“Jangan pikir hargaku semurah orang-orang yang melacurkan Idealismenya. Memilihmu karna tampan, berwibawa, atau bahkan terkenal se-antero jagat! Kenal saja tidak. Lalu kenapa juga harus aku berikan Rumahku pada orang yang tidak sama sekali aku kenal ? Maaf hargaku tidak semurah itu.”
Belakangan ini kampus kita kedatangan banyak semut, bukan tanpa sebab semut-semut ini datang, melainkan ada hal yang membuatnya datang, Gula! Ya para semut ini dijanjikan gula oleh seseorang yang hari ini menjelma menjadi Sosok pahlawan baru yang sengaja menebarnya di pekarangan fakultas. Untuk apa ? Jelas untuk memuluskan tahta yang sedang dikejar oleh si Pahlawan baru ft konco-konconya.
Sudah menjadi hukum alam bahwa pada setiap masa memang harus punya pemimpin baru, karna Sesukses apapun torehan pemimpin yang lama, tetap saja kita diwajibkan menggantinya dengan yang baru, tanpa terkecuali. terutama untuk bagian yang ini.
Mereka bilang kampus kita sedang pesta demokrasi, pemilihan umum tengah bergulir di Era kepemimpinan yang baru, Universitas, Fakultas, Jurusan, Prodi dan tak ketinggalan lembaga ORMAWA di kampus pun ikut memeriahkan demokrasi yang bertajuk “LUBERJURDIL” a.k.a ( lu bener jadi pemimpin adil )
Setiap lembaga yang ada dikampus tentunya selalu memberikan slogan bahwa tempatnya adalah rumah bagi seluruh umat yang ada di Kampus bukan ? maka sebagaimana mestinya untuk orang yang menjadi pemilik rumah tanpa kami rumah itu kami minta dengan sendiri pastinya kami berhak juga untuk tahu siapa yang akan mengurus rumah kami nantinya.
Hari ini setiap rumah sedang ramai-ramainya melalukan pencarian pemimpin baru untuk mengurus segala keperluan yang dibutuhkan demi kenyamanan umat yang mendiami rumah-rumah tersebut, kabarnya juga demi menjaga jalannya tradisi kuno yang ada didalam masing-masing rumah, termasuk juga yang Rumah kami, UNJ yang hari ini sedang berbenah, entah diperbaiki, atau di kearah manakan bentuk rumah ini nantinya, yang pasti semua tergantung pemimpin baru UNJ nanti, harapan tentu ada yang utama pada mengantarkan pada Masa Keemasan tapi tidak juga menutup kemungkinan justru rumah kami malah membuat kami tak nyaman atau bahkan bila nanti ada survei Kampus UNJ ini malah berada di Titik terbawah klasemen dari universitas ternamaan lainnya.
Rumah kami sangat tergambar kunonya. Gambarannya sangat terlihat dari situasi gedung-gedung tua yang masih melekat ditambah nuansa lusuh yang entah sengaja dibuat atau memang sudah menjadi Icon utama bagi Kampus UNJ ini, dengan sengaja dibiarkan menua agar orang-orang penghuni rumah ini tidak tertukar saat pulang ke menuju Rumahnya.
Tidak lagi bertele-tele, kita akan kembali pada fokus utama tentang wacana Pelacuran idealisme yang dilakukan oleh para kaum semut, penggemar manis-manis yang selalu berakhir tragis.
Pelacuran idealisme tidak akan kamu temukan di KBBI, yang ada adalah kata “pe·la· cur·an” dan kata “ide·al· is·me” yang jika dikawinkan maka keduanya akan melahirkan sebuah gagasan mentereng dengan makna bahwa orang yang menyandang gelar sebagai Pelacur Idealisme dapat digambarkan sebagai sosok orang yang mendukung sesuatu tanpa memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan, juga dibekali dengan semangat ketidak tahuannya, Ia akan terus bersih keras terhadap apa yang di anggap benar terhadap apa yang didukungnya, atau bahkan yang paling parah adalah mendukung atas dasar ketampanan, keteranaran, Asal yang sama, atau bahkan sicalon lebih berwibawa dari pada calon yang lainnya.
Dengan dasar tersebut para pemilik gelar pelacur idealisme juga tergolong kedalam kaum yang rela mengeluarkan tenaga, emosi, dan materil demi mulusnya sebuah perjalanan calon Pemimpin baru tanpa melalui tahap Pencerdasan terlebih dahulu. Persoalan pelacuran idealisme adalah persoalan lama yang bergulir dan seringkali kita temukan dalam setiap perhelatan Demokrasi, baik ditingkat Nasional “pemilihan Presiden” sampai tingkat tingkat yang paling kecil Pemilihan Ketua Murid. Tapi dalam lingkup UNJ tentunya akan menjadi sangat menarik untuk dibicarakan.
UNJ sebagai kampus ternamaan di pusat Kota ini tentunya selalu menjadi panutan untuk ditiru kampus-kampus lain dalam melakukan kegiatan Kemahasiswaan yang ada, apalagi dalam melaksanaan pesta Demokrasi dilingkungan kampus. Isi kampus yang pastinya didominasi oleh Mahasiswa cerdas dengan dibuktikan oleh penerima beasiswa yang banyak merupakan bukti yang real bahwa prestasi mahasiswanya tidak diragukan, wong dapet beasiswa kan gagampang. Jadi pastilah cerdas-cerdas.
Tapi apakah kecerdasan mereka sesuai dengan kebutuhan kampusnya ? Bahkan kalau dilihat-lihat malah banyak yang salah arti, para Pelacur Idealisme ini seringkali beranggapan bahwa pemimpin adalah Sosok yang harus mempunyai wajah tampan, bersih, rapih, wibawa, dan konco-konconya yang lain itu, jelas ini adalah perihal fisik semata karna memang realitasnya seperti itu, coba saja kita bertaruh. Kalau ada calon yang tidak dikenal pasti dengan mudahnya kita menjatuhkan pilihan pada fisik mereka bukan ? “Pilih yang paling cakep aja, kalo gaada yang cakep yang mirip mantan gue aja” pasti begitu. Sudah pasti saya benar, karna kalaupun salah juga jawabannya harus benar.
Inilah realitas yang dihadapi mahasiswa kampus UNJ, dimana mahasiswanya dipaksa memilih peimpin baru yang sama sekali tidak mereka kenal, pun tanpa terlebih dahulu mendapatkan pencerdasan. Bahkan terkesan memaksa mahasiswa menjadi menjadi Pelacur Idealisme, dengan memilih salah seorang kandidat tanpa mengenal sisi lain Pemimpin mereka, padahal lebih jauh setelah terpilihnya Pemimpin baru mereka nantinya akan melakukan pekerjaan yang tidak mudah. Bahkan bisa berpotensi menjadi bumerang bagi rumah tempat tinggal mereka, misalnya dengan tidak terwujudnya iklim yang sesuai harapan, dan tidak berkembangnya kampus kearah yang lebih baik adalah tanda bahwa dominasi kaum Pelacur Idealisme lebih mendominasi dibanding kaum-kaum yang tercerdaskan.
Hingga sampai pada sebuah titik sebagai mahasiswa kampus UNJ yang ada dibarisan tercerdaskan rasanya sangat disayangkan bila masih banyak orang menganut faham Fisikisme dalam memilih calon Pemimpin atas dasar ukuran fisik semata. Dengan Dan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada teman kaum Fisikisme yang juga penyangdang gelar Pelacur Idealisme, mari kita sama-sama beranjak untuk menjadi pemilih yang cerdas. Yang memilih bukan atas dasar fisik semata, melainkan karna memang sosok pemimpin tersebut adalah sosok yang paling dibutuhkan oleh semua umat di lingkungan kampus kita.
Lalu bagaimana jika saya merasa bahwa bukanlah seorang Pelacur Idealisme ? Dan saya merasa bahwa sosok tersebut saya pilih atas dasar pencerdasan yang saya dapatkan. Dan tidak sama sekali merasa digiring atau diarahkan untuk memilihnya ? Ini jawabannya
“Pada umumnya sifat Manusia itu cenderung memihak. Lantas memihak pada hal yang bagaimana ? Tentunya manusia akan cenderung berpihak pada yang paling benar. Benar seperti apa ? Benar seperti makna kesusilaan dalam diri masing-masing orang” Jadi tidak masalah saat kita memihak pada sesuatu. Tentunya memihak dengan cara yang tidak berlebihan. Agar keberpihakan tidak berpotensi menjadi pemicu perpecahan dalam lingkup yang paling sederhana atau lingkup yang lebih besar, sebuah Negara.
Dan semoga kita tetap bisa menjaga kewarasan kita sehingga terhindar dari bahaya melacurkan Idealisme masing-masing. Jaga hartamu karna ia bagian berharga dari yang seorang pemuda miliki “IDEALIS” maka jangan sampai kamu lacurkan Idealismu. -Tan Malaka
Oleh : Berkat Zhahir Baibar