Tepat pada 15 Mei 2017 acara pembukaan rangkaian Dies Natalis UNJ ke – 53 resmi dibuka. Saya mengucapkan selamat kepada UNJ atas Dies Natalis nya yang ke 53! Dies Natalis UNJ ke – 53 ini mengusung tema “Penguatan Peran Universitas Negeri Jakarta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pendidikan”. Sekilas memang tema ini sangat bagus dan sangat menarik, dan saya pun setuju dengan itu. Tema ini membawa semangat perubahan di dalam kampus ini agar menjadi manusia pendidikan yang berkualitas.
Tema tersebut mengindikasikan bahwa kampus kita sedang dalam fase ‘Penguatan’ dari peran-peran yang sudah dijalankan UNJ dalam meningkatkan SDM Pendidikan. Pertanyaannya adalah apakah tema tersebut sudah sesuai dengan kondisi kampus kita saat ini? Lalu apakah indikator dari manusia pendidikan yang berkualitas itu? Dan apakah kemudian UNJ sudah berperan ke arah sana sehingga peran UNJ kedepannya hanya tinggal penguatan saja?
Kenyataannya adalah bahwa tema tersebut belum sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi kampus saat ini berada jauh dari nilai-nilai akademik. Rasionalisasinya adalah bahwa pembungkaman terhadap seluruh elemen di UNJ merupakan bentuk dari anti intelektual. Hari ini, jika anda mengkritik maka anda akan dituduh mencemarkan nama baik. Termasuk bisa jadi tulisan ini akan dilaporkan. Framing ini yang kemudian dibangun sehingga ketika ada orang yang mau mengkritik itu takut dan enggan untuk mengkritik.
Idealnya adalah bahwa kampus itu hidup dengan kultur akademik yang sehat, dimana di dalamnya terdapat proses dialektika. Proses dimana terdapat tesis, antithesis, sintesis dan begitu seterusnya. Atau dapat dikatakan proses berargumen, beradu pendapat dan lain sebagainya. Nyatanya adalah proses itu tidak ada. Proses yang ada di UNJ adalah proses dimana ketika orang mengkritik itu dicap sebagai pencemaran nama baik. Itu kondisi realnya. Padahal tujuannya mulia, yaitu membangun SDM Pendidikan yang berkualitas. Dan tentunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana Tujuan Pendidikan.
Indikator dari manusia pendidikan yang dimaksud di dalam tema tersebut pun menjadi unik. Apakah kemudian indikator dari SDM Pendidikan yang berkualitas itu adalah orang yang hanya loyal dan tidak mengkritik siapapun? Ataukah SDM Pendidikan itu adalah orang-orang yang mencerdaskan dengan sikap kritisnya? UNJ sebagai kampus pendidikan harusnya bisa menjawab ini. Ketika kita dituntut untuk aktif dan kritis ketika di kelas, namun ketika mengkritisi kampus sendiri malah dilaporkan ini menjadi sebuah ironi, bahkan ironi di atas ironi. Dan ini menjadi indikator kemunduran demokrasi di kampus kita. Demokrasi yang kemudian kita idamkan dikampus seketika mengalami kemunduran hanya karena kasus pembungkaman tersebut.
Kondisi ini tidak lain karena kepanikan dari birokrat. Mengapa demikian? Dalam pandangan Struktural Fungsional, sebuah sistem akan mengarah ke titik equilibrium. Titik inilah yang kemudian dipertahankan. Dan ketika ada unsur yang melenceng dari titik tersebut maka sistem akan memaksa unsur tersebut untuk mengikuti sistem dan alhasil sistem tersebut akan kembali mengarah ke titik tersebut. Yang dilakukan birokrat adalah sebuah kepanikan, dimana satu persatu masyarakat UNJ mengkritisinya dan kondisi inilah yang tidak diinginkan birokrat. Maka unsur yang kritis tersebut harus dibungkam, sehingga sistem akan berjalan seperti semula
Termasuk kasus Pak Ubed, dimana beliau baru saja dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Pak Ubed dilaporkan 2 pekan setelah menulis kritik terhadap birokrat. Waktu 2 pekan itu adalah waktu yang lama untuk melaporkan seseorang karena kasus pencemaran nama baik. Apakah kemudian pertimbangannya begitu banyak sehingga memakan waktu 2 pekan? Atau hanya tidak ingin terlihat terlalu panik?
Dies Natalis ke – 53 seharusnya dimaknai sebagai momentum untuk perubahan. Karena memang kampus kita butuh adanya perubahan. Maka dari itu, seluruh Elemen di UNJ harus bersatu untuk merebut perubahan di kampus kita tercinta. Mari buat perubahan di UNJ, dan mari ukir sejarah di UNJ bahwa seluruh elemen bisa bersatu untuk perubahan. Ketika kita dibungkam, hanya ada satu kata yang patut kita teriakkan, yaitu LAWAN!
Aulia Daie Nichen
Mahasiswa UNJ