“Hompimpah alaiyum gambreng. Nek Ijah pake baju rombeng.”
“Unyil kuciing.”
Hayo buat kamu anak-anak kelahiran tahun 90an pasti tidak asing lagi dengan percakapan di atas. Yap, percapakan di atas biasanya menjadi opening dari serial televisi Indonesia yang berjudul “Si Unyil”. Hari ini, yaitu 5 April 2016 menjadi waktu yang cukup bersejarah bagi serial tersebut. Karena tepat 35 tahun yang lalu atau tanggal 5 April 1981 serial “Si Unyil” yang digarap oleh PPFN (Perum Produksi Film Negara) pertama kali tayang di layar kaca Indonesia.
Pada tahun 1979, PPFN berusaha untuk membuat sebuah film bagi anak-anak di Indonesia. Akhirnya PPFN mengajak Drs. Suyadi (Pak Raden) dan Kurnain Suhardiman untuk membuat sebuah film boneka yang memang pada saat itu belum terlalu banyak dikenal oleh masyarakat Indoensia. Akhirnya serial “Si Unyil” pun mulai digarap dan akhirnya dua tahun kemudian, yaitu pada tanggal 5 April 1981 dapat ditayangkan di TVRI pada saat itu.
Serial ini sudah menjadi langganan bagi anak-anak Indonesia untuk menghibur mereka di setiap minggu pagi. Sejak tahun 1981 hingga tahun 1993, serial ini ditayangkan di TVRI setiap minggu pagi. Kemudian setelah itu Si Unyil sempat menghilang dari dunia pertelevisian di Indonesia. Akhirnya pada tahun 2002 hingga awal 2003 serial Si Unyil kembali mengudara melalui RCTI setiap minggu pagi. Setelah itu penyiaran Si Unyil dilanjutkan oleh TPI hingga akhir 2003.
Empat tahun berselang, serial ini kembali menyapa anak-anak di Indonesia lewat Trans 7 dengan konsep yang berbeda. Namanya pun diubah yang awalnya “Si Unyil” menjadi “Laptop si Unyil”. Namun karakter, lagu pembuka, dan setting cerita tetap dipertahankan dan ada sedikit penyesuaian dengan beberapa ucapan karakter. Misalnya pak Ogah yang sering mengatakan “cepek dulu, dong!” diganti dengan “gopek dulu,dong!” untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Ide baru yang digagas oleh Trans 7 ini pun akhirnya mengantarkannya ke berbagai macam penghargaan.
Karakter yang orisinil dan sesuai dengan kondisi di Indonesia inilah yang membuat Unyil tetap digemari oleh anak-anak di Indonesia saat ini. Unyil yang menggambarkan kondisi anak Indonesia dengan pakaian khas Betawi ditambah peci dan sarung. Usro yang menjadi teman bermain si Unyil bersama Melani yang digambarkan sebagai gadis keturunan Tionghoa. Ada juga Pak Raden dengan pakaian adat khas Jawa lengkap dengan blangkon yang digambarkan sebagai tokoh yang pelit dan malas ketika diajak kerja bakti dengan alasan penyakit encoknya kambuh. Atau Pak Ogah dan Ableh yang digambarkan sebagai pengangguran yang sering nongkrong di pos ronda.
Terlepas dari kasus almarhum Pak Raden yang menuntur royalti kepada PPFN, sudah selayaknya bagi kita generasi penerus bangsa untuk melestarikan kebudayaan Indonesia dan mencari cara agar kebudayaan tersebut dapat tetap lestari. Karena saat ini anak-anak di Indonesia sudah melupakan banyak dari kebudayaan di Indonesia dan lebih menggandrungi kebudayaan-kebudayaan luar yang banyak membawa dampak negatifnya bagi Indonesia. Hal ini diperparah dengan tayangan-tayangan televisi saat ini yang lebih mementingkan rating sehingga merusak moral anak-anak di Indonesia.
Semoga kedepannya semakin banyak generasi muda Indonesia yang berkarya bagi anak-anak di Indonesia dalam upaya membangun bangsa. Jayalah terus dunia pertelevisian di Indonesia. Indonesia Jaya!