“Hidup hanya sekali, jangan menua tanpa karya dan inspirasi”. (Ridwan Kamil)
Layaknya pohon yang menua tanpa berbuah mungkin itulah analogi yang tepat untuk pemuda yang menua tanpa karya barang sebuah. Sudah bukan rahasia lagi bahwa pemuda yang diidamkan bangsa adalah mereka yang senantiasa berkarya sesuai kemampuannya. Karya tak terbatas pada sesuatu yang mendunia, karya adalah segala hal yang berhasil tercipta dari pikiran dan perbuatan diri sendiri tanpa plagiasi. Seuntai kalimat mutiara pun jika hasil keresahan dan pemikiran diri sendiri patut dikatakan sebagai karya, dan itu masih lebih baik dari pada menghamburkan tiap detik umur yang anda punya dengan hal yang tak berguna. Sudah cukup negeri ini mahsyur dengan isu kepemudaan yang semakin hari semakin tepuruk, tawuran, narkoba, seks bebas, dan lain sebagainya. Saatnya negeri ini mahsyur dengan karya pemuda-pemudi nya.
Karya bisa berupa sesuatu yang terlihat, terdengar, atau bahkan hanya bisa diraba. Tak perlu dilihat banyak orang atau didengarkan disetiap penjuru jalan, bahkan sesuatu yang menimbulkan rasa indah bagi yang melihat,mendengar atau merasakannya pun dapat disebut karya, karya seni.
Bagaimana Cara Untuk Selalu Berkarya?
Hal mendasar yang harus diperhatikan sebelum memulai berkarya adalah kenali diri anda sebaik-baiknya. Maksudnya adalah pahami diri anda secara menyeluruh bukan hanya sekedar paham apa yang diri anda ingin ciptakan tapi juga paham apakah anda memiliki kemampuan untuk mewujudkan karya yang ingin anda ciptakan tersebut.
Mungkin sudah menjadi familiar kata “Born to be an artist, singer, or anything”, ya, kalimat yang menyatakan bahwa seseorang tersebut memang sudah memiliki bakat atau sering disebut anugrah. Maka coba kenali bakat anda, apakah anda seorang penyair dengan kemampuan menguntai kata indah, atau anda seorang penulis dengan kemampuan menyusun kalimat yang menenggelamkan pembaca pada susunan rapi kalimat yang anda karang, atau anda seorang pelukis yang bisa bercerita diatas sebuah kanvas kosong. Tentunya semua hanya anda yang tahu, atau bahkan anda belum menemukan dan menyadari bakat apa yang anda miliki selama ini. Langkah pertama inilah yang harus menjadi pijakan awal untuk dilalui semua orang jika ingin berkarya.
Langkah berlanjut kepijakan berikutnya yaitu, memahami apa yang anda senangi. Sudah bukan rahasia lagi lebih mudah melakukan sesuatu yang anda senangi dibanding mengerjakan sesuatu yang tidak anda sukai atau bahkan anda benci. Sederhananya, anda akan lebih mudah menghasilkan sebuah karya dari sebuah hobi. Anda hobi menyusun kata? Mengapa tak mencoba membuat sebuah cerita pendek, puisi, atau novel dan publikasikan hasil hobi anda, dan lain sebagainya.
Selanjutnya Jangan pernah menunda untuk memulai berkarya, karena menunda sebuah permulaan sama saja dengan menjauhkan diri anda dari titik kesuksesan. Mungkin selama ini banyak orang menganggap mempertahankan sesuatu adalah hal yang paling sulit, padahal memulai sesuatu tak jauh lebih mudah dari mempertahankannya. Maka dari itu, segera sambut sinyal keinginan untuk berkarya dari diri anda sebelum sinyal tersebut lenyap. Sinyal keinginan tersebut hanya diri sendiri yang tahu, tak dapat diapresiasi orang lain apalagi menginspirasi orang lain, maka dari itu realisasikan sinyal tersebut dalam sebuah karya yang karenanya sesuatu yang tak dapat diapresiasi bisa diapresiasi oleh orang lain dan sesuatu yang tak mungkin menginspirasi mungkin dapat menginspirasi orang lain untuk ikut memulai berkarya.
