Membayangkan Universitas Negeri Jakarta adalah membayangkan pendidikan khususnya kampus penghasil para guru. Itulah bayangan yang melekat pada pikiran sebagian masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di Jakarta. Sebuah bayangan yang tak salah mengingat kampus yang sebelumnya bernama IKIP Jakarta ini memang membrandingkan diri sebagai kampus murah, merakyat dan produsen guru. Tak salah pula ketika saya seringkali ditanya setelah lulus pasti bekerja sebagai guru.

Citra sebagai kampus penghasil guru itu sebenarnya menjadi sebuah penilaian yang baik kepada kampus ini. Pasalnya guru sebagai tenaga pengajar di institusi pendidikan berperan penting sebagai sosok yang membentuk sumber daya manusia berkualitas. Kehadiran guru memberikan inspirasi manusia untuk menuju perubahan yang lebih baik dan mencapai kehidupan penuh keadilan dan kesejahteraan. Guru menjadi salah satu pemain penting dalam memajukan masa depan pendidikan anak bangsa.

Sebutan kampus guru terasa semakin kencang jika melihat banyak sisi internal dan eksternal Universitas Negeri Jakarta. Sisi internal dapat dibaca dari mayoritas mahasiswa kampus yang berpusat di Rawamangun menekuni dunia keguruan dan bergelar Sarjana Pendidikan. Hampir seluruh mahasiswa UNJ kecuali yang menekuni ilmu murni pasti mendapatkan materi mengenai dasar-dasar menjadi guru. Ini penting sebagai bekal mereka menjalani kehidupan sebagai pendidik anak Indonesia pasca menyelesaikan studinya kelak.

Warna lain yang cukup mencolok, diskusi dan wacana pendidikan dari para pakar pendidikan banyak bermunculan dari kampus UNJ. Siapapun pasti mengenal tokoh seperti HAR Tilaar, Soedijarto dan guru besar UNJ lainnya yang cukup aktif dan kritis memberikan sumbangsih pemikiran untuk dunia pendidikan di Indonesia. Mereka adalah motor penggerak dalam membenahi kualitas dunia pendidikan yang amburadul akibat sistem birokrasi dan pelaksananya yang merepotkan. Dengan kompetensi keilmuannya, sumbangan para pemikir pendidikan ini tentu sulit dinafikan.

Sementara sisi eksternal, kita mudah sekali menjumpai alumni UNJ yang bergelut dalam dunia pendidikan baik sebagai guru, pengawas sekolah, kepala sekolah dan penggerak sektor pendidikan lainnya. Ini membuktikan bagaimana mereka berusaha menerapkan dan mendorong perbaikan dalam pendidikan nasional. Dengan semangat dan spirit menyebarkan pengetahuan, para alumnus UNJ menyebar dalam berbagai instansi pendidikan demi menuju pendidikan yang sesuai dengan cita-cita konstitusi kenegaraan Indonesia.

Wajah Baru UNJ

Tapi belakangan ada yang cukup menggelisahkan dalam melihat kondisi UNJ sebagai kampus para guru. Adanya globalisasi dan persaingan pasar bebas mendorong kampus ini berkembang mengikuti selera pasar. Mulai dibuka berbagai jurusan baru yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan dunia pendidikan. Alih-alih menopang pendapatan kampus, justru nuansa komersialisasi pendidikan semakin terasa dengan semakin maraknya jurusan ilmu murni dan ladang kampus dijadikan ajang kegiatan komersial.

Kampus UNJ tak lagi sibuk mengurus persoalan keguruan dan pendidikan yang menjadi ciri khasnya selama ini. Semakin ketatnya persaingan dunia pendidikan mendorong UNJ sibuk menjalin kelas kerjasama dengan perusahaan swasta maupun pemerintah. Berbagai jurusan baru dibuka untuk melayani kepentingan pemodal, bukan kepentingan masyarakat luas. Jadilah kampus yang berpusat di ibukota ini kehilangan ruh pendidikan dikalahkan kepentingan politik dan uang belaka.

Ketika kualitas guru Indonesia dipertanyakan, UNJ tak juga sibuk memperbaiki dan berbenah diri dalam memikirkan kualitas guru yang dinilai semakin merosot. Justru kampus ini sibuk mempercantik diri dengan membangun gedung mewah yang digunakan untuk kepentingan meningkatkan pendapatan kampus. Wajah baru UNJ sekarang lebih menggambarkan perbaikan fisik gedung dibandingkan menganalisis apakah ada kesalahan dalam kurikulum pendidikan di kampus ini sehingga guru tak lagi menjadi sosok teladan bagi muridnya.

Tak kalah memprihatinkan UNJ sepi sekali bicara gagasan atau pembaharuan pendidikan. Justru peristiwa politik dan dunia hiburan yang tersaji di telinga masyarakat menyusul drop outnya ketua Badan Eksekuktif Mahasiswa UNJ oleh rektor beberapa waktu lalu karena dianggap menyebarkan pemberitaan negative terhadap pimpinan kampus. Menyusul kemudian, kita mendengar pemakaian fasilitas kampus secara sembarangan untuk keperluan syuting. Ketika protes bermunculan pihak kampus dengan mudahnya mengangkat tangan dan beralasan tidak tahu.

Mengembalikan Status Kampus Guru

Tulisan pendek ini tak bermaksud menilai negatif kampus UNJ, melainkan sebagai kritikan semata atas apa yang belakangan terjadi di kampus ini. Sebagai anak bangsa dan pernah mengenyam bangku pendidikan di kampus UNJ, saya tentu berharap kampus pendidikan ini benar-benar berwajah pendidikan kembali. Jangan sampai masyarakat kehilangan respeknya terhadap citra pabrik atau produsen guru yang selama ini terlanjur melekat di kampus UNJ. Bagaimanapun julukan kampus guru harus tetap dipertahankan dengan membuktikan kinerja kampus ini secara nyata.

Alangkah indah jika kita mendengar kisah sukses guru yang pernah dilahirkan dan dibesarkan dalam kampus UNJ (kampus guru) . Tak kalah mengasyikan masyarakat dipertontonkan penolakan UNJ atas berbagai penyimpangan masalah pendidikan. Sungguh suara kritis dan solutif dinantikan masyarakat luas, misalnya bagaimana sikap tegas para akademisi UNJ terhadap kasus pelanggaran HAM pendidikan yang menimpa Yuyun atau bagaimana pendidikan kebangsaan dirasakan semakin merosot yang ditandai munculnya gerakan neo-PKI. Dalam berbagai peristiwa yang bersinggungan dengan pendidikan sebagai warna fundamental itu, seharusnya akademisi UNJ mampu menampilkan sikap dan pendiriannya.

Kita juga menantikan bagaimana UNJ mampu menyikapi kehadiran MEA secara positif dalam mendukung misi TriDharma Perguruan Tinggi. Janganlah UNJ sampai ketinggalan dengan kampus lainnya yang terus melaju dengan semboyan Universitas Riset dan World Class University. Sekarang bagaimana mau jadi kampus riset, jika kampus UNJ lemah sekali dalam menampilkan keunggulan riset pendidikannya dibandingkan kampus lainnya. Berhentilah berpolitik praktis (peristiwa DO ketua BEM UNJ) dan kembangkan kampus UNJ dengan misi pendidikan terbaik kepada mahasiswanya, pengabdian terbaik dengan mencetak guru berkualitas untuk meningkatkan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan terus dikembangkannya riset unggulan berdaya saing tinggi di kalangan mahasiswa maupun dosen UNJ.

Akhirnya selamat merayakan ulang tahun buat kampus UNJ tercinta. Tak ada kado terindah dalam menyambut bertambahnya umur, selain makin dewasa, bijaksana dan matang dalam menjalani setiap tahapan pergantian umur. Semoga UNJ semakin serius menjalankan misi mencerdaskan anak bangsa sebagaimana diajarkan konstitusi yang digagas para pendiri bangsa. Jangan pernah malu dan lelah menerima kritik konstruktif agar kampus UNJ semakin maju, dibanggakan masyarakat dan dicintai para alumninya.

Inggar Saputra, S.Pd, M.Si

Alumnus Pendidikan Luar Sekolah UNJ 2006