Ini adalah tahun ke 2 aku berkuliah. Universitas Negeri Jakarta tempatku berkuliah merupakan tempat yang menarik. Miniatur negara kata kakak tingkatku. Walaupun tempatnya agak sempit tetapi gedungnya menjulang tinggi. Gedung yang paling tinggi mencapai lantai 10. Hari kuliah tentunya selalu ramai. Tampaknya mahasiswa UNJ tidak pernah kehabisan akal untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan untuk meramaikan aktivitas UNJ. Mulai dari berbagai macam acara pelatihan hingga acara pertunjukan yang semuanya menarik ditonton. Selalu ada setiap bulan! Mahasiswa yang lain juga tampak terlihat ceria. Setiap sepanjang jalan aku selalu melihat mereka bersenda gurau dengan teman-temannya yang lain. Ada juga yang terlihat serius wajahnya dalam suatu forum. Sangat mudah untuk ditebak. Mereka aktivis mahasiswa katanya. Mereka membahas tentang kondisi kampus UNJ saat ini dan prospek ke depannya.

Aku dicap sebagai “mahasiswa kupu-kupu” yang artinya mahasiswa “KUliah PUlang-KUliah Pulang”. Ikut berkumpul untuk diskusi serius aja aku selalu menolak, apalagi masuk di wadah organisasi? Tidak terbayang selalu hidup serius di group WhatsApp setiap hari membuat chat di HP membludak. Haha! Peduli amat lah untuk urusan itu. Toh juga aku melihat banyak mereka yang mengaku aktivis selalu protes tentang kampus mereka setiap hari. Dasar mahasiswa tidak bersyukur! Entah mereka maunya apa. Model bagaimana kuliah mereka kalau setiap hari rapat? Seharusnya mereka memikirkan tugas kuliah yang belum dikerjakan! Aku pernah mendengar bahwa ada salah seorang dari mereka bolos kuliah untuk mengikuti unjuk rasa menuntut pemerintah di Istana Merdeka. Aku tidak mengerti apa yang mereka pikirkan.

Lain lagi halnya denganku dan teman-temanku yang lain. Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku begitu saja. 15 menit datang kelas yang berisikan sahabat-sahabatku pasti ramai. Tidak hanya sekedar datang, proyektor dan laptop selalu tersedia. Papan tulis yang kotor dibersihkan terlebih dahulu. Begitu dosenku masuk semuanya langsung ke tempat duduk masing-masing untuk menyimak materi. Setelah pulang kuliah tumpukan laporan praktikum dan tugas induvidu yang lainnya aku kerjakan. Besok selalu selesai. Aku bisa bersantai dari penatnya kuliah dengan nonton film kesukaanku sambil memakan kudapan. Enak bukan? Istirahatku sangat cukup. tidak masalah untuk menjadi “mahasiswa kupu-kupu”. Toh aku juga merasa nyaman karena tidak memikirkan hal apapun.

Sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, laboratorium merupakan fasilitas belajar yang sangat, sangat, sangat penting! Bahkan menjadi identitas kami sebagai mahasiswa FMIPA. Bukan FMIPA kalau tidak ada laboratorium. Kalau bener-benar tidak ada rasanya seperti sastra MIPA saja. Selalu belajar teori tanpa mempraktikan apapun. Padahal FMIPA mempelajari ilmu yang eksak.

Perpindahanku dari gedung lama di kampus B ke kampus pusat ternyata membuatku menyadari pengaruh dari jalannya praktikumku. Alat dan bahan untuk praktikum masih belum sepenuhnya dibawa. Terkesan lambat untuk melakukan perpindahan alat bahan. Walaupun sudah mulai tercicil barang-barangnya. Tercatat rapi di daftar alat yang aku pegang sekarang. Aku sebagai asisten laboratorium terpaksa menginstruksikan adik-adik tingkatku untuk melakukan kegiatan praktikum seadanya pada praktikum pertama. Teman-temanku yang lain kekurangan kursi di lab. Kamipun terpaksa duduk lesehan seperti orang desa menyimak presentasi. Benar-benar kali ini aku merasa “telanjang” sementara di gedung baru. Untung saja beberapa praktikum yang aku jalani sekarang masih bisa dilaksanakan di gedung yang lama. Tapi bagai mana kakak dan adik tingkatku?

Sekali lagi aku diajak kembali untuk diskusi. Aku kembali muak dengan semua ini. Aku sebaiknya harus cepat kembali menjalankan aktivitasku seperti biasanya. Mengerjakan tugas, mempersiapakan untuk pelajaran esok, dan tentunya menonton film kesukaanku sambil menikmati kopi panas. Benar-benar quality time yang nikmat untuk melupakan penat. Mereka terus mengirim pesan berantai tidak jelas. Apa-apaan ini?! Geram aku melihat smartphone ku. Sengaja mobile data aku matikan agar tidak menerima pesan tidak jelas itu. Aku sudah cukup muak. Terserah! Urusanmu adalah urusanmu. Biarkan aku tenang dengan urusanku sendiri.

