Pagi yang begitu indah di Granada. Pancaran sinar mentari menorobos di celah-celah gumpalan awan. Layaknya “God Light“, menembus dinding tebal istana Alhambra. Plaza De San Nicolas , lokasi taman lapang ini salah satu titik tertinggi di Albaicín. Kerap dijadikan wisatawan untuk berfoto atau melihat secara langsung istana Alhambra dari atas bukit.
Albaicín atau hayy-il-bayāzin adalah daerah pemukiman yang didominasi perbukitan. Perumahan yang berdekatan, gang-gang yang sempit, jalan setapak bebatuan, ditambah gaya khas Eropa ditiap sudutnya. Tidak jauh dari Plaza yang riuh pengunjung, di blok yang lain Mezquita Mayor de Granada tegap berdiri. Di bagian minaret tertulis kaligrafi syahadatain bergaya kufi. Masjid Jami’ Granada diresmikan pada tahun 2003 silam. Setidaknya butuh waktu 5 abad untuk mendirikan masjid di Granada, setelah Sultan terakhir Dinasti Umayyah II, Muhammad XII, diusir oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang melakukan reconquesta (penaklukan kembali) pada tahun 1492. Sejak saat itu, Katolik menguasai kembali Semenanjung Iberia hingga Zaragoza.
Menapaki sejarah Islam di Andalusia, tidak lengkap rasanya tanpa menyebut seorang panglima perang pembuka dakwah di Eropa, Thariq bin Ziyad. Seorang gubernur Maroko utusan khalifah Walid bin Abdul Malik yang bernama Musa bin Nushair, selalu membersamai langkah juangnya. Sebelum Maroko menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah, Thariq bersama partnernya itu membuka kembali wilayah Maroko dengan menguasai kota Al Hoceima. Karena sebelumnya daerah tersebut pernah dibuka oleh Uqbah bin Nafi’, namun karena basisnya belum kuat, sehingga sebagian kaum barbar memurtadkan yang sudah Islam. Maka setelah dibuka, Thariq menetap disana untuk mengajar agama kepada kaum barbar Maroko selama beberapa dekade.
Kabar tentang kehebatan pasukan muslim di Maroko terdengar sampai seberang Selat Gibraltar. Rakyat disana mengirim surat kepada Thariq agar “membuka” wilayah Toledo yang dikuasai Raja Roderick yang zalim. 100.000 pasukan Visigoth melawan 12.000 pasukan muslim, dapat dimenangkan oleh muslim dalam waktu delapan hari di bulan Ramadhan. Setelah itu, pembukaan wilayah lainnya di selatan Spanyol lebih mudah.
Tidak lama Andalusia berhasil ditaklukkan. Pada tahun 750 M, Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus disikat oleh Bani Abbasiyah yang bersekutu dengan Syiah dan Bani Khurasan. Lalu terbentuklah Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Emir Spanyol pada saat itu menyatakan tunduk kepada Abbasiyah.
Lalu ada seorang pangeran Bani Umayyah yang lolos dari kejaran tentara Abbas. Ia melarikan diri ke Semenanjung Iberia sebagai wilayah kekuasaan Umayyah. Perjalanannya yang sangat jauh, dan ia sampai di Spanyol pada tahun 756 M. Sekitar 6 tahun berkelana sejak diusirnya keluarga Umayyah dari Damaskus. Ialah Abdurrahman ad-Dakhil. Karena mendapatkan dukungan yang luas, akhirnya Emir Spanyol dibawah kuasa Abbasiyah berpindah tangan ke ad-Dakhil. Jadilah Andalusia sebagai Dinasti Umayyah jilid II dibawah pimpinan Abdurrahman I (756-788 M).
Selama 32 tahun berkuasa, ad-Dakhil membangun sistem keamiran dan menempatkan wakil-wakilnya di setiap daerah secara cermat dan jujur. Islam menguasai pos-pos penting dalam tatanan masyarakat. Ia merapihkan kota tua Cordoba hingga ke taraf modern untuk kota pada saat itu. Tanah diproduktifkan dengan berkebun, masjid-masjid dibangun dan kondisi tata kota diperbaiki. Lalu ia wafat dan diganti oleh anaknya Hisyam I (789-796 M) disertai keadilan dan kedermawanannya.
Dari masanya Hisyam I (789-796 M) ke Hisyam II (976-1009 M), Islam memiliki kewibawaan diatas penguasa-penguasa Kristen yang menduduki Spanyol. Apalagi di masa Abdurrahman III (912-961 M) yang kemudian menyatakan diri sebagai khilafah, ia membangun ribuan masjid, banyak perpustakaan di kota, penerangan di sepanjang jalan dan masih banyak lagi. Jikalau di Kairo ada al-Azhar, di Baghdad ada Bait-ul-Hikmah, maka di Andalus ada Universitas Cordoba yang menjadi rujukan pusat keilmuan kala itu. Michael Scot, seorang penerjemah yang dikatakan mempunyai andil besar dalam renaissance, ia melakukan transliterasi besar-besaran literatur berbahasa Arab.
Tetapi roda kehidupan terus berputar. Kejayaan masyarakat Islam di Andalus perlahan menghilang. Deintegrasi umat, tendensi politik kekuasaan sampai tersebarnya khamar dan musik, menjadi faktor gelombang kehancuran peradaban. Walaupun begitu, penguasa masih menghargai tradisi keilmuan. Penulis dan penyair dibayar mahal oleh kerajaan.
Kekuasaan yang prematur juga salah satu penyebabnya. Hisyam II diangkat sebagai khalifah pada umur 11 tahun. Ibunya dan sekretarisnya yang mengendalikan penuh roda pemerintahan. Selain itu, terjadi 9 kali pertukaran khilafah dalam kurun 1009-1031 M. Struktur politik yang melemah, menjadikan pukulan dari luar semakin menjadi. Maka pada tahun 1031 khilafah dihapuskan.
Sejak dihapuskannya khilafah sampai runtuhnya, peradaban Islam di Spanyol sudah berbentuk wilayah-wilayah kecil atau yang masyhur disebut Muluk-ut-Thawāif. Pada saat itu, kondisi politik sudah amburadul. Kerajaan Islam menyerang kerajaan Islam lainnya dengan meminta bantuan kerajaan Kristen. Semangat untuk bersatu diganti dengan pembelaan terhadap bendera kelompok. Sampai tersisa Granada sebagai kota kunci umat Islam di Spanyol. Boabdil, raja muslim terakhir yang menduduki Spanyol menangis setelah menyerahkan Granda kepada Raja Ferdinand dari Aragon. Ibunya mengatakan kepadanya, “Engkau menangis seperti perempuan untuk sesuatu yang tidak engkau pertahankan layaknya laki-laki.”
Dr. Raghib as-Sirjani menuliskan, salah satu sebab melemahnya umat Islam pada saat itu adalah az-Ziryab atau musik. Mereka terlena dengan petikan-petikan senar, sementara kerajaan Kristen beraliansi untuk merebut kembali dataran Hispania.
Saat ini, Granada hanya mempunyai satu masjid jami’ untuk kota sebesar itu. Masjid-masjid pada masa Islam sudah dihancurkan atau dijadikan gereja. Mezquita de Cordova salah satu masjid yang dijadikan museum karena keunikan arsitekturnya. Simbol-simbol yang berbau Islam dihabisi oleh kerajaan Katolik. Padahal, dahulu umat Kristen dan Yahudi hidup aman dibawah naungan raja-raja Islam, bahkan diizinkan membuat lembaga peradilan sesuai qanun mereka. Saat itu, Isabella menolak untuk menghancurkan istana Alhambra karena terkagum oleh keindahan bangunannya.
Disana akan banyak ditemukan kaligrafi yang menawan. Alhambra, menjadi simbol peradaban Islam yang melampaui zamannya.
Islam di Spanyol mempunyai modal sejarah yang kuat. Dalam sebuah makna hadits, bahwa Romawi (Eropa) akan diduduki oleh Islam dua kali. Semakin banyak yang sadar tentang keagungan Islam. Arus informasi yang begitu cepat, sehingga masyarakat dapat mengetahui Islam lebih mudah. Jangan kaget ketika dakwah Islam mulai futuh di Eropa kelak. Apakah kita ambil peran atau tidak dalam dakwah Islam di Eropa, itu jadi soalan. Selamat belajar!
Wallahu a’lam bishshowab
Oleh: M Rahmat Ramadhani (Mahasiswa Ilmu Agama Islam FIS UNJ 2015)
Maraji’:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al-Andalus. Diakses pada tanggal 8 November 2017.
Nafis, Cholil, 2016, Menelusuri Jejak Kejayaan Islam di Masjid Granada, [online], (http://m.tribunnews.com/amp/tribunners/2016/09/22/catatan-safari-dakwah-di-eropa-menelusuri-jejak-islam-di-masjid-granada.html, diakses tanggal 5 November 2017)
Hadi, Nurfitri, 2014, Thariq bin Ziyad Penakluk Andalusia, [online], (http://kisahmuslim.com/4201-thariq-bin-ziyad-penaluk-andalusia.html, diakses tanggal 7 November 2017 )
Nasrah, 2004, Sebab-sebab Kehancuran Islam di Spanyol, [pdf], (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1656/1/arab-nasrah2.pdf, diakses tanggal 4 November 2017)
Hamas, Edgar, 2015, Fakta Penting Tentang Berakhirnya Islam di Andalusia, [online], (http://rushendra.com/blog/fakta-penting-tentang-berakhirnya-islam-di-andalusia/, diakses tanggal 7 November 2017)