Langit begitu biru.
Terik matahari menyisir pelataran.
Angin dan udara panas menyatu.
Menyisakan para mahasiswa berjalan disekitaran kampus.

Tak ada yang berbeda dari biasanya kampus yang disinggahi beribu mahasiswa itu cukup panas. Terlihat beberapa mahasiswa berteduh di bawah pohon rindang di depan Fakultas Ilmu Sosial. Ada yang berjalan hendak ke kantin, tempat fotocopy, mencari kelas (untuk mahasiswa baru). Kampus begitu ramai, apalagi setelah Masa Pengenalan Akademik. Para mahasiswa tumpah ruah, hingga untuk ke lantai delapan Gedung Dewi Sartika harus mengantre panjang bahkan berebut.

Kau tahu kawan, aku dan dua temanku sama, dari latar belakang yang hampir sama (status ekonomi), sama-sama jalur penmaba, sama-sama pejuang beasiswa. Sebut saja Mawar, Melati, dan Anggrek. Kami sekelas, kemana-mana selalu bersama karena kami belum hafal betul kampus Universitas Negeri Jakarta. Saat itu kami dapat informasi mengenai beasiswa anggap saja beasiswa “berkah”. Dan kau tahu kawan, untuk mendapat sesuatu yang kita butuhkan memang selalu syarat akan perjuangan.

Dari mulai persyaratan yang begitu banyaknya, rumit, tidak mudah, dan membutuhkan waktu lama. Dari TU, ke Prodi, ke BAAK. Berturut-turut hingga suatu hari temanku khilaf, lalu ia harus berurusan dengan BAAK dan diminta untuk masuk ke kantornya. Saat itu kami bertiga menemui pegawai BAAK. Temanku diwawancara, disuruh jujur, dan akhirnya dia mengaku telah membuat kesalahan. Ia meminta maaf kepada pihak BAAK dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Bahkan kami menangis bertiga dihadapan bapak-bapak yang mewawancarai melati.

Setelah itu kami betekad untuk berjuang bersama-sama dan saling membantu satu sama lain. Dapat terlihat semangat yang begitu menyala diwajah mereka. Saling bergandengan dan mantap ke daerah cempaka mas untuk menyerahkan persyaratan beasiswa. Kami harus muter-muter mencari alamat beasiswa berkah dan setengah jam kemudian Alhamdulillah ketemu.

Kami menyerahkan persyaratan beasiswa dan pulang. Kami saling mendoakan dan berfikir positif agar diterima beasiswa berkah. Dan satu bulan kemudian untuk babak kedua, Alhamdulillah Mawar lolos akan tetapi Melati dan Anggrek tidak. Kami kecewa, lalu aku memberitahu mereka bahwa nanti akan ada beasiswa yang lebih baik dan beasiswa itu sedang menunggu perjuangan kalian. Tapi, Qadarullah saat hendak tahap kedua yaitu wawancara mawar sakit tifus.

Aku menginformasikan kepada pihak beasiswa berkah kalau aku sakit tifus dan tidak bisa wawancara lalu dikasih waktu satu minggu untuk wawancara susulan, aku mengiyakan. Seminggu kemudian, kondisiku masih belum fit, tapi akan ku lakukan untuk mendapat beasiswa. Wajahku masih pucat pasi, lemas, sebenarnya belum dibolehkan untuk bepergian jauh, jarak dari rumah ke kampus memakan waktu dua jam. Tapi aku kuat-kuatkan dengan selalu beristighfar dan menyebut Asma-Nya.

Sesampainya di Cempaka Mas, tibalah wawancara aku berbicara apa adanya, dan otakku masih lola karena memang belum sembuh betul. Aku tidak yakin akan diterima setelah seminggu kemudian memang benar aku tidak diterima beasiswa berkah.

Kawan-kawanku menyemangati. InsyaaAllah ada beasiswa lain yang menunggu kita. Setelah itu dapat kabar dari prodi bahwa ada penurunan biaya UKT. Aku dan teman-teman semangat untuk membuat persyaratan penurunan UKT. Setelah selesai persyaratan lalu kami menunggu berbulan-bulan lamanya dan belum ada kabar. Setelah bertanya ke prodi tidak ada penurunan biaya UKT. Kau tahu kawan, betapa kecewanya diriku saat itu begitu pula yang lain. Satu semester berlangsung lanjut semester berikutnya beasiswa “pintar” Mawar, Melati dan Anggrek lagi-lagi mendaftar.
Dan Alhamdulillah, Melati diterima. Kini, Mawar dan Anggrek yang tunggu giliran (beasiswa selanjutnya). Aku tidak henti-hentinya berdoa agar dimudahkan dalam mendapat beasiswa.

Aku tidak mengerti kampus Negeri dengan harum almamater hijau yang sulit akan beasiswa. Bangunan-bangunan tinggi dan wisma yang dirobohkan. Para petinggi kampus duduk diruangan ber-AC menikmati hidup mereka yang mewah. Apakah mereka tidak melihat para mahasiswa yang butuh akan sosok mereka? Ah pasti mereka lupa karena kedudukan mereka yang tinggi.

Dan pada akhirnya, Mawar, Melati, dan Anggrek adalah tiga gadis pejuang beasiswa yang tangguh. Berkali-kali gagal akan tetapi beratus kali pula mereka bangkit. Allah tahu apa yang dibutuhkan Hamba-Nya. Dan Allah Maha Melihat perjuangan hamba-hamba-Nya. Kami tahu Allah tidak tidur dan selalu bersama kami. Maka teruslah berjuang Mawar, Melati, dan Anggrek.

Oleh: Arni Zakiah

Categorized in: