unjkita.com – Rakyat menjerit, suaranya mengelegar memecahkan keheningan Ibu Kota DKI Jakarta. Puluhan rumah roboh, terhempas oleh tangan kuat sang penguasa negeri ini. Laut diubahnya menjadi daratan, konon untuk kesejahteraan bersama, namun lagi-lagi rakyat tetap meronta meminta sang penguasa negeri ini adil terhadapnya.
Inilah secuil untaian kata berkisah tentang sebuah provinsi bernama Provinsi DKI Jakarta. Berbagai masalah terus muncul bagai cendawan yang tumbuh di kala la nina. Mungkin tepat umpatan bahwa ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri. Namun anehnya, sang penguasa ibu kota tetap tegar. Konon menurutnya, kebijaksanaannya adalah sebuah kebenaran. Sang penguasa terus saja bersekutu dengan kapitalis, sementara rakyat kecil terus saja menjerit dan menangis. Entah siapa yang benar, apakah penguasa dengan pusakanya berupa kitab konstitusi atau rakyat dengan pusaka air mata kemanusiaan dan keadilan. Yang pasti, kini rakyat menanti sang penguasa idaman yang mampu membawa perubahan menuju lebih baik.
Mencoba menguak bakal calon sang penguasa Ibu Kota Jakarta yang didambakan, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (BEM UNJ) bersama dengan BEM Jabodetabek mengadakan Diskusi Publik bertajuk “Menuju Pilkada Cerdas dan Berkualitas” bertempat di Aula Latief Hendraningrat, Gedung Dewi Sartika UNJ. Acara yang menyedot perhatian ratusan mahasiswa ini dihadiri beberapa narasumber yakni Muhammad Idrus, Haji Abraham Lunggana (Haji Lulung), dan KH. Fakhrurozi Ishak. Berperan sebagai panelis yakni Ubeidilah Badrun (Dosen UNJ dan pengamat politik), Pangi Syarwi Chaniago (Jayakarta Reform Institute), Bagus Tito Wibisono (Koordinator Pusat BEM SI) dan Syahril Sidik (Presidium Pemuda Djayakarta). Acara berlangsung sejak pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB.
Acara diawali dengan bacaan ayat suci Al-Quran oleh Hersa Putra dari FMIPA dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu totalitas perjuangan. Acara selanjutnya adalah sambutan Ketua Pelaksana yakni Ahmad Firdaus. Dalam sambutannya, Firdaus menegaskan peran mahasiswa sebagai bagian perpolitikan negera harus turut aktif memberikan kontrol terhadap pemerintah.
“Politik mahasiswa bukanlah politik kekuasaan, melainkan politik nilai. Artinya, siapapun pemimpinnya, mahasiswa akan tetap hadir menyuarakan kebenaran. Selama bumi pertiwi masih menangis maka pergerakan mahasiswa akan tetap ada,” tegas Firdaus yang juga sebagai Komandan Green Force UNJ.
Pihak birokrat UNJ yang diwakilkan oleh Ketua Lembaga Penelitian Dr. Ucu Cahyana, M. Si dalam sambutannya menyampaikan salam dari Rektor UNJ yang berhalangan hadir. Dr. Ucu Cahyana juga menyampaikan dukungan dan apresiasi terhadap jalannya acara. Menurutnya, kegiatan tersebut sangat cocok dengan motto UNJ yakni Building Future Leader sehingga mahasiswa dapat belajar memiliki visi. Diharapkan nantinya mahasiswa mampu menjadi pemimpin masa depan yang jujur, ulet, kreatif, dan menjunjung tinggi nilai agama.
Acara diskusi semakin menarik mengingat beberapa narasumber yakni Abraham Lunggana dan Muhammad Idrus digadang-gadang menjadi bakal calon Gubernur DKI Jakarta pada Pemilukada 2017 nanti. Sementara itu, Sandiaga S. Uno dan Adhyaksa Dault yang awalnya diminta menjadi narasumber, batal datang karena suatu hal. Dua narasumber yakni Muhammad Idrus dan KH. Fakhrurozi Ishak juga izin meninggalkan acara pada pukul 16.00 WIB atau satu jam sebelum acara selesai. Walaupun demikian, acara tetap berjalan lancar dengan antusias mahasiswa yang tinggi.
