Biografi
Ibnu Abbas mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Quraisy al-Hasyimi. Abdullah bin Abbas lebih dikenal dengan nama Ibnu Abbas, beliau juga dipanggil dengan sebutan Abul Abbas. Dari Ibnu Abbas inilah nantinya akan lahir silsilah khalifah Bani Abassiyah.
Ibnu Abbas mempunyai hubungan saudara sepupu dengan nabi Muhammad Saw. Hal itu karena Abbas bin Abdul Muthalib ayah dari Ibnu Abbas bersaudara dengan Abdullah bin Abdul Muthalib ayah dari Nabi Muhammad Saw. Ibundanya bernama Lubanah binti Al-Harits Al-Hilaliah dan dijuluki sebagai Ummu Al-Fadhl karena bersaudara dengan Maimunah binti Al-Harist salah seorang istri dari Nabi Muhammad Saw. Ibnu Abbas lahir di Syi’ib pada saat kaum kafir Quraisy memboikot Bani Hasyim, dan wafat di Thaif. Namun ada perselisihan pendapat mengenai kapan wafatnya Ibnu Abbas. Ada yang berpendapat Ibnu Abbas wafat pada tahun 65 H, pendapat lain mengatakan Ibnu Abbas wafat pada tahun 67 atau 68 H. Para jumhur ulama sepakat bahwa pendapat Ibnu Abbas wafat pada tahun 68 H lah yang dipandang shahih, beliau wafat pada usia 71 tahun.
Pada saat kanak-kanaknya, Ibnu Abbas memperoleh pendidikannya di rumah Nabi Muhammad Saw. Beliau banyak sekali mengiringi Nabi Muhammad Saw dan mendapatkan ilmu darinya, juga menyaksikan tentang berbagai peristiwa turunnya sebagian ayat dari Alquran. Ibnu Abbas kerap menyiapkan air wudhu untuk Nabi Muhammad Saw, shalat berjama’ah bersama, melakukan perjalanan bersama, dan kerap kali menghadiri majelis-majelis ilmu Nabi Muhammad Saw. Karena itulah Ibnu Abbas banyak sekali mengingat dan mengambil pelajaran dari setiap perkataan maupun perbuatan Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw sendiri mengajarinya dan pernah mendoakanya. Pernah suatu ketika, Ibnu Abbas masih kanak-kanak dan sedang merangkak di atas tanah, Nabi memanggilnya, menepuk-nepuk bahunya seraya berdoa, yang antara lain berbunyi : “Allahumma ‘allimhu al-kitab wa al-hikmah”, dan dalam riwayat lain berbunyi : “Allahumma faqqihhu fi al-din wa ‘allimhu al-takwil” yang artinya “Ya Allah, jadikanlah Ia seorang yang mendapat pemahaman mendalam mengenai agama Islam dan ilmu tafsir”. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, Ibnu Abbas menambah ilmunya kepada para sahabat besar dengan cara bergaul bersamanya. Para sahabat besar itu seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Tholib, Mu’az bin Jabbal, serta Abu Zar Al-Giffari. Dari para sahabat besar Nabi Muhammad Saw itulah Ibnu Abbas mendapat pengetahuan luas tentang tempat dan sebab turunnya ayat dalam Alquran. Beliau juga mempunyai pengetahuan yang luas mengenai disiplin ilmu bahasa Arab.
Ibnu Abbas sering dijuluki dengan gelar Turjuman Alquran yang artinya penafsir Alquran, Habrul Ummah yang artinya guru umat, Ra’isul Mufassirin yang artinya pemimpin para mufasir, dan Al-Bahr yang artinya lautan. Ia diberi gelar Al-Bahr karena ilmunya yang luas dan banyak seumpama lautan. Ia dikenal dengan seseorang yang memiliki kemampuan cepat dalam memahami sesuatu, memiliki banyak ilmu, mempunyai pemikiran yang tajam, ingatannya yang kuat, dan bijak sana serta murah hati. Teman-temannya pernah berujar “kami tidak menemukan rumah yang di dalamnya terdapat banyak makanan, minuman, dan ilmu yang banyak selain rumah Ibnu Abbas”.
Mengenai sosok Ibnu Abbas, beliau mempunyai badan yang tinggi tetapi tidak kurus, berkulit putih kekuningan, janggut yang diwarnai dan wajahnya berseri. Selain itu, Ibnu Abbas juga memiliki sikap yang tenang, berbudi pekerti yang mulia, rendah hati, mempunyai empati dan simpati antar sesama, penuh cinta, ramah, akrab, tegas, dan bersifat terpuji, juga tidak suka melakukan sesuatu hal yang tiada manfaat. Ketika Masruq bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai bagaimana cara beliau mendapatkan ilmunya, Ibnu Abbas menjawab “dengan lisan yang gemar bertanya dan akal yang suka berfikir”.
“kami tidak menemukan rumah yang di dalamnya terdapat banyak makanan, minuman, dan ilmu yang banyak selain rumah Ibnu Abbas”.
Pada masa Ibnu Abbas, ada empat orang diantaranya yang bernama Abdullah yang di beri julukan Al-Abadillah, dan salah satunya adalah Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas. Tiga orang yang lainnya adalah Abdullah bin Umar yang biasa disebut Ibnu Umar, Abdullah bin Zubair atau Ibnu Zubair, dan Abdullah bin Amr. Mereka berempat adalah termasuk kedalam tiga puluh orang yang menghapal serta menguasai Alquran pada saat penaklukan kota Mekkah . Al-Abadillah ini kemudian termasuk kedalam lingkar ulama yang dipercaya dalam memberikan fatwa pada masanya.
Corak Tafsir
Tidak terhitung banyaknya riwayat Ibnu Abbas mengenai tafsir. Semua yang telah dinukil darinya telah dihimpun dalam sebuah kitab tafsir ringkas yang kurang sistematis tajuknya bernama Tafsir Ibni Abbas. Dalam kitab tersebut terdapat berbagai macam riwayat dan sanad. Melalui kitab tafsir Ibni Abbas, diketahui sanad terbaik adalah melalui jalur Abi Thalhah Al-Hasyim dari Ibnu Abbas. Terbukti sanad ini menjadi pedoman Bukhari dalam kitab Shahihnya. Adapun sanad yang cukup baik adalah dari jalur Qais bin Muslim Al-Kufi, dari ‘Atha bin As-Sa’ib.
Namun dalam kitab tafsir besar lainnya yang disandarkan kepada Ibnu Abbas terdapat kerancuan dalam sanadnya. Diketahui sanad yang paling rancu dan lemah adalah melalui jalur Al-Kalbi dari Abu Shalih. Karena, jika sanad ini digabungkan dengan riwayat Muhammad bin Marwan As-Suddi As-Shaghir, akan menjadi ‘silsilah al-kadzib’ yang artinya mata rantai kebohongan. Hal yang sama juga terjadi pada sanad Muqatil bin Sualiman bin Bisyr Al-Azdi, karena Muqatil mempunyai pemahaman yang kurang baik atau karena terikatnya beliau dengan berbagai madzhab. Sementara ada pula sanad ‘munqathi’ yang artinya terputus, yaitu sanad dari Adh-Dhahhak bin Muzahim Al-Kufi dari Ibnu Abbas. Karena dalam hal ini Adh-Dhahhak tidak bertemu secara langsung dengan Ibnu Abbas, dan jika digabungkan dengan riwayat Bisyr bin Imarah, maka riwayat tersebut tetap akan lemah, karena Bisyr memang mempunyai sanad yang lemah. Adapula sanad yang sangat lemah dan ditinggalkan oleh para ulama, yaitu sanad melalui riwayat Juwaibir. Lain halnya dengan sanad melalui Al-‘Aufi dan seterusnya dari Ibnu Abbas, padahal Al-‘Aufi seorang yang dinilai lemah, tetapi kadang dinilai hasan oleh At-Tirmidzi serta banyak digunakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim.
Sumber :
Buku “Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an” karangan Syaikh Manna Al-Qaththan
http://www.lingkaran.org/biografi-ibnu-abbas.hymn
Wallaahu ‘alam bishshowab
Hestia Raharti
Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam FIS U
10 Ramadhan 1439 H