Dewasa ini, banyak dari kita merasa kalau menulis adalah suatu hal yang membosankan. Bahkan, tak sedikit juga orang dewasa juga berfikir bahwa tulisan – tulisan mahasiswa kini terkesan terlalu kritis sehingga banyak kritik yang lahir seakan menyentil tulisan – tulisan mahasiswa terutama anak – anak organisasi. Terbentuk opini bahwa apatis lebih baik daripada berfikir kritis.
Sudut pandang yang baru namun sedikit menyimpang ketika kita salah melihat kearah mana tujuan. Karena sesungguhnya dunia perkuliahan, masa kampus adalah dunia dimana kita seharusnya bebas. Bebas memilih tujuan hidup kita, bebas untuk melupakan tanggung jawab berat dan mencoba memutuskan sesuai pilihan kita, dan bebas untuk mengeksplor diri semaksimal mungkin.
Menulis menjadi fenomena yang tabu dan asing bagi mahasiswa kini. Padahal sejatinya mahasiswa adalah sebuah fase terakhir, fase tertinggi dalam rantai dunia pendidikan karena sebagai peserta didik mahasiswa memiliki sebuah kebebasan dalam menentukan sikap dan ideologinya, kebebasan dalam berpendapat baik dengan cara aksi ataupun dari tulisan, dan kebebasan berkarya dan kebebasan untuk merdeka dari berbagai tekanan.
Mahasiswa diharapkan untuk mampu menentukan kemana tujuan dari idealismenya. Mahasiswa memiliki beban yang tidah dikarenakan mahasiswa yang sejatinya harus inovatif dan kreatif sebagai salah satu tugasnya yaitu agen perubahan. Beban mahasiswa terbagi dua antara akademisnya serta memikul moral bangsa yang ada dipundaknya sehingga berfikiran kritis menjadi salah satu jalan bagi mereka untuk dapat memilah – milih sudut pandang secara objektif. Karena sebagai mahasiswa, sebuah cakrawala pengetahuan yang luas harus terbuka lebar pada segala perubahan dan juga harus pekanya mahasiswa dalam menilai suatu isu yang sedang berkembang sehingga tidak mengada – ada dan berorientasi kepada solusi, bukan menciptakan masalah yang baru.
Sebenarnya apa itu kritis? Kritis sendiri adalah orang yang tak lekas mudah percaya, tajam dalam penganalisisan dan bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan yang sedang berkembang dalam masyarakat. Banyak yang bilang menjadi mahasiswa yang kritis adalah menjadi mahasiswa demonstran. Padahal nyatanya tidak begitu ada banyak jalan untuk menyampaikan aspirasi kita salah satunya dengan melalui media “tulisan”.
“Menulis merupakan langkah paling awal dalam sebuah pergerakan. Budaya literasi menjadi sebuah fondasi dari pergerakan itu sendiri tentunya jika budaya tersebut sudah mulai tumpul, maka tumpulah semua bagian yang ada didalamnya” ujar Ferly Ferdyant, Alumni Fakultas Ekonomi UNJ
Baca Juga: Tips Menulis Ala Habiburrahman El Shirazy
Menulis bisa dikatakan gampang – gampang susah. Gampang bagi yang sudah terbiasa namun sulit bagi yang tidak. Padahal fakta dilapangannya tidak demikian ketika kita menyatakan susah untuk menulis hal itu dikarenakan karena kita hanya stak atau bingung ketika ingin belajar menulis kita bingung ingin menulis apa dan mood kita yang berubah – ubah ini faktor penyebab menulis menjadi salah satu hal yang enggan untuk dilakukan. Sehingga produktivitas mahasiswa dalam kegiatan menulis mulai diperbincangkan.
Menulis sebeneranya adalah sebuah wadah untuk mengekspresikan segala ide, gagasan, pendapat maupun perasaan yang tak mampu untuk disampaikan melalui verbal. Karena poin pentingnya sebenarnya adalah mampu menarasikan gerakan yang dibawa, mulai dari alasan, proses hingga cita cita yang akan dicapai. Layaknya ini sebagai sebuah propaganda agar orang lain tertarik. Hal hal terkecil untuk menulis sudah kita lakukan sebenarnya tanpa kita sadari. Contohnya ketika membuat post dalam social media, menulis chat di sosial media juga merupakan salah satu tanda bahwa kita berkontribusi dalam budaya menulis. Karena kontribusi bukan hal saklek layaknya sebuah rumus dalam ilmu pasti.
Kontribusi adalah sebuah cara masing – masing pribadi sesuai dengan porsi yang kita sanggupi. Dari menulis cerpen, menulis puisi, dan menulis lain – lain. Karena perkaranya adalah bukan bisa atau tidaknya kita menulis. Tetapi mau atau tidaknya kita menulis, karena dalam dunia kerja nanti pekerjaan dalam ranah menulis tidak terbatas menulis bisa digabungkan dengan kreatifitas. Bila suka dengan film dapat menulis skenario, tertarik dengan dunia politik bisa menulis pidato atau rilis. Jadi sejatinya bukan apa yang otakmu pikirkan, tapi biarkan jarimu bergerak sesuai hatimu yang ingin tersampaikan.