Dalam setiap peradaban mempunyai tokoh-tokohnya masing-masing dan tokoh itu mempunyai cara sendiri untuk seutuhnya menjadi tokoh, membaca adalah salah satunya. Sejarah mencatat setiap bapak bangsa mempunyai daya tarik yang sangat erat dengan buku.
Bung hatta tak membawa apa-apa dipenjara selain tumpukan buku dalam peti. Bung karno dalam rumahnya terdapat gudang buku yang luar biasa luas. Lantas bukannya itu sudah bisa mengubah pandangan tentang membaca. Ya, orang besar selalu berteman dengan buku dan membaca. Sudah saat nya bangsa ini merenunginya!
UNESCO mencatat indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, pada setiap 1.000 orang hanya ada satu orang yang punya minat membaca. Masyarakat di Indonesia rata-rata membaca nol sampai satu buku per tahun. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan penduduk di negara-negara anggota ASEAN, selain Indonesia yang membaca dua sampai tiga buku. Angka tersebut kian timpang saat disandingkan dengan warga Amerika Serikat yang terbiasa membaca 10-20 buku per tahun. Tingkat literasi kita juga hanya berada pada rangking 64 dari 65 negara yang disurvei. Satu fakta lagi yang miris tingkat membaca siswa Indoneisa hanya menempat urutan 57 dari 65 negara (Republika, 12 September 2015).
Dalam sebuah laporan penelitian yang dilansir di koran The Jakarta Post pada tanggal 12 Maret 2016, Indonesia ditempatkan pada posisi 60 dari 61 negara. Indonesia hanya setingkat lebih tinggi dari Botswana, sebuah negara miskin di Afrika. Penelitian di bidang literasi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di New Britain, Conn, Amerika Serikat, menempatkan lima negara pada posisi terbaik yaitu Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia. Hasil penelitian ini menunjukkan betapa lemahnya budaya literasi dalam masyarakat Indonesia. Padahal tingkat literasi masyarakat suatu bangsa memiliki hubungan yang vertikal terhadap kualitas bangsa. Tingginya minat membaca buku seseorang berpengaruh terhadap wawasan, mental, dan perilaku seseorang.
Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan dan pengetahuannya, sedangkan kecerdasan dan pengetahuan dihasilkan oleh seberapa ilmu pengetahuan yang didapat, sedangkan ilmu pengetahuan didapat dari informasi yang diperoleh dari lisan maupun tulisan.
Semakin banyak penduduk suatu wilayah yang haus akan ilmu pengetahuan, maka semakin tinggi kualitasnya. Kualitas suatu bangsa biasanya berjalan seiring dengan budaya literasi. Faktor kualitas dipengaruhi oleh membaca yang dihasilkan dari temuan-temuan para kaum cerdik pandai yang terekam dalam tulisan yang menjadikan warisan literasi informasi yang sangat berguna bagi proses kehidupan sosial yang dinamis. Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan tingkat literasi yang masih rendah, padahal sudah 71 tahun sejak Indonesia menjadi negara merdeka. Bagi seorang humas gerakan, kemampuan literasi menjadi suatu keharusan. Sudah saatnya bangsa ini menanyakan kabar tentang budaya baca dan menulis para anak bangsa!
Inilah kabar bangsa ku.
Oleh: Danu Rizky Fadilla (Fakultas Teknik, Prodi Pendidikan Teknik Elektro 2015)