Mahasiswa yang merupakan sekumpulan kaum kritis dalam sebuah sistem sosial masyarakat, tidak diragukan lagi peranannya dalam pembangunan bangsa sejak jaman penjajahan hingga jaman reformasi. Soliditas mahasiswa yang terhimpun dalam berbagai organisasi menjadi gerakan pembaharu berhaluan intelektual yang sulit diredam sekalipun oleh penguasa. Peran mahasiswa memang selalu dibutuhkan di setiap lini.

Kegiatan jurnalistik mahasiswa sebagai salah satu bukti konkret eksistensi mahasiswa yang dikenal dengan pers mahasiswa. Pers Mahasiswa lahir dari rahim perjuangan. Dia besar dengan darah kebebasan yang mendidih. Nafasnya menggebu dengan semangat perubahan. Anak pertama yang lahir pada tahun 1908 diberi nama Hindia Putra. Si sulung yang merangsang adik-adiknya cepat lahir. Beberapa tahun setelahnya hadirlah Jong Java (1914), Oesaha Pemoeda (1923) dan Soeara Indonesia Moeda (1938). Mereka lahir dengan tujuan yang sama: Merdeka. Pun mereka besar dengan musuh yang sama: Belanda. Perjuangan mereka kerap kali ditangkis para imperialis. Tak jarang idelisme mereka digoda oleh menir-menir Belanda. Namun bukan pemuda harapan namanya jika tak militan. Mereka tetap gigih demi Sang Merah Putih. Merekalah para pejuang Pers Mahasiswa.

Ibarat karang yang diterjang gelombang, Pers Mahasiswa tetap tegar bertahan. Intervensi datang dari berbagai pihak yang tak rela Indonesia merdeka. Perjuangan Pers Mahasiswa terkendala dengan keadaan yang semakin panas menjelang kemerdekaan. Para mahasiswa disibukkan dengan urusan luar kampus terkait kemerdekaan. Sehingga Pers Mahasiswa mengalami hambatan dalam masa perkembangannya. Sebagian dari mereka menyiapkan segenap tenaga untuk mendukung cita-cita bersama, yakni merdeka. Mereka bergerilya mengajak masyarakat untuk bangkit. Mereka menanamkan semangat patriotisme kepada warga negara yang telah lama dirundung duka. Hingga pada saatnya usaha mereka mencapai titik terang. Jerih payah dan upaya selama ini terbayar lunas dengan manisnya merdeka. Nuansa kemenangan dirasakan hingga ke berbagai pelosok di tanah air. Teks proklamasi yang dibacakan Ir. Soekarno benar-benar menjadi kalimat mujarab yang menyembuhkan derita bangsa selama ratusan tahun. Indonesia Merdeka.

Pers Mahasiswa belum benar-benar mengembangkan sayapnya pascamerdeka. Sekitar tahun 1945-1948 para mahasiswa ikut ambil peran dalam pembentukkan raga politik Indonesia. Keadaan ini membuat Pers Mahasiswa menjadi stagnan tanpa perkembangan yang berarti. Pemuda Indonesia ingin kembali ikut serta dalam mengembangkan bangsa. Setelah sebelumnya para pemuda, termasuk Pers Mahasiswa, memiliki andil besar dalam meruntuhkan kekuasaan penjajah yang telah berakar. Predikat bangsa terjajah yang mendarah daging selama berabad berhasil mereka bersihkan. Namun perjuangan masih jauh dari kata usai. Mereka harus menjadi salah satu pondasi yang menopang berdirinya bangsa yang kokoh.

