Bertempat di JS Luwansa Hotel & Convention Center, Dosen Fakultas Ekonomi dan 5 perwakilan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi berkesempatan untuk mengikuti Seminar bertajuk “Cooperation Potentials on Aquaculture an Marine Resources: When ‘New Southbound Policy Meets Sea Is Our Nations’s Future Policy”. Diselenggarakan atas kerjasama TETO dan ICWA, apa yang menjadi penting dalam seminar ini?
Sebelum mengetahui jawabannya, yuk kita kenalan dulu sekilas tentang Taiwan. Taiwan atau Republic of China (ROC) diakui sebagai sebuah provinsi dari Republik Rakyat Tiongkok (China). Dengan bentuk kepulauan yang terpisah dari daratan China, Taiwan memiliki paspor sendiri yang berbeda dari China. Perekonomian Taiwan terus menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan sektor jasa menjadi penyumbang terbesar dari Produk Domestik Brutonya, disusul oleh industri dan pertanian. Taiwan menjadi produsen nomor 1 di dunia di bidang perakitan, pengemasan, dan pengujian teknologi. Kepemimpinan presiden Taiwan yang sekarang/ Tsai Ing Wen memfokuskan pembangunan lima industri yakni bioteknologi, mesin pintar, teknologi ramah lingkungan, pertahanan nasional, dan pusat penelitian.
Pada seminar yang diselenggarakan hari Selasa, 29 Agustus 2017 itu, memperkenalkan kebijakan “New Southbound Policy”, dimana Taiwan menyasar negara-negara di Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Asia Selatan, Australia, dan New Zealand sebagai mitra strategis potensial dalam kerjasama sosial dan ekonomi. Dalam “New Southbound Policy” diantaranya mempermudah visa masuk, meningkatkan ekspor ke Taiwan, alih teknologi dari Taiwan ke negara berkembang, proyek investasi, dan memperluas kesempatan untuk negara-negara dalam “New Southbound Policy” mengirimkan pelajar ke Taiwan.
Karena tak dipungkiri Asia adalah pusat gravitasi ekonomi global di abad 21. Diperkirakan pada tahun 2030, ukuran Ekonomi Asia melampaui gabungan Amerika Utara dan Eropa. Dalam seminar yang dihadiri banyak pemegang kepentingan seperti pejabat, praktisi, dan akademisi dari kedua negara tersebut, memfokuskan pembahasan “New Southbound Policy” pada bidang pemakaian teknologi bidang maritim. Indonesia dengan banyak hasil lautnya masih minim teknologi yang dapat membantu mengoptimalkan hasil laut dan pengolahannya. Ditambah Hasil laut Indonesia tidak hanya dari ikan, tapi yang terbesar juga ekspor rumput laut.
Potensi maritim besar karena wilayah Indonesia 2/3 nya adalah laut. Dibandingkan dengan Taiwan yang telah memakai teknologi di bidang maritim. Beberapa akademisi yang hadir diantaranya professor Shyn Shin Sheen dari Universitas Nasional Taiwan dan Yonas Karyanto dari Oceana Ecoculture Biotechnology Taiwan. Penjabaran dari standar kelayakan lingkungan laut, manajemen yang baik mulai dari pengoptimalan produksi hasil laut hingga sampai ke tangan konsumen, hingga hal yang mungkin masih asing di Indonesia mengenai sertifikat internasional ikan untuk budidaya berkelanjutan. Diharapkan dapat diadakannya alih teknologi di bidang maritim dari Taiwan untuk Indonesia.
“Dengan hubungan yang telah lama dibangun antara Taiawan dengan Indonesia, dalam kebijakan New Southbound Policy ini kita akan menemui tantangan baru dan membuka peluang untuk pembangunan ekonomi di kedua negara.” Tutur professor Makarim Wibisono sebagai salah satu pembicara bersama Hidayat Nur Wahid dan Tri Haryanto mewakili Indonesia.
Dan kabar baiknya adalah, Universitas Negeri Jakarta telah bekerjasama dengan Universitas di Taiwan, jadi siapa yang mau menimba ilmu sampai ke Taiwan?