Malam itu seharusnya sakral
Tapi menjadi tidak karena semesta memberi banyak kejutan
Tetiba kaulepaskan anak panah yang busurnya melesat cepat menghujam ke ulu hati
Mungkin hujan agaknya segera tiba
Tapi lantang-lantang kutautkan pada diri untuk tak menjadi lemah terkoyak angin yang menerpa
Tak juga gugur dihantam ombak yang membentur dinding hati
Tak juga runtuh disambar petir ya g gelagarnya sama riuh dengan jeritan luka
Meski aku luluh bersama puncak kata-katamu yang terus meluruh
Baru kutahu ada suka cita yang dirayakan dengan duka
Ada haru yang dihujani tetes-tetes luka
Ada senyum yang dibentur lekuk-lekuk wajah yang menyimpan sedih
Rindu yang tersemai menjelma luka yang memamah-biak
Semesta menyingkal semua rahasia milikmu
Yang berhasil menyembunyikan rasa bertahun-tahun hingga akhirnya membuat kita mencecapi luka yang begitu menahun
Malam itu seharusnya sakral
Tapi menjadi tidak sebab kejujuran hatimu datang dibumbui kepahitan
Kata per kata berbaris kaulepas meski beberapa kali membuatmu menghela napas
Aku pun sama sesaknya dengan terus mendengarkan dan menelan getir dari getar cintamu padaku yang tersembunyi
Sia-sia kata jika bai’at cinta yang kauutarakan itu tak sampai padaku
Barkutahu pedihnya ketika mata menahan diri dari cucuran air yang bisa saja tetiba menderas
Ingin kupangkas malam agar waktu fajar segera tiba
Tapi langit gelap kala itu adalah malam yang kauminta untuk kita bisa bicara hanya berdua
Mengais-ngais asa yang berlindung pada setiap pengandaian
Kuharap esok kita sama-sama lupa
Sebab melihatmu dengan yang bukan aku di pelaminan tinggallah menghitung hari
Jakarta, Oktober 2017
-Tsaf-