Untuk mempermudah dalam berkarya langkah selanjutnya adalah implementasikan teori kebiasaan dalam berkarya. Charles Duhigg menjelaskan secara gamblang apa itu teori kebiasaan dalam bukunya yang berjudul “The Power of Habit”. Penjelasan Charles Duhigg membuat paham bagaimana seekor tikus bisa bergerak cepat menuju coklat santapan diujung labirin, seekor kera mengenali bentuk untuk mendapatkan lezatnya setetes jus, atau seorang atlet yang bergerak amat lihai diatas lapangan. Kuncinya satu, yaitu pengulangan, baik itu puluhan atau bahkan ratusan kali. Pengimplementasian teori kebiasaan dalam berkarya memungkinkan saya, anda, atau siapapun yang melakukannya akan secara berkala dan tetap membuat sebuah karya. Inilah yang dimaksud kebiasaan oleh Duhigg. Untuk mencapai titik tersebut tentunya bukan sesuatu yang bisa dibentuk dengan instan, sekali lagi untuk mencapai titik memiliki kebiasaan berkarya seseorang harus mengulang rutinitas berkarya mungkin lebih dari sepuluh kali.
Lebih lanjut Duhigg meletakan grafik aktivitas otak seekor tikus percobaan yang diuji untuk menemukan sebuah coklat diujung lorong sesat. Awal-awal percobaan aktivitas yang terjadi terlihat stabil pada level tinggi namun, setelah dilakukan pengulangan berkali-kali yang terjadi adalah aktivitas otak berada pada level rendah, atau setidaknya tidak setinggi percobaan-percobaan awal. Artinya, setiap pengulangan berkarya yang kita lakukan maka kita membutuhkan semakin sedikit tenaga untuk melakukannya, atau semakin sedikit waktu berpikir untuk melakukannya. Itu menjelaskan mengapa jemari seorang gitaris bisa menari dengan lincah diatas senar-senar gitar dan menciptakan lantunan nada indah yang membuai. Kecepatan jari-jemari sang gitaris adalah hasil dari singkatnya waktu berpikir sehingga perintah dari otak lebih cepat sampai dan diterima oleh jari-jemari.
Begitulah cara kerja otak menurut penuturan Duhigg. Semakin sering melakukan aktivitas yang sama semakin sedikit aktivitas yang terjadi diotak. Kita ambil contoh orang yang berkarya lewat tulisan. Mungkin diawal-awal karyanya butuh waktu lama dan sulit untuk membuat sebuah karya, namun seiring berjalannya waktu dan seiring terbiasanya menulis maka kesulitan yang dirasakan akan berkurang dan waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah tulisan mungkin juga akan berkurang.
Duhigg menjelaskan pula dalam bukunya terkait siklus kebiasaan yang bisa dipahami untuk mempermudah dalam berkarya. Dimana siklus tesebut terdiri dari sebuah tanda, rutinitas, dan sebuah ganjaran. Tanda yang dimaksud adalah sebuah awal yang membuat otak anda meresepon untuk bekarya. Sebuah respon tersebut yang terealisasi disebut rutinitas, dalam bahasan ini berarti proses menciptakan sebuah karya. Setelah rutinitas telah dilakukan maka akan timbul sebuah ganjaran, dalam hal berkarya ganjaran yang dimaksud bisa sebuah perasaan bahagia atas berhasilnya anda berkarya, bisa pula sebuah piala juara atas karya anda, atau bahkan sebuah tepuk tangan yang bergemuruh akibat dari karya anda. Sederhananya ganjaran dapat berupa apresiasidari orang lain atau bahkan hanya sebatas perasaan yang membuat anda merasakan sebuah kepuasan, kepuasan telah menciptakan sebuah karya.
Langkah terakhir yang juga masih berhubungan dengan teori kebiasaan, yaitu teori mengidam. Ya, kata mengidam yang identik dengan Ibu hamil dijelaskan secara menarik oleh Duhigg dan mudah dipahami. Dari siklus kebiasaan yang telah dijelaskan ada sebuah titik bernama ganjaran yang normalnya dirasakan diakhir siklus tersebut. Namun, adanya teori mengidam membuat diri kita bisa membayangkan atau bahkan merasakan dengan samar ganjaran yang akan kita peroleh bahkan sebelum titik kedua dalam siklus kebiasaan kita lakukan. Mengidam sebuah ganjaran inilah yang akhirnya mendorong seseorang untuk lebih cepat melakukan rutinitas. Dari penjelasan tersebut maka jelas, mengidam tepuk tangan, sebuah piala, atau bahkan sebatas perasaan senang akan lebih mendorong kita untuk menciptakan sebuah karya.
Beberapa langkah diatas adalah sedikit teori yang bisa kita coba implementasikan dalam kegiatan berkarya, sehingga kita bisa lebih rutin meghasilkan sebuah karya. Yuk berkarya untuk Indonesia yang lebih baik.
“Menyesali nasib tidaklah mengubah keadaan, terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga.” (Gus Dur)