Dewasa ini, kita sangat dimudahkan dengan segala sesuatu, baik urusan yang menyangkut kehidupan pribadi maupun kepentingan sosial. Perkembangan teknologi dan informasi di abad 21 kini berkembang sangat pesat, tidak dipungkiri teknologi sudah menjadi bagian kehidupan manusia. Karena daya tariknya yang kuat manusia bukan lagi menjadi penikmat teknologi, tapi kini telah menjadi budak atas karya yang diciptakannya.

Gawai, atau yang biasa kita kenal dengan Gadget, adalah suatu peranti atau instrument yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya (Wikipedia.com). Nama asingnya “Gadget” lebih sering diucapkan oleh khalayak ramai ketimbang nama Indonesia nya yakni gawai. Gadget yang sering dipergunakan oleh orang-orang saat ini adalah smartphone, ponsel pintar yang mempunyai kemampuan sebanding dengan komputer yang mampu menyediakan segala hal yang diinginkan manusia sebagai penyempurnaan dari ponsel yang kita kenal dulu.

Namun dari ini semua pernahkah kita menyadari bahwa kehidupan sosial pada abad 21 ini kian bergeser? Masyarakat Indonesia yang kita kenal akan keramahan dan budaya sopan santunnya kini mulai mengalami pergeseran. Semakin diperparah dengan kemajuan teknologi dan informasi yang membuat semua orang tidak bisa lepas dengan smartphone ditangan nya belum lagi kehidupan kedua mereka yang sudah sangat membuat nyaman yakni media sosial.

Kemajuan komunikasi dan informasi yang seharusnya membuat manusia mampu berkomunikasi lepas tanpa jarak kini menjadi tembok penghalang antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.

Kehadiran smartphone, mampu membuat jarak antara manusia yang satu dengan manusia yang lain bahkan dalam satu tempat yang sama, orang orang akan lebih senang memainkan smartphone mereka daripada mengobrol dengan orang-orang yang ada disekitar mereka. Mirisnya yang terjadi saat ini, balita sudah fasih mempergunakan smartphone oleh orang tua mereka. Alasan sederhana saat orang tua akhirnya memberikan smartphone sebagai mainan kepada mereka adalah agar anak tidak rewel dan bisa ditinggal saat orang tua sedang mengerjakan sesuatu, dan orang tua tidak mempunyai banyak waktu untuk mengajak sang anak bermain diluar ataupun melepaskan anaknya untuk bermain dengan anak-anak seusianya. Jika sedari kecil sudah ditanamkan cara mendidik seperti itu, maka orang tua sudah menanamkan sifat antipati sejak dini.

Banyak aplikasi smartphone, yang membuat kita tergiurkan untuk memakainnya, salah satu aplikasi yang menunjang untuk kehidupan saat ini adalah aplikasi instant messaging. Instant Messaging atau pesan instan sistem pengiriman pesan dengan cepat melalui perantara jaringan internet dari satu gadget ke gadget lain. Instant messaging yang biasa orang Indonesia gunakan antara lain WhastApp, Line, dan BBM yang masih menjadi primadona orang Indonesia. Keunggulan dari penggunaan pesan instan tersebut yakni orang-orang tidak lagi menggunakan pulsa sms untuk mengabarkan atau mengirim pesan kepada orang lain, karena pesan instan menggunakan kuota internet dan pesan instan juga dapat digunakan untuk mengirim gambar, dokumen, audio, maupun berbagi lokasi dengan cepat.

Namun yang sangat disayangkan adalah budaya penggunaan smartphone khususnya instant messaging, dalam kehidupan masyarakat Indonesia jauh dari kata baik. Terkadang orang-orang lebih suka mengulur-ulur dalam membalas pesan yang sifat nya kurang penting dan kebanyakan lagi menyukai untuk me-read saja ketimbang untuk membalas pesan tersebut, baik pesan grup maupun pesan pribadi.

Budaya membaca chatting tanpa ada niatan untuk mebalas chatting tersebut membuat suatu paradigma bahwa kita sudah tidak lagi meyenangkan (jika chat pribadi) dan tidak lagi dianggap ada ataupun berpengaruh (jika chat di sebuah grup). Yang memprihatinkan lagi jika dalam sebuah grup ada salah satu orang yang bertanya mengenai suatu hal namun tidak ada balasan walaupun banyak yang membaca pesan tersebut itu cukup memperihatinkan dan menjadi bahan berpikir masih berguna kah grup chatting jika tidak difungsikan dengan sedemikian rupa.

“yah di-read doang…”
“read doang bales kagak”
“lo aja ah yang ngechat duluan digrup, kalo lo yang ngechat pasti dibales”

Pesan yang cuma di-read menjadi suatu sumber ke-galau-an para remaja saat ini. Mereka merasa diabaikan padahal masih menjadi satu grup dan tidak jarang mereka yang pesan nya Cuma di-read akan left atau keluar grup dengan sendiri nya, dan pada saat ada orang yang left grup, anggota yang lain akan menyadari dan memulai pembicaraan di grup dan membicarakan orang yang left tersebut mengapa dan kenapa orang tersebut bisa left, miris memang.

 

Namun dari itu semua beberapa keuntungan bisa kita dapatkan dengan membaca grup kelas pada saat kuliah, lebih tepatnya pada saat sebelum berangkat kuliah, mengapa? Karena banyak dosen yang akhirnya membatalkan perkuliahan dadakan pada hari dan jadwal yang sudah ditentukan karena suatu hal dan kita diuntungkan jika mahasiswa yang diamanahkan sebagai penanggung jawab dosen tersebut mengabarkan jika tidak ada perkuliahan dosen tersebut dan diganti oleh hari lain, artinya kita tidak diberatkan untuk berangkat awal dengan niat yang tulus dan akhirnya digugurkan dengan ketidakhadiran dosen tersebut. Setidaknya kita bisa mengerjakan hal yang lebih penting dirumah ataupun ditempat lain. Apalagi jika terdapat kelas pagi dan tepat dihari senin, wah rasanya bahagia sekali bukan?

 

 

Lalu bagaimana dengan orang yang menonaktifkan laporan dibaca agar tidak diketahui oleh orang lain jika mereka sedang online ataupun offline? Hal ini terjadi pada WhatsApp, beberapa orang memilih untuk menutupi privasinya agar pesan yang masuk kedalam pesan pribadi (bukan pesan grup) dinonaktifkan laporan dibaca, artinya orang lain tidak dapat mengetahui apakah pesan yang dikrimkannya sudah dibaca atau belum, hal ini sah-sah saja jika beberapa orang tidak ingin diketahui privasinya apakah sudah dibaca atau belum, namun pengecualin untuk pesan grup, laporan dibaca akan selalu ada dan tidak bisa dinonaktifkan.

Cara termudah untuk mengetahui apakah orang itu online atau offline dan pada akhirnya lambat membalas atau tidak membalas personal chat di suatu instant messaging baik WhatsApp ataupun Line, cek saja story pada Instagram nya, atau aktivitas yang diikuti di Instagram, disitu akan terlihat jika ternyata orang itu aktif di Instagram namun tidak membalas personal chat kita.
Namun yang perlu diperhatikan dari ini semua, alangkah baiknya jika kita mulai untuk menggerakan hati kita untuk membalas pesan baik pribadi maupun pesan yang ada di grup,walaupun isi pesannya terkadang bersifat sepele untuk kita, mungkin saja pesan itu sangat berguna untuk mereka dan mungkin saja mereka sedang membutuhkan kita dan sedang mencari informasi penting dan dibutuhkan saat itu juga.

Oleh : Tri Lestari (FE 2015)

Categorized in: