“Anak muda zaman sekarang pada kemana matanya, ya,” ujaran wanita renta di pojok pintu mencubit hati penulis. Kala itu, angkutan umum populer Jakarta tengah penuh-penuhnya, maklum, jam pulang kerja.

Masing-masing diri, kebanyakan anak muda, berebut masuk supaya dapat duduk. Tak peduli orang lain, tak peduli siapa yang mereka dorong, gencet, ibarat kata orang jawa, “ora urus”. Bagi mereka yang penting duduk, enak, nyaman, tereserah yang lain. Makanya, ketika sang nenek tua yang sudah payah itu kelelahan berebutan dan nyatanya tak dapat tempat tumpuan, ia kemukakan pandangannya pada anak muda zaman sekarang.

Yang tadi dengan semangat tinggi mem-body saingan tetiba tertidur dengan muka menutup wajah, tetiba memejamkan mata dengan headset menyumpal telinga. Pura-pura buta, pura-pura tuli, bahkan pura-pura tua juga sehingga Mereka tak ingin mengangkat tubuhnya dan memberikan hak orang tua itu dengan semestinya.

Satu kata yang penulis lihat dari pemuda sekarang, apatis.

Lalu, bagaimana dengan Mahasiswa? Bukan tidak mungkin diantara para penumpang tadi banyak anak-anak Mahasiswa disana?

Yang katanya berdemo demi rakyat, turun ke jalan demi rakyat, bersuara dan berjuang demi rakyat.

Katanya pemuda itu Moral Force yang mencotohkan akhlaq? Memberi gambaran baik ke masyarakat untuk diikuti. Untuk memperbaiki.

Namun nyatanya apa? Mahasiswa hanya aktif di kampus. Hanya bersuara di kampus. Atau paling banter, di jalan bersama-sama teman mahasiswa. Katanya saja almamater itu dari rakyat kecil. Memperjuangkan rakyat kecil. Sok-sokan berlelah-lelah di bawah panas demi rakyat kecil.

Nyatanya melakukan hal kecil saja tidak mau. Apatis. Apalagi melakukan pembelaan ke rakyat? Sebenarnya kepedulian mahasiswa itu bagaimana? Omong kosong saja?

Teman mahasiswa, seperti yang berkali-kali Anda kumandangkan. UKT kita uang rakyat, almamater kita uang rakyat, kuliah kita uang rakyat. Hutang kita banyak sekali sama rakyat.
Kita tak bisa praktis menuntut pemerintah berubah begitu saja demi rakyat. Kita cuma bisa bersuara sambil menunggu keputusan terbaiknya.

Lalu, sambil menunggu hal itu yang entah akan terjadi atau tidak, kita lantas diam saja? Berpangku tangan sampai menunggu demo selanjutnya?

Tidak, teman!

Kita bisa melakukan hal-hal kecil yang penulis sebutkan di atas.

Menjadi contoh yang baik. Yang dengan bangga menunjukkan bahwa kita seorang mahasiswa yang dengan senang hati melayani rakyatnya.

Yang dengan senang hati memberi tahu Mereka bahwa kita menjaga amanahnya. Mungkin memang jika kita tak sekuat itu untuk menggulingkan penderitaan Mereka, setidaknya dalam kehidupan sehari-hari, minimal saja dalam sikap kita, Kita tak membuat Mereka kecewa.

Oleh: Fuchsia

Categorized in: