Rabu (20/2) – Beberapa waktu lalu kasus ketidakberadaban murid menggenapkan kasus semisal yang pernah terjadi dalam catatan sejarah Indonesia. Dimana seorang murid SMP PGRI Wringin-anom, Gresik, Jawa Timur, terekam video yang kemudian viral memerlakukan gurunya di luar kepatutan; ia terlihat mencekik sang guru pada video tersebut. Setelah didalami sebab-musababnya ialah bahwa murid tersebut tidak terima pernah ditegur oleh gurunya saat ia merokok. Kendati pun sudah tersiar pada publik bahwa murid tersebut dimaafkan oleh guru yang belakangan diketahui bernama Kalim setelah dimediasi oleh pihak sekolah agaknya fenomena ini perlu mendapat perhatian lebih. Karena fenomena tersebut bukan barang baru di negeri ini. Bahkan, pada bulan yang sama pada tahun 2018 publik juga dihebohkan dengan mencuatnya kabar seorang guru SMAN Torjun, Sampang, Madura, Jawa Timur meninggal saat dibawa ke rumah sakit setelah mendapatkan pukulan dari muridnya.
Pengertian pendidikan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut, dalam bab berikutnya dijelaskan bahwa fungsi pendidikan nasional di antaranya guna mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sedangkan tujuan dari pendidikan yaitu guna berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dimana sudah barang tentu bahwa semangat pengertian, fungsi dan tujuan dalam UU ini menginduk pada Pancasila, yang pada kesempatan ini penulis ingin menyoroti sila pertama dan kedua yang berturut-turut berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Kemanusiaan yang Adil dan beradab”.
Fenomena nir-adab yang tercermin dari perangai oknum siswa sebagaimana disinggung di awal disinyalir karena kegagalan memaknai pendidikan yang diawali juga oleh kegagalan lainnya, yaitu kegagalan memahami-memaknai sila pertama Pancasila yang pada gilirannya (idealnya) akan membentuk manusia-manusia yang beradab, sebagaimana bunyi sila kedua. Adab berarti kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak, KBBI Daring.
Pendidikan sejatinya bukan hanya untuk kecerdasan semata apalagi sebagai sarana penunjang status sosial.
Pemangku kebijakan terkait sebenarnya telah bertikad baik karena belakangan sudah menaruh perhatian pada aspek afektif peserta didik. Menurut Hindatulatifah (Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. V, No. 1, 2008, hlm. 61), kawasan aspek afektif mengutamakan perasaan, emosi, atau sikap peserta didik. Namun, soal pengimplementasiannya agaknya perlu diseriusi dan selalu dievaluasi.
Dari semua pembahasan nampaknya pendidikan akan berfungsi dan mencapai tujuan sebagaimana amanat UU RI No. 20 Tahun 2003 Sisdiknas, jika persoalan fundamental semisal pemaknaan pendidikan menjadi landasan untuk langkah-langkah lainnya termasuk teknik mengelola kelas yang juga tak kalah penting.
Comments