UNJKita.com –  Universitas Negeri Jakarta (UNJ), sebuah kampus hijau yang terletak di jantung ibu kota kita yaitu DKI Jakarta, sebuah Universitas ternama di Indonesia yang tentunya banyak diminati oleh calon – calon mahasiswa di seluruh penjuru Indonesia. Kampus yang dijuluki kampus pergerakan dan pencetak guru – guru terbaik yang sangat di kenali oleh khalayak ramai. Sayangnya, dibalik semua hal yang sudah dikenal masyarakat, UNJ menyimpan banyak kekurangan terutama dalam segi sarana prasarana.

Sehubungan dengan kondisi musim di Indonesia saat ini yang sering turun hujan, tak pelak kampus UNJ pun ikut tergenang air. Kamis (10/10/2016) pukul 16.49 WIB, hujan kembali mengguyur kawasan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan lebat, dan menggenangi beberapa titik yang menjadi area langganan banjir yaitu gedung N, Panggung Fakultas Ekonomi (FE), dan beberapa titik lainnya pada pukul 17.34 WIB.

fe-unj-banjir

Gedung N Fakultas Ekonomi Dilanda Banjir

Suatu hal yang kompleks bila berbicara banjir di ibukota yang tidak akan terlepas dengan kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Masalah banjir di Jakarta memang sudah menjadi rahasia umum yang sudah menjadi langganan di setiap tahunnya, namun yang menjadi hal yang cukup aneh adalah untuk skala kampus yang cukup besar seperti UNJ ternyata masih mendapatkan dampaknya yang bila hujan sedikit maka beberapa titik di UNJ sudah dipastikan tergenang air.

Bila ditarik kembali letak kampus UNJ memang berada di tanah yang dahulunya adalah rawa, di tambah lagi tata kota alias drainase dari kota kita yang belum mumpuni sampai saat ini serta perilaku masyarakat dan mahasiswa sekitar yang masih kurang peduli dengan lingkungan di Universitas Negeri Jakarta. Sehingga menimbulkan banyak sekali faktor yang memberikan pertanyaan dalam benak kita, salah siapakah bila kampus hijau ini langganan akan banjir?

Annisa Dewanti Putri, Master of Civil Engineering, Beijing Jiaotong University menjelaskan terlepas dari itu semua kampus hijau ini juga masih tergolong kurang dalam segi daerah resapan, pembangunan yang di lakukan pun melalaikan lingkungan dan menggusur daerah resapan yang ada di kampus. Akibatnya, aliran air di drainase menjadi tidak menentu akan arah dan saat hujan lebat turun beberapa titik lokasi di UNJ akan kembali tergenang oleh banjir.

“Seharusnya dicoba untuk membuat underground water way, yang sepertinya sudah sangat diperlukan oleh ibukota DKI Jakarta khususnya UNJ, agar kiranya debit air yang melimpah bisa dikembalikan kebawah tanah” tutur Annisa Dewanti Putri.

Dan bila dibicarakan ke kampus hijau kembali, berarti bukan hanya masalah teknis saja yang harus di cermati melainkan juga dari kebijakannya. Yang di maksudkan dari kebijakan ini adalah kemampuan dari sumber dayanya. Misalnya memperbanyak tempat sampah, memperbaiki sarana prasana tersier yang harus selalu di normalisasi, kebijakan untuk membuang sampah pada tempatnya dan kesadaran dari mahasiswa yang juga turut andil untuk meminimalisir banjir.

Serta penyedia fasilitas UNJ juga kerapnya harus memikirkan upaya-upaya untuk mengatasi banjir agar tak kembali masuk ke area kampus, misalnya saja dengan menyediakan pompa untuk menyedot air banjir, meninggikan dasar bangunan dan banyak lagi cara lainnya. Karena bila di lihat dari fakta di lapangan tata kelola kampus terkesan hanya fokus dalam pembangunan gedung – gedung penunjang yang mencakar langit. Sehingga kampus hijau yang di lantangkan ke telinga masyarakat malah hanya memperlihatkan bahwa gedung – gedungnya saja yang hijau. Padahal sejatinya bila dalam sebuah fasilitas yang baik akan mampu menaikan persentase dari output yang lebih berkualitas lagi. Semoga kampus hijau kita memang layak disebut sebagai kampus hijau yang dapat berpisah dari sahabat lamanya “banjir”.

Categorized in: