Salah satu hal menarik yang berkembang di kalangan mahasiswa adalah keberadaan Badan Eksekutif Mahasiswa atau sering disingkat BEM. Lembaga ini berfungsi sebagai wadah bagi mahasiswa untuk melatih kemampuan dalam berbagai hal termasuk skill kepemimpinan, public speaking, manajemen organisasi, dan hal lainnya.
BEM umumnya akan memiliki banyak program kerja yang diawasi oleh lembaga legislatif tiap tingkatannya. Program kerja inilah sebagai ujung tombak yang menentukan eksistensi BEM di dalam hati segenap mahasiswa.
Salah satu opini yang menarik yang berkembang di kalangan mahasiswa adalah pernyataan bahwa BEM hanyalah sebatas EO (Event Organizer) yang kerjanya hanya mengadakan berbagai event tertetu. Event lagi dan event lagi. Mereka hanya sibuk rapat dan rapat, katanya.
Lantas apakah opini tersebut bijaksana? Hal tersebut tergantung dari sang penikmat opini. Lalu apakah benar BEM hanya sekedar EO (Event Organizer)?
Pada umumnya mahasiswa berpendapat bahwa BEM seharusnya lebih besar dalam melayani mahasiswa, membuat program yang terasa bagi banyak mahasiswa, atau harus menyelesaikan berbagai permasalahan mahasiswa. Kebanyakan yang dilihat oleh mahasiswa umum adalah BEM dengan eventnya. Event lagi dan event lagi.
Sebelum membahas BEM sebagai EO (Event Organizer), ada beberapa persepsi yang harus diluruskan. Walau namanya mengandung kata “eksekutif”, BEM bukanlah lembaga layaknya pemerintah dalam sistem trias politica. Akan sangat tidak tepat jika menyamakan BEM dengan pemerintah suatu negara. Hal tersebut dikarena beberapa hal yang tidak dimiliki oleh BEM.
BEM tidak pernah mengeluarkan hukum atau peraturan positif yang mengikat kepada seluruh mahasiswa. Berbeda dengan pihak dekanat atau rektorat yang memiliki kewenangan membuat peraturan yang mengikat kepada segenap mahasiswa. Pada prinsipnya, AD/ART OPMAWA yang disahkan MTM memang memberi kemungkinan bagi BEM untuk melakukan hal tersebut. Namun, dalam sejarah tidak pernah ada peraturan Ketua BEM yang mengikat kepada setiap mahasiswa. Jika ada paling hanya ditertawakan karena BEM tidak memiliki aparatur penegakan peraturan layaknya polisi dan tidak bisa pula memberikan sanksi.
Akan menjadi sangat berbeda jika BEM berkuasa membuat peraturan yang mengikat kepada mahasiswa. Coba bayangkan jika Ketua BEM dapat mengeluarkan larangan menggunakan celana jeans dan peraturan tersebut wajib dipatuhi. Tentu BEM akan dipandang bukan sebatas mengerjakan event dan event lagi.
Anggaran BEM juga sangat terbatas sehingga mempengaruhi berbagai program kerja yang dibuatnya. Sebenarnya ada banyak program kerja yang bagus dan bermanfaat seperti seminar, kuliah umum, olimpiade, berbagai jenis pelatihan. Namun karena terbatasnya dana, program tersebut paling hanya dilaksanakan sekali selama kepengurusan. Jika diadakan pun tidak dapat dinikmati semua kalangan mahasiswa.
Namun jika diamati, dari keadaan tersebut justru memunculkan sisi kelebihan dari BEM yang mampu memanfaatkan anggaran terbatas dengan membuat berbagai program yang besar. Akan menjadi berbeda jika dana untuk BEM berlipat-lipat jumlahnya. Tentu jumlah program kerja yang ada semakin intensif.
Pengurus BEM umumnya juga mahasiswa aktif yang mengikuti perkuliahan. Terlebih dengan banyaknya tugas perkuliahan atau pun tugas dari keluarga. Walaupun demikian mereka meluangkan waktunya untuk berfikir, bekerja keras mengadakan program kerja yang tujuannya memberikan manfaat bagi mahasiswa. Kebanyakan orang yang mengatakan bahwa BEM sebatas EO (Event Organizer) adalah mereka yang tidak pernah merasakan menjadi pengurus BEM ataupun mereka yang pernah menjadi pengurus BEM namun kurang aktif atau kurang memahami peran kerja BEM secara komprehensif.
Pernyataan BEM hanya sebagai EO (Event Organizer) seolah terkesan negatif. Namun jika kita cermati, stempel EO (Event Organizer) itu ternyata tidak salah sepenuhnya. Dengan catatan event yang diadakan oleh BEM bukanlah sebatas event ceremonial seperti event perayaan ulang tahun organisasi atau event penyambutan hari besar dengan berpesta.
Jika kita amati event yang diadakan oleh BEM justru memiliki tujuan memberi kebermanfaatan bagi mahasiswa. Sebagai contoh adalah event seminar beasiswa, diskusi publik, kuliah umum, olimpiade, dan berbagai pelatihan. Event-event tersebut justru memberikan manfaat besar bagi mahasiswa. Bukan sebatas event potong kue dan tiup balon. Dengan demikian BEM memang EO (Event Organizer), hanya saja event yang dibuatnya adalah event multi manfaat bagi mahasiswa.
Jika diamati secara komprehensif ternyata banyak banyak agenda yang bukan event. Di antaranya adalah peran advokasi, peran informasi, dan peran sosial politik. Tiga peran BEM inilah yang membedakan BEM dengan lembaga lainnya.
Peran advokasi BEM dapat dirasakan secara jelas pada saat musim pembayaran UKT. Biasanya BEM yang diwakili oleh Departemen Advokasi akan saling berkoordinasi, baik BEM tingkat universitas, fakultas maupun prodi. Mereka akan bekerja dalam hening, memantau mahasiswa yang kesulitan finansial. Data mahasiswa yang kesulitan finansial UKT inilah yang digunakan oleh BEM universitas untuk meminta perpanjangan waktu pembayaran UKT kepada pimpinan UNJ. BEM juga menyediakan dana khusus yang diperoleh dengan susah payah seperti hasil wirausaha, melobi pihak yayasan tertentu, maupun dengan meminta donasi kepada mahasiswa dan masyarakat. Dana inilah nantinya digunakan oleh BEM untuk mengadvokasi mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT.
Peran advokasi bukan sebatas pada saat masa pembayaran UKT. Pada saat kuliah efektif, Departemen Advokasi umumnya terus memantau dan mencari solusi jangka panjang bagi mahasiswa yang bermasalah finansial. Diantaranya adalah memberika link pekerjaan, atau link private.
Hal yang umum dilakukan untuk membantu mahasiswa berkesulitan finansial adalah dengan mencarikan beasiswa. Operasi pencarian beasiswa biasanya dilakukan secara ketat. Beasiswa dari dalam kampus umumnya dikelola oleh Pembantu Dekan III atau Kasubag yang menangani kemahasiswaan. Utusan BEM umumnya akan terlebih dahulu menemui Kaubag Kemahasiswaan dan menyodorkan rekomendasi nama sesuai hasil pemantauan BEM yang dilengkapi dengan data-data penunjang. Dengan demikian beasiswa akan lebih tepat sasaran. Tak sedikit pula orang tua mahasiswa yang langsung datang ke sekret BEM untuk meminta bantuan finansial.
Peran advokasi yang dijalankan oleh BEM seperti contoh di atas tentunya bukan event yang bisa difoto lalu dipublikasikan ke media sosial. Peran ini biasanya dilakukan secara senyap. Bahkan sesama anggota BEM terkadang tidak mengetahui. Hal tersebut karena mahasiswa yang kesulitan finansial umumnya meminta agar kasusnya tidak tersebar luas. Secara kode etik pun BEM tidak akan menyebar data-data mahasiswa yag kesulitan finansial.
Contoh peran advokasi yang tersohor di UNJ adalah keberhasilan BEM dalam mendesak pihak rektorat agar menghapuskan uang pangkal bagi mahasiswa jalur penmaba tahun masuk 2016, serta penurunan nominal golongan UKT yang sangat membantu mahasiswa baru. Kebijakan Rektor yang menghapus biaya parkir juga merupakan salah satu yang diperjuangkan oleh BEM dengan beberapa kali melakukan audiensi dengan pimpinan UNJ secara tertutup.
Peran lainnya yang menyanggah anggapan BEM hanya sebatas EO (Event Organizer)adalah peran sosial. Berbagai kegiatan sosial digalakan oleh BEM. Contoh sederhananya adalah penggalangan dana jika ada musibah, ataupun mengadakan program kerja yang bertajuk santunan terhadap kalangan masyarakat tertentu.
Contoh kongkrit dari aksi sosial BEM lainnya adalah dengan berdirinya Comdev (Community Development). Dari delapan fakultas yang ada, hanya dua fakultas yakni FIK dan Fakultas Psikologi yang belum memilik Comdev (Community Development). Comdev (Community Development) merupakan ujung tombak BEM dalam menjalankan tugas pengabdian masyarakat dengan cara memberikan pendidikan dan pengajaran secara gratis terhadap anak-anak sekitar kampus secara rutin setiap minggunya.
Selain kedua peran tersebut, peran lainnya adalah peran komunikasi. BEM merupakan jembatan komunikasi antara mahasiswa dengan birokrat kampus. Berbagai kebijakan kampus yang dibuat oleh birokrat umumnya akan disebarluaskan melalui BEM terlebih dahulu. Dalam beberapa kasus, BEM mewakili mahasiswa untuk berkomunikasi mendiskusikan berbagai permasalahan-permasalahan mahasiswa yang ada.
Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa peran BEM bukan sebatas sebagai EO (Event Organizer). Ada banyak peran lainnya yang umumnya tidak disadari oleh mahasiswa luas. Terlebih bagi mahasiswa yang sedari awal sudah pesimis terhadap BEM dengan jarang mengikuti kegiatan yang ada, menolak hadir di kajian atau seminar, dapat pengumuman tidak dibaca, dan lain-lain. Akan menjadi tidak bijaksana jika mengatakan BEM hanya sebatas EO (Event Organizer).