Walaupun aku mahasiswa “kupu-kupu” aku juga tidak lupa untuk membuat banyak teman sebanyak mungkin. Bukan hanya dari lintas jurusan. Tetapi lintas fakultas. Dari situ aku mulai bisa mendengarkan curhatan mereka seperti fasilitas mereka yang kurang memadai, dosen mereka yang dipolisikan, gaji karyawan yang kurang dari ketentuan pemerintah, bahkan adik baru mereka yang difitnah membuat nama baiknya tercemar. Tidak lupa aku menceritakan tentang keresahan yang aku alami di fakultasku. Ini hanyalah obrolan sederhana. Tapi kami benar-benar menumpahkan semuanya. Bahkan kami mencari tahu penyebab dari semua keresahan kami. Mulai dari obrolan sederhana para mahasiswa UNJ ini kami mencoba merumuskan sesuatu. Tapi menurutku ini sudah terlalu jauh. Lebih baik aku menarik diriku sementara. Karena tugas yang menumpuk ini akan harus kuselesaikan. Tapi setidaknya aku tahu bahwa keresahanku dan teman-temanku bisa didengarkan sesama kami.

Hari tepat sesuai pesan berantai itu. Aku melihat banyak sekali mahasiswa berkumpul di Tugu UNJ. tidak hanya mahasiswa pegiat organisasi ternyata. Mahasiswa yang non organisasi juga ikut berkumpul. Benar-benar menurutku seluruh kalangan ada, bahkan dosen sekalipun.

Biodiversitas mahasiswa yang unik menurutku. Aku mengira ini bakal berakhir dengan demonstrasi atau seperti apa karena aku melihat banner yang bertuliskan kata-kata protes. Tapi kali ini mereka duduk dengan tenang. Mulai berbicara satu-persatu. Perwakilan dosen pun berbicara di forum ini. Aku masih ragu untuk bergabung. Selangkah demi selangkah aku maju. Menyibak kumpulan mahasiswa. Entah itu mahasiswa dari aktivis organisasi maupun bukan. Keresahan yang mereka sampaikan sama dengan yang kemarin. Bahkan lebih banyak lagi. Aku tidak habis pikir. Aku menjadi lupa sementara kegiatan biasa yang aku lakukan ketika ingin pulang. Diskusi ini luar biasa. Perpaduan yang indah di UNJ dilandaskan atas keresahan karena hak mereka tak dipenuhi ayah kami di UNJ.

Aku menjadi bagian dari yang katanya konsolidasi akbar itu. Merangkum apapun keresahaan yang aku bisa. Suara kencang speaker mungkin saja terdengar oleh “ayahanda” kami di kantornya, atau jajaran birokrat. Tapi ini adalah hanya keluhakn kami menurutku. Aku sendiri merasa terwakili menyuarakan apa yang aku dan bahkan teman-temanku rasakan. Ini adalah suara kami! Aku mulai peduli setan tentang gelarku sebagai mahasiswa “kupu-kupu”. Yang jelas aku juga salah satu bagian dari civitas UNJ. ketika banyak yang merasa resah karena ada yang salah, kami tidak akan diam ataupun mengalah.

Mahasiswa “kupu-kupu” mungkin akan terkesan sebagai mahasiswa yang pesimis, apatis, atau mungkin yang paling parah pragmatis. UNJ tidak sendiri. Civitas intelektual menurutku adalah napas dari UNJ sendiri. Baik itu anak organisasi, non-organisasi, lembaga keagamaan, maupun yang bukan, mahasiswa “tongkrongan”, maupun mahasiswa yang kutu buku sekalipun, mereka tetap menyandang gelar sebagai mahasiswa UNJ. mereka juga semua berhak merasakan fasilitas dan pelayanan yang baik di UNJ. Entah apakah setelah semua ini usai, kami akan kembali menekuni aktivitas masing-masing. Aktivis organisasi akan terus melakukan rapatnya walaupun sekarang aku tidak tertarik untuk ikut. Lembaga keagamaan akan melanjutkan perjuangan da’wahnya.“Anak tongkrongan” akan bernyanyi sambil bermain musik mencairkan suasana keruh di kepala mahasiswa UNJ. Aku sendiri, mungkin akan kembali mengerjakan tugasku, kemudian mempersiapkan pelajaran selanjutnya, menikmati film favoritku, dan diakhiri dengan menikmati kopi di pelantaran balkon.

Fafa
Mahasiswa UNJ

©Forum Militan Independen UNJ

Categorized in: