“Selagi masih muda dan bebas mewujudkan mimpi, masukkanlah ‘menjadi relawan’ dalam daftar list mimpimu. Tak perlu menunggu kaya secara finansial karena waktu, tenaga, pemikiran dan keahlianmu juga bisa bermanfaat di hari ini,” begitulah kira-kira pesan dari Putri Agustina Simatupang, sang pendiri Indonesia Volunteering Hub (IVH).
Indonesia Volunteering Hub adalah gerakan berbasis ICT (Information, Communication and Technology) yang secara khusus mengulas tentang kesukarelawanan. Bagi Putri, kampanye-kampanye yang dilakukan IVH bertujuan untuk merekrut anak muda Indonesia agar menjadi volunteer yang aktif.
Ide Putri untuk mencetus IVH bermula ketika alumnus Universitas Negeri Jakarta itu mendapatkan workshop mengenai teknologi di Google Moskow, Rusia. Sepulangnya ke tanah air, Putri berkeinginan untuk membuat gerakan berbasis ICT. Tanpa berlatar belakang/ berkeahlian di bidang IT, tidak membuat Putri berhenti berpikir kreatif. Bermodal keaktifannya di media sosial, Putri lalu mengajak sahabatnya, Agis Cevi (alumnus IT Universitas Indonesia) menjadi partner untuk mengeksekusi IVH. Mereka bertemu dalam program Jakarta Sister City di Seoul, Korea Selatan kala itu.
Putri dan Agis awalnya hanya ingin membuat wadah (platform) yang bisa menjadi ruang berbagi tentang kesukarelawanan dan mengajak lebih banyak lagi anak muda Indonesia untuk menjadi relawan. Bagi Putri, semakin banyak yang tahu dan membicarakan soal kesukarelawanan, maka bukan tidak mungkin anak muda Indonesia akan memilih volunteering sebagai salah satu pilihan kegiatan positif dalam hidup mereka.
“Dengan meningkatnya jumlah anak muda yang mau berbagi dan terlibat dalam perbaikan-perbaikan di masyarakat, mudah-mudahan masalah kompleks di negeri tercinta kita ini bisa berkurang atau bahkan teratasi hingga ke akarnya,” harapan yang tercetus dari Putri bagi Indonesia melalui program IVH-nya.
Bagaimana mendaftarnya? IVH secara khusus memiliki 2 jenis volunteer. Pertama, volunteer reguler (per Batch) yang bekerja untuk waktu 6 bulan atau lebih. Sudah ada volunteer Batch I yang berjumlah 45 orang dan tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Jobdesk volunteer reguler, misalnya, menuliskan artikel tentang kesukarelawanan, membuat database NGO/Komunitas, menjalankan kampanye digital (berupa desain atau video) tentang kesukarelawanan dan menyebarkan lowongan volunteer milik NGO/Komunitas. Karena memungkinkan untuk dikerjakan jarak jauh, maka hanya bisa via email atau spreadsheet saja (online volunteering).
Kedua, ada volunteer one-time yang biasanya direkrut untuk kegiatan yang sifatnya offline. “Misalnya yang baru-baru ini, kami mengadakan International Volunteer Day 2015 for Indonesia dan kami dibantu oleh 10 orang volunteer pada hari H. Kami berhasil mengumpulkan 105 relawan Indonesia untuk saling berkomunikasi, menginspirasi dan bersatu untuk membuat Indonesia yang lebih baik. Informasi lowongan volunteer kami muat di website www.ivh.or.id atau media sosial kami, salah satunya twitter @IDVolunteering,” papar Putri.
IVH memiliki dua sistem kerja sama dengan berbagai pihak yang tertarik atau bekerja dalam isu kesukarelawanan, yaitu sebagai project partner dan media/hub partner. Project partnership yang menurut IVH secara massive dikenal masyarakat hingga kini, yaitu #BerbahagiACT Project dengan e-book yang bisa didownload gratis di
Kampanye #VolunteerScholarship2016
Di tahun 2016 ini, IVH akan terus belajar dan memaksimalkan sumber daya untuk mencapai visi dan misi IVH. “Penting bagi kami sebagai gerakan ICT untuk selalu mengupdate skill dan memperdalam kajian tentang kesukarelawanan itu sendiri,” ujar Putri.
Selain itu, IVH sedang menyusun beberapa program untuk mencapai visi dan misi tersebut, salah satunya untuk mengapresiasi dan memobilisasi relawan, IVH akan membuat kampanye #VolunteerScholarship2016 yang bertujuan untuk membiayai pendidikan formal bagi para relawan yang telah berkontribusi di masyarakat dan atau membantu biaya transportasi dan akomodasi relawan yang ingin mengabdi di daerah pedalaman atau perbatasan.
Bagi Putri, perlu kerja sama yang sinergis dengan Pemerintah dan NGO/Komunitas yang mendukung kerja-kerja kesukarelawanan serta berdiskusi dengan beberapa pihak yang ahli di bidang ICT/ Media untuk mencapai target tersebut. “Di tahun 2016 ini, kami akan fokus pada pendanaan program besar. Kami membutuhkan gandengan tangan dari berbagai pihak, termasuk melalui crowdfunding platform,” tambah Putri. Sebelumnya, IVH mampu berlanjut hingga kini hanya dengan bekal dana pribadi dan grants dari beberapa kompetisi. Kedua modal tersebut dirasa masih cukup untuk pembiayaan operasional dan program dalam level kecil hingga sedang.
“Semoga IVH mampu menjadi media online yang mengakomodir segala aspek kesukarelawanan dan memberikan pencerahan bagi anak muda Indonesia yang ingin melakukan aksi nyata bermanfaat di lingkungan sekitarnya serta mengadvokasi kepentingan para relawan sebagai katalisator pembangun bangsa. Sekaligus menjadi teman yang menginspirasi untuk melakukan kebaikan karena semua percaya bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang memberikan makna dan manfaat,” tutup perempuan yang juga berkegiatan sebagai relawan di Komnas Perempuan itu.