UNJKita.com – Melalui proses pengolahan di kilang minyak, minyak mentah yang dihasilkan dari bumi Indonesia atau dari luar negeri, diubah menjadi bahan bakar minyak yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan perekonomian Indonesia. Di sinilah letak pentingnya peran kilang minyak bagi pembangunan. Minyak mentah yang berasal dari sejumlah lapangan minyak diolah menjadi bahan bakar minyak seperti, premium, pertalite, perta dex, pertamax, bio solar, avtur, dan lain-lain. Tidak hanya bahan bakar minyak yang dihasilkan dari kilang minyak, ada juga produk lain, seperti paraxylene yang sangat diperlukan oleh industri petrokimia.
Saat ini, ada enam kilang yang dioperasikan oleh PT Pertamina (Persero), yaitu RU II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan, dan RU VII Kasim. Sebetulnya ada satu kilang lagi, yaitu RU I Pangkalan Brandan. Hanya saja, dengan pertimbangan pengoperasian RU I tidak ekonomis lagi, pada 2007 RU I Pangkalan Brandan sudah tidak beroperasi lagi. Kapasitas terpasang dari keenam kilang minyak ini adalah 1,05 juta barel per hari. Namun, dalam pelaksanaannya, produk Bahan Bakar Minyak yang dihasilkan dari keenam kilang minyak ini sekitar 800-950 ribu barel per hari.
Dalam satu tahun dibutuhkan sekitar 72 juta kilo liter bahan bakar minyak. Sementara itu, Pertamina, sebagai BUMN Migas baru dapat memberikan kontribusi sekitar 39 juta kilo liter. Tidak ada jalan lain untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak, PT Pertamina (Persero) melakukan impor minyak mentah dan BBM dari luar negeri.
Dalam Outlook Energi Indonesia 2016 yang diterbitkan oleh Dewan Energi Nasional (DEN), rasio ketergantungan akan impor minyak mentah dari tahun tahun semakin tinggi antara 33–44 persen. Hal ini tentu mengakibatkan devisa negara terkuras hanya untuk keperluan impor minyak mentah dan bahan bakar minyak. Di sisi lain, kenaikan ini memperlihatkan bahwa kegiatan perekonomian Indonesia sedang tumbuh.
Atas pertimbangan perkembangan ekonomi Indonesia dan menyelamatkan devisa negara, PT Pertamina (Persero) mengambil inisiatif membangun infrastruktur yang dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, dilakukan pengembangan empat kilang minyak, yaitu RU V Balikpapan, RU VI Balongan, RU IV Cilacap, dan RU II Dumai. Program kerja ini dikenal dengan RDMP (Refinery Development Master Plan) dan kelompok kedua, dibangun kilang minyak baru (New Grass Root Refinery, NGRR) di Tuban dan Bontang.
“Tujuan dari pengembangan dan pembangunan kilang minyak adalah agar nantinya di tahun 2023, PT Pertamina (Persero) bisa mewujudkan swasembada Bahan Bakar Minyak seperti yang dicanangkan oleh Pemerintah Jokowi-JK dalam Nawacita,” ujar Rachmad Hardadi, Direktur MegaProyek, Pengolahan, dan Petrokimia, PT Pertamina (Persero).
Ditambahkan Rachmad Hardadi dengan keenam proyek ini, kapasitas produksi kilang minyak yang dioperasikan oleh Pertamina nantinya menjadi, 2,2 juta barel per hari. Mega proyek enam kilang minyak ini diperkirakan akan membutuhkan dana sekitar 500 triliun rupiah. Ada yang dikerjakan oleh Pertamina sendiri dan ada yang bekerjasama dengan perusahaan minyak dan gas yang sudah mempunyai reputasi internasional.
“Tantangan terbesar Direktorat MegaProyek, Pengolahan dan Petrokimia adalah mewujudkan semua ini dalam kurun waktu tujuh tahun dan selesai di tahun 2023. Dua tahun lebih cepat dari target pemerintah. Untuk itu, dukungan dari semua pihak sangat kami perlukan,” ujar Rachmad Hardadi.
Oleh: Adi Prathomo