Setelah tahun 1950, Pers Mahasiswa mulai memekarkan kembali kelopak perjuangannya. Dalam era ini banyak Pers Mahasiswa yang bemunculan di berbagai kampus. Aspirasi dan ide-ide segar kian merebak. Semangat perjuangan yang berdasarkan keadilan dan kebenaran disuarakan dari berbagai kampus. Pers Mahasiswa mencapai masa emasnya. Bahkan Pers Mahasiswa bisa dikatakan lebih unggul dari pers umum. Karena produktivitasnya yang tinggi dan perkembangan dari sisi komersial dan redaksional. Barulah pada tahun 1955 lahir Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI). Organisasi yang menandakan sebuah konsolidasi antar Pers Mahasiswa. Organisasi ini juga beriringan dengan transisi sistem pemerintahan dari Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin. Saat itu IPMI beserta ormas lainnya berupaya meruntuhkan pemerintahan yang dinilai otoriter. Hingga hasilnya berakhirlah Orde Lama dan muncul babak baru yaitu Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto.

Pada awal pemerintahan Orde Baru, Pers Mahasiswa dan para birokrat berjalan berdampingan tanpa gesekan yang berarti. Namun keadaan tersebut tidak terlalu lama. Hingga pada tahun 1970 Pers Mahasiswa mulai diawasi dan dibatasi gerak-geriknya. Ancaman pembredelan menjadi senjata utama pemerintah dalam menekan kegiatan Pers Mahasiswa. Kebebasan Pers pada saat itu benar-benar hilang. Setiap kata dan kalimat dalam media seakan dimonitori oleh pemerintah. Mulai saat itulah Indonesia kehilangan keluguannya.

Semangat perubahan yang meraung-raung dalam jiwa mahasiswa kembali memanas. Hasrat pembebasan kembali mencuat dan tak sabar diwujudkan. Karenanya Pers Mahasiwa yang hampir mati terus melakukan upaya-upaya penyelamatan diri. Salah satunya dengan membentuk kembali wadah konsolidasi yaitu Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada 1992. Kata “penerbit” yang digunakan adalah siasat mereka karena kata “pers” merupakan kata yang haram diucapkan pada saat itu. Perjuangan mereka terus mengalir seiring pemerintah yang kian tua. Namun Pers Mahasiswa yang bergerak di balik semak tak kehilangan semangatnya sedikitpun. Mereka terus menyuarakan kebenaran dan perubahan.

Mei 1998, saat bersejarah bagi mahasiswa. Perjuangan mati-matian menurunkan rezim Soeharto menuai hasil. Kurang lebih setelah satu bulan sebelumnya Soeharto kembali terpilih menjadi presiden Indonesia. Inflasi dalam sektor ekonomi dan pengangguran yang semakin meluas menjadi alasan utama yang mendasari aksi mahasiswa. Mahasiswa dalam berbagai elemen, juga di dalamnya Pers Mahsiswa, bersatu untuk meruntuhkan tirani yang dianggap sebagai biang keladi rusaknya negeri ini. Dengan gejolak semangat dan teriakan yang tak henti, akhirnya Soeharto mundur sebagai RI satu. Sebuah kemenangan bagi mahasiswa. Sebuah kebebasan bagi Pers Mahasiswa. Suka cita tersebut kembali meletup pada Jumat tanggal 5 Juni 1998, saat Yunus Yosfiah selaku Menteri Penerangan RI Kabinet Reformasi Pembangunan di bawah Presiden B.J. Habibi, memerdekakan insan pers Indonesia. Setelah pencabutan Peraturan Menteri Penerangan RI No. 01/PER/MENPEN/1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Sejak itulah pers mengalami pertumbuhan yang sangat pesat hingga ke daerah-daerah.
Babak Baru Pers Mahasiswa.

Peranan Pers Mahasiswa di Era Reformasi

Dulu, hanya jurnalis professional-lah yang dapat melakukan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalistik yang dimaksud adalah mencari, mengumpulkan, mengolah, dan melaporkan berita kepada masyarakat luas. Sekarang, dengan ditemukannya teknologi internet, kegiatan jurnalistik tidak hanya dapat dilakukan oleh jurnalis professional. Setiap orang bisa melakukan kegiatan jurnalistik dan melaporkan berita kepada masyarakat luas. Istilah yang digunakan untuk perkembangan jurnalistik tersebut disebut dengan citizen journalism.

Citizen journalism atau jurnalisme warga merupakan suatu konsep bagi anggota publik yang memainkan peran aktif dalam mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, serta menyebarluaskan berita dan informasi (Bowman dan Willis, 2003). Maksud dari anggota publik di sini adalah setiap orang tanpa memandang latar belakang pendidikan dan keahlian. Mahasiswa masuk ke dalam kriteria tersebut. Kehadiran citizen journalism mendorong setiap orang untuk berani menulis dan melaporkan informasi/berita kepada banyak orang tanpa memerlukan label atau status jurnalis profesional.

Kegiatan jurnalistik melalui pers mahasiswa secara esensi tidak jauh berbeda dengan dunia pers profesional pada umumnya, hanya saja lebih intensif menyorot kepada dinamika kehidupan kampus, serta bagaimana mengungkap berbagai problematika lewat kacamata mahasiswa. Konten dari pers mahasiswa, selain dari hal-hal yang sifatnya informasi kritik tentang sosial-politik, ekonomi juga sampai politik, bahkan hal-hal ekspresif yang berkaitan dengan dinamika kehidupan mahasiswa, terutama gaya hidup, hiburan, dll. Adapun kemampuan yang harus dimiliki oleh insan pers yakni kemampuan menulis, analisis kritis, mengusut kasus dan juga inisiatif dalam investigasi sebuah permasalahan dengan tetap menjaga kodek etik jurnalistik.

Peranan pers mahasiswa dewasa ini idealnya harus lebih eksis lagi, dimana fasilitas media khususnya media Online sangat mudah didapatkan. Dalam hal ini tentunya diperlukan dukungan pihak rektorat dalam memberikan fasilitas media termasuk memberikan pelatihan jurnalistik kepada civitas kampus. Sehingga kegiatan jurnalistik mahasiswa akan sangat dirasakan manfaatnya baik bagi institusi perguruan tinggi maupun bagi mahasiswa, khususnya dalam rangka mengantarkan mahasiswa untuk mampu mengambil peranan penting di masyarakat baik selama menjadi mahasiswa maupun di masa mendatang setelahnya menjandang gelar sarjana.

Jurnalistik merupakan arena mendulang kreativitas, menuangkan gagasan-gagasan dan jalan menuju perubahan menuju perbaikan. Para mahasiswa merupakan sumber bakat yang tiada habisnya untuk berbagai inovasi. Sudah seharusnyalah generasi muda bangsa bangkit, melaksanakan peranannya yang semestinya dengan menyalurkan aspirasi masyarakat, menuangkan ide-ide kreatif dan melahirkan karya-karya baru melalui jurnalistik.

Sebanyak apapun pertumbuhan pers di Indonesia, pers mahasiswa tetap menjadi warna lain yang menjadi bagian dari pers Indonesia itu sendiri. Pers mahasiswa tetap konsisten dengan prinsipnya yaitu jurnalisme kerakyatan. Di tengah hiruk pikuk perkembangan pers yang berorientasi pada keuntungan pada sektor ekonomi, pers mahasiswa masih tetap pada bentuknya sediakala yaitu nirlaba atau tidak berorientasi pada keuntungan. Pers mahasiswa masih menjunjung tinggi jurnalisme kerakyatan yang menyajikan informasi tanpa dalih untuk mendapatkan keuntungan. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara pers secara umum dengan pers mahasiswa. Tidak adanya kepentingan ekonomi di balik pers mahasiswa disinyalir mampu mempertahankan prinsip independen yang dipegang teguh oleh pers mahasiswa.

Selamat Hari Pers Nasional 2016…!

Baca Juga : Apa Sih ‘Citizen Journalism’ Itu?

Categorized in: