbit Bumi Aksara.
Baca Juga: “Berkelana” Bersama Fajar Subhi
Terbitnya buku ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai tokoh nasional serta aktivis-aktivis mahasiswa di masa lampau. Berikut beberapa tanggapan mereka yang tim redaksi UNJKITA dapatkan:
“Buku ini sangat menarik, karena berisi jawaban-jawaban mendasar berbagai persoalan aktivis kampus yang diurai dengan runtun, argumen yang kokoh, dan sangat ilmiah. Bahkan Ubedilah Badrun dalam buku ini mampu memberi semacam arah yang konstruktif bagi aktivis kampus generasi milenials, generasi zaman now dan bagi masa depannya” (Dr.Rizal Ramli, tokoh aktivis kampus ITB 1970-an dan mantan Mentri Keuangan Republik Indonesia).
“Buku ini bukan saja memaparkan riwayat aktivisme dan gerakan mahasiswa namun juga melakukan kritik dan berusaha membangkitkan kesadaran bahwa gagasan, idealisme dan leadership merupakan karakter yang seharusnya permanen dimiliki para aktivis kampus di zaman apapun mereka tumbuh. Menariknya, perjalanan hidup penulis buku ini seperti tempat refleksi bagi pengejawantahan karakter tersebut. Kang Ubed, sejauh ini, tampil sebagai aktivis langka. Bukan saja memiliki jaringan yang luas dan komunikasi yang artikulatif, namun ia juga selalu sarat gagasan, konsisten dan kuat dalam memegang idealisme” (Dr.Fitra Arsil,S.H.M.H. Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Sekjen Senat Mahasiswa UI tahun 1997-1998)
“Politik adalah bagian dari membangun keadaban bangsa. Berpolitik harus dilandasi dengan nilai (value), khususnya idealisme aktivis (activist value). Seperti nilai anti penindasan, anti korupsi, hak azasi manusia, dan memiliki integritas. Meskipun saat ini realita politik yang dihadapi belum seideal yang kita inginkan. Namun nilai-nilai aktivis harus tetap terjaga dimanapun kita berada, diluar kekuasaan atau di dalam kekuasaan. Dengan menjaga nilai-nilai idealisme, berpolitik zaman now tetap memiliki roh dan arah perubahan. Buku ini betul-betul menjadi panduan penting buat generasi mahasiswa/i masa kini dan mendatang karena urgensinya tentang perlunya memiliki nilai-nilai idealisme dan integritas bagi para aktivis kampus (Masinton Pasaribu,SH. Tokoh aktivis 98 dari FAMRED (Front Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi), saat ini Anggota Komisi III DPR RI)
“Kang Ubed saya memanggilnya, seorang aktivis intelektual yang terus produktif dan teguh idealismenya. Buku ini menjadi panduan sekaligus cermin baik bagi aktivis kampus maupun mantan aktivis untuk terus menyemai idealisme walau dalam kesunyian, tidak menjadi buta menghadapi realita, membara walau dalam jeruji penjara, tetap bersuara walau dilingkaran istana, tetap garang dan lantang meski digoda dengan kekuasaan” (Sarbini S.I.P.M.Si, Tokoh Aktivis 98 dari FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta), kini menjadi profesional muda bidang jasa konsultan politik).
“Di era 90-an, banyak orang menyimak analisa lisan atau tulisan pertandingan sepakbola yang diberikan Franz Beckenbauer, seorang mantan pemain dan pelatih legendaris, yang juga pernah membawa klub liga dan timnas Jerman Barat berjaya. Analisanya sering dijadikan panduan untuk menikmati sepakbola dunia. Begitupula dengan sosok penulis di buku ini. Kang Ubed adalah sosok lengkap dunia aktivis dan intelektual, memiliki pengalaman aktivis, tokoh pergerakan, mentor mahasiswa, dosen yang juga pengamat politik yang produktif. Karenanya buku ini sangat layak jadi panduan para calon aktivis dan para aktivis era milenial. (Hanri Basel, S.Pd.MEd, tokoh 98, koordinator FKSMJ untuk pendudukan Gedung DPR/MPR pada 18-21 Mei 1998, Owner National English Centre (NEC) yang berjejaring secara nasional).
Lewat berbagai sambutan hangat dari berbagai kalangan diatas, tentu menarik sobat-sobat UNJKITA untuk membaca, mengetahui, serta memahami bagaimana menjadi aktivis mahasiswa era milenial. Jika pada era pra-reformasi termansyurlah “Catatan Seorang Demonstran” dari Soe Hok Gie yang menjadi pedoman aktivis-aktivis mahasiswa era itu. Buku ini hadir menjawab perkembangan jaman tentang bagaimana menjadi mahasiswa aktivis di era milenial a la Ubedilah Badrun. Selain itu buku ini juga dapat menjadi referensi penting pada mata kuliah gerakan sosial, dan lain-lain.
Baca juga: Reds Soldier Terbitkan Buku Pergerakan
Untuk mendapatkan buku “Menjadi Aktivis Kampus Zaman Now : Intelektualitas Gerakan, Godaan Kekuasaan & Masa Depan Aktivis” sobat dapat membelinya di toko buku besar atau secara online pada pertengahan Oktober mendatang.
Baca juga: Reds Soldier Terbitkan Buku Pergerakan