Oleh: Hilda Diana, S.Pd. (FIS UNJ Angkatan 2012)
Kawan…
Tadi malam kau katakan padaku bahwa esok pagi kita akan rayakan kemerdekaan. Yaa, merdeka!!
Sungguh? Merdeka, katamu? Tanyaku setengah heran.
Ya. Kita sudah 72 tahun merdeka. Terbebas dari penjajah! .
Hmm… sini-sini dekatkan telingamu, biar ku bisikkan… “Kau sedang berkhayal!”
Maaf, apa maksudmu?!! Bentakmu garang sembari mengacungkan telunjuk tepat lima senti di depan mataku.
Dasar bodoh!! Nggak pernah baca buku!! Alay!! Umpatmu kasar, persis kompeni 100%.
Dengan wajah kecut sembari memicingkan mata kau berlalu. Menyisakan tiga kalimat yang sungguh menghujam hatiku.
Kawan, benarkah aku bodoh? Nggak pernah baca buku? Alamak alay lagi.
Andai kau sedikit bersabar dan bisa menahan emosimu, akan ku jelaskan padamu bahwa yang kusampaikan padamu itu benar.
Kau hanya sedang berkhayal bahwa kita telah merdeka.
Bahkan sikapmu padaku semakin meyakinkan hatiku bahwa yang kau katakan adalah bohong!
Tak percaya?
Sini biar ku bacakan arti “penjajah” dalam kamus yang sering Si Bodoh ini membacanya.
Penjajah itu, “Orang yang Menindas Orang Lain!”, ” Orang yg Merendahkan Orang Lain”, “Org yang mem-BULLY orang Lain!!”
Ya ya ya… bukankah perilaku itu yang baru saja kau tunjukan.
Ayolah apa kau pikir penjajah itu yang rambutnya pirang?
Yang kulitnya putih?
Yang makannya keju dan gandum?
Hei! Yang rambutnya lurus-ikal, yang kulitnya hitam-sawomatang, yang makannya tempe-oncom juga bisa menjadi penjajah!
Lihat sekelilingmu! Lihat dirimu!
Setiap yang mengumpat adalah penjajah, setiap yang menindas adalah penjajah, setiap yang nyinyir adalah penjajah.
Jika setiap hari masih terdengar kalimat-kalimat seperti itu, jika setiap hari masih dilakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, tidakkah kau malu berkata, “Merdeka”?
Pandeglang, 17 Agustus 2017