UNJKita.com – Pildaka DKI Jakarta kini mulai menghitung mundur menuju hari pemungutan suara pada tanggal 15 Februari 2017. Yang berarti hanya tersisa kurang lebih 3 bulan tersisa sebelum hari penentuan pemangku kursi DKI 1. 3 Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, Ahok-Djarot, Agus-Silvy, dan Anies-Sandiaga bersaing menuju kursi panas DKI 1. Dan terhitung dari 26 Oktober lalu dimulailah genderang “perang” masing-masing pasangan calon lewat masa kampanye.

Dalam masa ini menjadi masa kritis dimana masing-masing tim sukses ketiga pasangan calon. Beragam jurus pun dilakukan untuk memperebutkan hati masyarakat Jakarta. Namun teruntuk pasangan Gubernur dan Wakil gubernur Jakarta nomer urut 2 Basuki Tjahaja Poernama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) justru mengalami tren negatif dalam kurun 8 bulan terakhir.

Menurut Lembaga Survey Indonesia (LSI), pasangan pertahana memiliki besaran elektabilitas 59,3% pada Maret 2016. Namun pasca kasus Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu pada Senin 26 September 2016 lalu nilai elektabilitas pasangan ini mengalami penurunan yang sangan signifikan. Kini besaran elektabilitas pasangan nomer urut 2 ini berada pada besaran 24,6% atau turun lebih dari setengahnya pada 8 bulan lalu.

Sedangkan untuk pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur lain cenderung stabil. Untuk pasangan dengan nomer urut 1 Agus H. Yudhoyono-Sylviana memperoleh 20,9% dan pasangan nomer urut 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebesar 20,0%. Sedangkan koresponden yang menyatakan rahasia, tidak menjawab dan belum memutuskan sebanyak 34,5%.

Ada 4 alasan utama yang dilansir LSI yang menjadi faktor utama anjloknya elektabilitas Ahok-Djarot. Pertama, efek surat Al Maidah. Kedua, resistensi atas pemimpin beda agama. Ketiga, tingkat kesukaan terhadap Ahok makin menurun. Terakhir karena personaliti dan kebijakan Ahok.

Hal ini diperberat oleh tren penolakan kampanye Ahok-Djarot di berbagai tempat di Jakarta sendiri. Entah ditunggangi atau tidaknya penolakan ini, sudah barang pasti hal ini memperberat jalan tim sukses Ahok-Djarot dalam menyukseskan pasangan Cagub-Wagub mereka untuk melengkang menuju DKI 1. Hal ini tak lepas dari kegeraman warga atas perilaku Ahok sendiri atas berbagai kelakuan beliau dalam berbagai kegiatan.

Dalam survey Media Survei Nasional (Median) yang dilakukan pada kurun waktu 26 September-1 Oktober 2016 sendiri menunjukan bahwa penggusuran dan SARA menjadi 2 alasan kuat masyarakat metolak Ahok. Penggusuran menjadi ketakutan tertinggi dari warga Ibukota sebesar 27,2 persen. Alasan ini juga menjadi salah satu penyebab penurunan elektabilitas dari calon petahana tersebut. Masyarakat khawatir, jika kembali terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada pemilihan kepala daerah Februari 2017, Ahok akan makin sering melakukan penggusuran.

Median melakukan survei terhadap 500 responden warga DKI Jakarta yang memiliki hak pilih. Dengan margin error sebesar 4,4 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Categorized in: