Tahu kah kalian, bahwa digitalisasi tidak hanya terjadi pada teknologi yang berkaitan dengan produk-produk elektronik ? saat ini sudah tersebar pula mata uang dalam bentuk digital yang dapat digunakan layaknya mata uang kertas yang sering kita gunakan untuk bertransaksi. Seperti halnya mata uang kertas (fiat money) berjenis rupiah (Rp), dollar ($), euro (€), yen (¥) dan won (₩) mata uang kripto ini (cryptocurrency) juga memiliki ragam jenis.
Berdasarkan besar kapitalisasinya, jenis-jenis mata uang kripto atau digital adalah Bitcoin dengan kapitalisasi pasar tertinggi yang mencapai USD 3,3 Miliar; kemudian disusul oleh Ripple dengan kapitalisasi pasar mencapai USD 253 juta; di bawahnya terdapat Litecoin dengan kapitalisasi pasar USD 54 juta; Dash dengan kapitalisasi pasar USD 15 juta; dan Stellar dengan kapitalisasi pasar sebesar USD 13 juta. Lantas bagaimana bisa jenis-jenis mata uang ini beredar ? bahkan sudah ada beberapa negara yang menerima pembayaran atas transaksi dengan mata uang berjenis kripto, seperti Jepang dan Amerika Serikat.
Sebelum manusia mengenal mata uang, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya manusia terlebih dahulu menggunakan sebuah sistem tradisional saling tukar antara barang yang dimiliki dengan seseorang yang memiliki barang yang diinginkannya. Sistem ini biasa disebut dengan barter. Namun perlu diketahui bahwa sifat alami manusia adalah tidak pernah puas, selalu berkeinginan untuk memajukan peradaban sehingga dapat memudahkan kehidupannya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sejarah telah mencatat perkembangan hidup manusia hingga era modernisasi dan globalisasi, dimana dengan adanya teknologi, kelangsungan ekonomi dapat terjadi dalam setiap detik.
Produksi masal dalam jumlah banyak bukan hal yang tidak mungkin. Distribusi menjadi lebih mudah. Tanpa sekat, tanpa batas. Melampaui negara yang terpisah jarak dan waktu. Maka tak heran lagi, bahkan sudah menjadi hal yang sangat biasa jika di Indonesia banyak orang makan di restoran amerika atau menggunakan produk asia dan lainnya. Ini semua merupakan dampak yang muncul dari hadirnya modernisasi dan globalisasi tersebut.
Kemudahan-kemudahan yang telah disediakan teknologi untuk memasarkan kebutuhan hidup menjadi salah satu faktor munculnya transaksi virtual. Misalnya ketika berbelanja secara daring, cara pembayaran juga akan menyesuaikan, seperti dengan mentransfer biaya pembelian untuk mendapat barang atau jasa yang dibutuhkan. Demikian halnya dengan penjual. Setelah melihat pertambahan nilai di rekening tinggal mengirim barang atau jasa sesuai pesanan.
Meski sama-sama secara virtual, mata uang kripto dengan proses transaksi yang disebutkan sebelumnya tidak sama. Karena bagaimanapun proses daring tersebut, mata uang yang digunakan tetap konversi dari uang kertas (fiat money) yang berlaku dan telah diakui di negaranya atau di dunia.
Secara definisi, mata uang kripto (cryptocurrency) adalah mata uang digital yang transaksinya dilakukan secara daring. Tidak seperti uang pada umumnya yang dicetak, mata uang kripto atau digital ini didesain dengan memecahkan soal matematika yang cukup rumit berdasarkan kriptografi, nilai enkripsi yang unik dan penggunanya adalah suatu komunitas yang terhubung dalam jaringan komputer peer to peer.
Selain itu, mata uang digital atau kripto tidak dikendalikan oleh pemerintah atau bersistem terdesentralisasi. Penemu mata uang kripto pertama berjenis bitcoin adalah Satoshi Nakamoto. Dilansir bahwa Satoshi Nakamoto membuat sebuah jaringan yang mampu menghubungkan penggunanya tanpa perantara atau otoritas pusat seperti perbankan dan pemerintahan. Cukup menggunakan laptop atau android yang terhubung internet.
Karena tidak menggunakan perantara, untuk mengatur penambahan data yang tersimpan dikenal istilah blockchain. Sebuah revolusi bidang pencatatan yang berusaha memberikan solusi atas selisih waktu dan transparansi yang biasa terjadi antara pengguna atau nasabah dan bank sebagai perantara. Blockchain akan menyimpan data yang bertambah dalam tiap blok. Setelah tercatat, data transaksi juga tidak akan bisa diubah dan dipalsukan. Selain itu, jika di bank terdapat buku induk yang mencatat seluruh transaksi yang hanya dapat dilihat oleh pihak berwenang, maka blockchain ini dapat diakses oleh seluruh pengguna.
Meski keunggulan dari mata uang digital ini cukup menonjol, namun terdapat risiko yang membuat mata uang ini memiliki kelemahan, seperti nilainya tidak stabil karena bersifat spekulatif; rawan pencurian, di mana mata uang digital ini tersimpan dalam sebuah wallet atau dompet berupa smartphone, atau laptop yang rentan terhadap virus dan dapat diretas oleh hacker. Sehingga saat tempat penyimpanan rusak, maka mata uang digital akan hilang dan tidak dapat dilacak karena tidak ada server pusat; dan dapat digunakan sebagai alat pencucian uang karena tidak akan diawasi oleh pemerintah atau terkena pajak. Ditambah belum semua negara dapat menerima mata uang digital ini. Mungkin sudah ada, tapi tidak banyak. Tergantung pada kemajuan teknologi dan kecepatan regulasi di negara tersebut.
Dalam kesimpulannya, mata uang kripto atau digital memang memiliki keunggulan dan inovasi berbasis teknologi yang tinggi. Namun di samping itu juga memiliki risiko yang tak kalah tinggi dan tidak bisa digunakan oleh setiap orang. Berbeda dengan mata uang kertas yang mudah digunakan oleh setiap orang, diakui oleh setiap negara yang mengeluarkannya dan nilainya dapat disesuaikan atau diawasi oleh otoritas yang berwenang. Sehingga sampai saat ini belum dapat dikatakan bahwa mata uang kripto (cryptocurrency) lebih baik dari mata uang fiat (fiatcurrency). Lantas bagaimana Indonesia menanggapi mata uang digital ini ? apakah mata uang kripto sudah dapat diadopsi dan diakui oleh pemerintah Indonesia ?. Nantikan tulisan selanjutnya yaa 🙂
Referensi:
cryptouniversity.co.id/macam-macam-cryptocurrency-terbesar-di-dunia-yang-sering-digunakan/
finansialku.com/apa-yang-dimaksud-dengan-cryptocurrency-mata-uang-digital/
tirto.id/blockchain-teknologi-yang-awalnya-membuat-takut-bank-cxJu
cryptouniversity.co.id/5-kelemahan-uang-virtual-crypto-currency/