Serial 1.0 Soe Hok Gie, Pohon UNJ, dan Relevansi Gerakan Mahasiswa

 

Halo-halo sobat UNJ KITA, apa kabar kalian ? Semoga selalu dalam keadaan yang baik dan bahagia. Untuk sobat UNJ KITA yang berkampus atau sekedar lewat di Kampus A UNJ Rawamangun. Pernah kah kalian memperhatikan banyaknya pohon rindang nan besar yang kira-kira usianya sudah puluhan tahun bertebaran di sekitar lingkungan kampus A Rawamangun ?

Jika iya, tahu kah sobat bahwa ada cerita tersendiri dibalik penanaman pohon-pohon tersebut ? Jika kita menengok dalam lembaran sejarah, maka usia pohon tersebut bisa dipastikan sudah berusia 49 tahun lebih.

Hah ? Dari mana asalnya angka tersebut ?

Sejarah mencatat bahwa pohon-pohon besar di Kampus A ditanam melalui gerakan penghijauan kampus UI Rawamangun pada tahun 1967. FYI, dulu UNJ masih tergabung dengan Universitas Indonesia dengan nama FKG-UI alias Fakultas Keguruan UI. Saat adanya gerakan penghijauan kampus, kampus UI Rawamangun terdiri dari 3 Fakultas saat itu. Fakultas Sastra, Psikologi, dan Keguruan.

Saat itu, kawasan yang dulunya merupakan rawa-rawa ini sangat tandus. Bahkan saking tandusnya kampus Rawamangun, debu yang beterbangan sering mengganggu kegiatan mahasiswa pada saat itu.

Dan sang pengagas kegiatan tersebut ketika itu sedang termenung, dan lamunannya pun terhenti ketika melihat tandusnya lapangan dekat gedut Fakultas Sastra UI (FS-IU). Dengan ide spontan, ia pun memiliki gagasan untuk melakukan penghijauan daerah kampus. Jika sobat bertanya siapa pemuda nekat nan sigap ini tentu sobat pasti tidak menyangka dan kaget.

Pemuda ini dikenal akan sikap kerasnya terhadap rezim berkuasa namun lemah lembut pada rakyat tertindas. Saat itu ia sedang menduduki jabatan sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UI (SM-FS UI) pada tahun 1967. Coba sobat googling siapa ketua SM-FS UI tahun 1967. Tentu sobat akan mendapati gambar sesosok pemuda keturunan etnis Cina dengan perawakan kecil, kurus, dan berkulit putih. Yaps dia adalah aktifis legendaris nan simbolik Soe Hok Gie.

Dalam paparannya dalam buku “Soe Hok Gie, Sekali Lagi”,A. Dahana yang merupakan sahabat dekat Gie memaparkan “Ketika orang lain belum berfikir tentang penghijauan dan pemeliharaan kebersihan kampus, Hok-gie sudah berfikir tentang masalah itu.”

Ia bercerita bahwa bibit dari pohon beringin dan cemara yang kini berdiri megah nan gagah di lingkungan kampus A UNJ berasal dari iparnya, Nengah Wirawan yang saat itu menjabat sebagai kepala Kebun Raya Cibodas.

“Kami (Dahana dan Gie) minta Nengah untuk diberi bibit pohon cemara dan beringin buat ditanam di kampus. Nengah setuju dan dengan meminjamkan mobil pick-ap seorang kawan, kamu mengangkut bibit tanaman dari Cibodas ke Rawamangun. Hasilnya, kampus UI (Rawamangun) menjadi Hijau.” ujar guru besar sinologi FIB-UI.

Ia pun berharap bahwa tanaman yang mereka tanam saat itu masih ada dan semakin banyak walau sekarang tempat tersebut telah berganti nama menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Gie, Sosok dibalik Pohon-Pohon Besar di UNJ

Dan kini, pohon-pohon tersebut masih eksis di lingkungan kampus. Untuk kebermanfaatannya sendiri, pohon-pohon yang ditanam pada tahun pertama Orde Baru (Orba) tersebut masih dapat kita rasakan sekarang. Jika kita berjalan-jalan di depan Gedung Daksinapati FIP, sobat bisa menemukan banyak mahasiswa disana menghabiskan waktunya berdiskusi, berkumpul bersama teman, atau sekedar menunggu waktu kuliah. Tempat tersebut biasa disebut mahasiswa-mahasiswa FIP sebagai Amigos (Agak Minggir Got Sedikit) atau DPR (Di Bawah Pohon Rindang).

Selain di depan Daksin, ada juga di pinggiran lapangan sepak bola dekat Masjid At-Taqwa. Sepanjang jalan, pohon besar nan rindang berjejer berdampingan dengan aspal jalan yang hitam. Disana juga menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa, terutama saat waktu menjelang Sholat Jum’at. Hal tersebut dikarenakan kapasitas Masjid Nurul Irfan (MNI) yang notabene “Masjid dalam kampus” tidak dapat menampung jama’ah Sholat Jum’at. Sehingga sebagian jama’ah memilih Masjid At-Taqwa sebagai tempat ibadah mereka. Nah saat menunggu waktu Jum’atan, area bawah pohon tersebut disulap menjadi restoran dadakan dimana banyak penjaja makanan berjejer disana.

Tentu sering kita mendengar bahwa Gie selalu berfikir lebih maju dari rata-rata orang di jamannya. Dan jika kita melihat bagaimana gerakan penghijauan kampus yang digagasnya terbukti visioner dan kebermanfaatannya dapat terasa hingga sekarang. Tentu ini menjadi contoh untuk kita semua, sesibuk-sibuknya seorang Gie dalam mengatakan hal benar kepada penguasa.

Ia masih bisa menyempatkan waktunya untuk lingkungan kampusnya. Mengurus pemerintah yang bobrok tidak serta merta menjadikan kita lupa akan kondisi kampus kita tercinta. Karena selepas demonstrasi-demonstrasi yang mahasiswa lakukan, pada akhirnya pun mereka kelak akan kembali ke lingkungan kampus untuk menuntut ilmu.

Sehingga jangan sampai kita seperti pepatah mengatakan “Semut di seberang pulau terlihat, gajah di pelupuk mata tak terlihat”. Kita kritis akan isu-isu nasional tapi buta akan kondisi kampus kekinian. Sehingga kita bisa berkoar-koar akan kondisi korupsi yang merajalela di tingkat pemerintahan tapi kita hanya bisa diam dan melihat salah satu teman sekelas kita terpaksa putus kuliah karena permasalahan dana. Atau kadang kita protes menuntut perbaikan akan permasalahan infrastruktur sekolah di daerah terpencil, tapi ketika kampus kita terendam banjir kita hanya bisa mengupat dalam hati tanpa ada tindakan nyata.

Note : Tulisan ini merupakan bagian pembuka dari triologi tulisan “Di Balik Pohon Besar UNJ (Soe Hok Gie, Organisasi Ekstra Kampus, dan Pergerakan Mahasiswa)”, dari ketiga tulisan tersebut penulis menggunakan seting tahun 1967-1968 sebagai acuan yang menurut penulis ada baiknya untuk diulas dan diambil pelajarannya bagi kita semua.

Baca Selanjutnya ke Bagian 2

Categorized in: