Guru, digugu dan ditiru.

Mungkin kita teramat sering mendengar kata-kata tersebut. Tak aneh, toh secara historis kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) adalah eks Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) atau lebih jauh lagi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Indonesia kampus Rawamangun. Tentu ruh kepengajaran tetap melekat di kampus UNJ walau hari ini sudah menggagas nama Universitas yang di dalamnya bukan hanya terdapat keilmuan pendidikan, tetapi juga ilmu murni, teknik, dan program profesi lainnya.

Tepat pada hari ini kita memperingati Hari Guru Nasional (25/11). Hari guru Nasional sendiri diambil berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 78 Tahun 1994 dan juga di UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang juga bertepatan dengan hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia. Untuk alasan kedua, ternyata Hari Guru Nasional memiliki historis yang sangat patriotik di dalamnya.

Tepat 3 bulan setelah kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 24-25 November 1945 dilaksanakan lah Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Hal tersebut berangkat dari semangat Proklamasi dan keinginan akan persatuan guru-guru dari lintas latar belakang. Semangat persatuan tersebut kemudian diimplementasikan lewat penyatuan berbagai organisasi dan kelompok guru yang di pada zaman itu terbedakan berdasarkan perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku.

Dalam terjangan mesiu-mesiu dan timah panah yang dilontarkan tentara Inggris atas Studio RRI Surakarata, para peserta kongres merumuskan tiga hasil kongres berupa:

1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, Guru pada khususnya

Dan sejak Kongres tersebut, semua guru di Indonesia menyatakan dirinya bersatudi dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia. Dan sejarah mencatatkan bahwa Guru menjadi tonggak perjuangan banggsa. Hari ini kita mengenal nama-nama macam Mohammad Syafei (pendiri INS Kayutanam), Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hajar Dewantara (pendiri perguruan Taman Siswa), Surjopranoto (salah satu pendiri sekolah Arjuna), E.F.E. Douwes Dekker (pendiri perguruan Ksatriaan Institut).

Atau pun dalam sejarah lain, mencatat nama dwi tunggal Tan Malaka dan Soedirman.

Tan malaka adalah seorang politikus kenamaan Indonesia, langkah-langkah perjuangannya terdengar sampai seantero Asia dan Rusia. Buku Massa Actie (Massa Aksi)nya menjadi pedoman pejuang-pejuang kala itu. Bahkan sampai-sampai orang Filipina pada masa itu menyandingkan Tan dengan Jose Rizal dan Emilio Aguinaldo, bapak bangsa Filipina. Dalam hidupnya, dari total 7 pekerjaan yang dilakoninya. 4 pekerjaan Tan melingkupi dunia kependidikan, dari mulai guru sampai pendiri sekolah.

Kemudian nama kedua, Soedirman. Namanya begitu harus sebagai Jendral Besar, perang gerilya begitu melekat dengan sosoknya. Dari pribadinya sangat dikenang karena sifat bijak dan arifnya. Hal tersebut sendiri sudah terlihat bahkan sejak sebelum terjung di medan laga. Seperti yang dikutip dari laman okezone.com

“Saat menjadi guru, Soedirman mendidik murid-muridnya melalui pendekatan moral. Ia kerap menggunakan contoh dari kehidupan mulia para Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam dan kisah wayang tradisional. Murid-muridnya menyatakan Soedirman adalah guru yang adil dan sabar, kemudian sering menampilkan humor serta cerita nasionalisme dalam pelajaran. Hal ini membuat Sang Jenderal Besar populer di kalangan murid.

Kala itu Pak Guru Soedirman diketahui digaji kecil, namun tetap mengajar dengan giat. Hingga pada beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi kepala sekolah. Otomatis, gaji bulanannya meningkat empat kali lipat dari 3 gulden menjadi 12,5 gulden.

Ketika sudah menjabat kepala sekolah, Soedirman mengerjakan berbagai tugas administrasi, termasuk mencari jalan tengah di antara guru yang berseteru. Seorang rekan kerjanya mengisahkan bahwa Soedirman adalah pemimpin yang moderat dan demokratis. Ia juga aktif dalam kegiatan penggalangan dana, baik untuk kepentingan pembangunan sekolah ataupun untuk lainnya.”

Daftar Pustaka

Seri Buku TEMPO: Bapak Bangsa Tan Malaka
http://www.ekaikhsanudin.net/2015/11/sejarah-singkat-pgri.html
https://news.okezone.com/read/2017/11/24/337/1820044/okezone-story-sisi-lain-jenderal-soedirman-menjadi-guru-sebelum-berjuang-memerdekakan-indonesia

Categorized in: