Assalamu’alaykum.
Salam sejahtera untuk Bapak Tito.
Bagaimana kabarnya Pak? Semoga sehat selalu.
Apa tidurnya nyenyak tadi malam, Pak?
Kebetulan tidur saya kurang nyenyak beberapa hari ini, teringat adik-adik saya yang masih ditangkap dan ditahan pihak kepolisian. Pastinya tidur mereka lebih tidak nyenyak dibanding kita ya, Pak. Kasihan.
Apalagi kabarnya mereka sempat dipukuli pihak kepolisian, terlihat dari foto-foto mereka yang beredar di media sosial. Ada yang matanya lebam membiru, bibirnya bengkak, hidungnya berdarah mungkin patah.
Merinding saya membayangkannya, pasti tidurnya makin tidak nyenyak. Berbeda sekali dengan kita ya Pak yang sehat dan mungkin sedang makan enak.
Kabarnya adik-adik kami ini agak nakal, berdemo melewati jam 18.00, padahal telah dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a Perkap No. 7 Tahun 2012, bahwa “Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan, pada tempat dan waktu sebagai berikut: Di tempat terbuka antara pukul 06.00 sampai dengan 18.00 waktu setempat;…”
Harus diakui dalam konteks ini mereka memang salah. Tak perlu dibela.
Tapi saya percaya polisi adalah orang-orang pilihan, pribadi cerdas yang mampu berdialog dan berkomunikasi persuasif. Apalagi yang dihadapi hanya mahasiswa yang sedang sholawatan dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Agaknya teramat berlebihan jika mereka harus dipukuli hingga babak belur.
Kata Bang Haji Rhoma “Masa muda masa yang berapi-api”, pastinya saat itu mereka sedang sangat bersemangat dan gigih untuk bertemu ayahanda tercinta, Bapak Jokowi. Sehingga sampai malam pun mereka setia menunggu, asal bisa bertemu Pak Jokowi untuk tujuan mulia, menyampaikan evaluasi dan masukan atas 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK.
Tidak semua pemuda masih memikirkan kondisi negara, apalagi mau susah payah datang ke istana. Mereka yang kemarin bapak pukuli adalah aset bangsa, anak-anak muda yang kritis dan peduli. Toh, yang mereka perjuangkan adalah nasib rakyat banyak, termasuk nasib Pak Polisi dan keluarganya di rumah.
Mereka mengira asalkan aman dan tidak membuat kerusakan sepertinya tidak masalah untuk aksi hingga larut malam, mencontoh aksi menyalakan lilin yang waktu itu diizinkan sampai malam hari, tidak dibubarkan, bahkan dijaga oleh aparat kepolisian.
Sama-sama bentuk penyampaian aspirasi, dilakukan di malam hari, tapi tragis, sikap dari kepolisian yang jauh berbeda.
Sungguh adil.
Bahkan mereka dipukuli hingga berdarah dan babak belur. Sungguh beradab.
Dalam Pancasila, setelah sila pertama tentang hubungan manusia dengan Tuhan, sila utama antar manusia adalah sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Jika polisi sudah tidak adil dan tidak berabab, hati-hati Pak, Polisi bisa di cap Anti-Pancasila. *senyum
Pecinta binatang saja marah jika lihat binatang dipukuli. Ini mahasiswa dipukuli. Kaum muda terdidik diperlakukan tidak menusiawi. Seluruh rakyat bisa marah, Pak.
Ingat Pak, kaum muda terdidik lah yang dulu menyatukan bangsa ini dengan sumpah pemuda, mereka juga yang merancang kemerdekaan Republik ini, menghadirkan revolusi tahun 1966, membawa angin perubahan dengan Reformasi di tahun 1998. Sejarah Indonesia adalah sejarah tentang mahasiswa.
Penganiayaan terhadap kaum muda terdidik terbukti selalu berakhir dengan hancurnya sebuah rezim.
Jadi, bersikap keras terhadap mahasiswa adalah langkah yang salah kaprah.
Saran saya, bersegeralah minta maaf Pak, lepaskan adik-adik mahasiswa yang masih ditahan, dan perbaiki kinerja kepolisian. Jika tidak, saya khawatir sejarah akan berulang.
Ini bukan ultimatum, hanya ungkapan rasa cinta dari seorang rakyat yang tidak ingin kepolisian dianggap anti pancasila karena bersikap tidak adil dan tidak beradab.
Salam cinta,
Agus Taufiq
*penulis adalah alumnus Fakultas Teknik Universitas Indonesia angkatan 2009, pernah menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Mesin FT UI 2011 dan Ketua Umum BEM FT UI 2012.