Dalam kesempatan tersebut Abraham Lunggana atau yang kerap disapa dengan Haji Lulung menyatakan komitmennya untuk maju menjadi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta. Saat diberikan kesempatan menyampaikan visi, Haji Lulung dengan gaya bicaranya menyatakan bahwa siapapun yang menjadi Gubernur DKI Jakarta harus teruji dalam hal wawasan kebangsaan, ideologi, patriotisme, mengenal Jakarta dan menjujung tinggi budaya lokal. Masyarakat diminta cerdas memilih serta jangan menjadikan isu sara sebagai ajang perang media dalam dunia demokrasi.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Persatuan Pembangunan ini menegaskan konsep pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan dan penggalangan masyarakat sadar pajak apabila terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta nantinya. Hal tersebut dinilai sebagai salah satu strategi efektif untuk meningkatkan APBD dan kesejahteraan masyarakat.
Ketua DPW PPP DKI Jakarta yang telah tujuh tahun sebagai anggota DPRD DKI Jakarta ini kerap kali mengkritik Gubernur DKI Jakarta saat ini yakni Basuki Tjahya Purnama atau yang sering disebut Ahok. Menurut Haji Lulung, DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Gubernur Ahok telah dikuasai oleh kalangan kapitalis, neoliberal, bahkan komunis. Pembangunan hanya menguntungkan kalangan berduit yang pada akhirnya merugikan masyarakat bawah. Peraturan ditabrak begitu saja, konsistensi dan konsekuensi terhadap aturan seolah memplem saat berhadapan dengan kalangan berdasi merah. Banjir tetap saja menggenang akibat tidak konsistennya pemerintah dalam menjaga kawasan terbuka hijau yang kerap kali beralih menjadi apartemen.
Gubernur Ahok juga dinilai tidak solutif terhadap kasus penggusuran di Kawasan Luar Batang. Ratusan kepala keluarga kini menjadi manusia perahu yang bimbang tanpa tempat tinggal dan pekerjaan. Konsep penggusuran tidak mampu menjawab permasalahan setelahnya karena tidak terkonsep dengan baik. Lulung juga menyatakan penolakan terhadap upaya reklamasi. Menurutnya ada tiga alasan mengapa partai yang dipimpinnya di DKI Jakarta menolak reklamasi yakni 1). Ditabraknya beberapa ketentuan reklamasi dimana reklamasi sudah mulai berjalan sejak tahun 2013 sedangkan izin reklamasi dari Gubernur DKI Jakarta keluar tahun 2014; 2). Adanya permasalahan pada penyusunan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Zonasi dan Tata Ruang yang belum tuntas; 3) Penolakan luas terhadap reklamasi terutama kalangan nelyan Jakarta Utara.
Hal senada juga disampaikan oleh narasumber lainya KH. Fakhrurozi. Menurutnya Pemerintahan Eksekutif DKI Jakarta saat ini semakin mengembangkan konsep liberal. Banyak pejabat yang tidak berahlak, sehingga orang yang memaki-maki pihak lain justru dianggap sebagai orang hebat yang pemberani. Menurutnya, pemimpin harus mampu menjaga ucapan dari hal yang dapat menyinggung orang lain, sopan santun, dan mampu menjaga hati.
Demokrasi yang ada saat ini dinilai sebagai demokrasi yang keblabasan. Nilai kepatutan demokrasi telah ditabrak oleh masyarakat pada umumnya. Lebih lanjut KH. Fakhrurozi menjelaskan konsep kepatutan demokrasi dengan menyampaikan Al Quran Surah Al Maidah 51 yakni:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Q.S. Al Maidah:51).
Narasumber lainnya yakni Muhammad idrus lebih menekankan pada prinsip pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan dan ekonomis. Sumber daya manusia Jakarta yang melimpah mencapai 10,2 juta jiwa harus diberdayakan. Program pembangunan yang ditawarkan olehnya sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta adalah program 1 milyar untuk setiap RW (Rukun Warga). Dengan jumlah RW di Jakarta yang ada sebanyak 2769 RW, maka dana yang dibutuhkan sebanyak 2,7 Triliun. Dana tersebut dinilai masih kecil jika dibandingkan dengan APBD DKI Jakarta karena hanya sekitar 5% dari APBD.
Solusi yang ditawarkan dalam menangani masalah banjir yang sering melanda Jakarta yakni dengan mensinergiskan antara hulu dan hilir. Pemerintah DKI Jakarta harus bekerjasama dengan Pemerintah Bogor, Depok, Bekasi untuk mensinkronkan program penanganan banjir. Program lain yang ditawarkan untuk mengatasi banjir adalah membuat koneksi antara Banjir Kanal Timur (BKT) dan Banjir Kanal Barat (BKB).