“Alangkah berbahagia hidup pada zaman ini! Jaman perubahan, jaman yang kuna beralih menjadi jaman yang baru.”

Apakah iya saat ini adalah zaman yang baru seperti yang di katakan oleh kartini tahun 1900, sudah lebih satu abad kata-kata tersebut tergiang-giang dalam kehidupan para perempuan Indonesia, perempuan yang kala itu hanya berada di bawah ketiak laki-laki, bahkan hanya untuk keluar rumah pun tidak mampu, perempuan tempatnya hanya di dapur, sumur, dan kasur dimana perempuan terus menerus dihantui oleh pekerjaan rumah tangga yang kian terbungkus rapih oleh aturan adat istiadat, benar adanya bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang saat ini masih menganut paham patriarki yang dimana perempuan berada dibawah laki-laki, namun sudahkah berhasil perjuangan Kartini?

Perjuangan Kartini memang tidak sia-sia hingga munculnya emansipasi wanita dimana perempuan memiliki hak yang sama dalam menempuh dunia pendidikan, perempuan tidak harus berada dalam dunia domestik terus menerus hingga hayatnya namun perempuan masa kini sudah dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada sesamanya, bahkan beberapa tokoh perempuan pun sudah ada yang menjadi pemimpin sebuah negara. Sudah tersenyum atau menangis haru kah ibu kartini jika beliau masih hidup saat ini?

Hak Perempuan

Kita tarik ulur ke masa Kartini kala itu, Kartini bagaikan sebuah sosok guru yang memiliki pengetahuan lebih dan berusaha memberikan wadah yang berguna untuk para perempuan kala itu, perjuangan dan gerakan kartini memberikan spirit semangat dan pemikiran bagi bangsa bahwa perempuan dapat memiliki hak yang sama seperti laki-laki, dalam mengejar pendidikan dan ilmu pengetahuan walaupun di lapisi oleh adat yang mengekang kala itu.

Kartini bejibaku melawan adat dalam segi pemikiran baratnya, bahkan banyak tokoh yang mengatakan bahwa kartini memiliki faham feminism, benarkah? , pada dasarnya gerakan kartini dapat dikatakan sebagai paham feminism dikarenakan ia melihat tidak adanya kesetaraan perempuan dan laki-laki, kondisi perempuan di Jawa kala itu sangat memprihatinkan, sebagai perempuan dianggap rendah karena hanya sebagai “pembantu” seorang laki-laki, banyak sekali perempuan pada era itu buta huruf karena tidak diberikan kesempatan merasakan “bangku sekolah” hanya segelintir perempuan dari kalangan bangsawan yang merasakannya, setelah itu pada umur belasan para perempuan harus melewati masa pingitan.

Pada pengambaran diatas merupakan pengambaran zaman Kartini, tapi saat ini sudahkah kita menjadi kartini-kartini masa kini? Kartini masa kini dapat dilihat dari sosok guru, mengapa? Karena dalam sebuah surat yang ditulis kartini kepada Nyonya Abendanon yaitu:

“Sekolah kecil kami sudah tujuh orang muridnya dan setiap hari ada saja yang mendaftar disini! Kemarin seorang ibu muda datang menemuiku. Dengan sangat menyesal ia mengatakan bahwa ia tinggal jauh sekali dari kami. Karena ia tidak dpat mencapainya maka ia ingin memberikan apa yang tidak dapat diperolehnya itu kepada anaknya. Anak-anak itu datang ke sini empat kali dalam sepekan, Mereka belajar menulis dan membaca, kerajinan tangan, dan memasak… Beruntung kami masih mempunyai sedikit peralatan menjahit: sela persediaan cukup, mereka mendapatkan semuanya secara gratis” ( dalam buku Kartini, habis gelap terbitlah terang)

Kartini itu guru bagi masyarakat sekitar, namun kita sudahkah seperti beliau? bahkan untuk mencerdaskan masyarakat pun kita belum optimal, padahal sudah tidak terbelengu lagi dalam pendidikan. Para intelektual muda mampu melaksanakan “politik etis” dalam hal edukasi yakni menyelenggarakan pendidikan, mengapa? Karena para intelektual dalam hal ini perempuan dapat menempuh pendidikan hingga strata tiga pun karena perjuangan sosok kartini, jadilah sosok kartini yang mampu mencerdaskan anak bangsa, Indonesia begitu luas, berkunjunglah ke daerah-daerah tertinggal, masyarakat disana menjerit memanggil kita untuk membantu mereka dalam pengembangan pendidikan, gunung-gunung hingga sungai yang arus deras mereka lewati dengan senyum gembira hanya untuk mendapatkan pendidikan, bukankah hal tersebut sudah harus mampu mengetuk hati nurani kita untuk meneruskan perjuangan ibu kartini dalam bidang pendidikan.

Jadilah ibu kartini-kartini selanjutnya hingga seluruh daerah di Indonesia terjamah oleh tangan-tangan ibu peradaban. Karena perempuan itu punya peran dalam membangun sebuah peradaban.

Terima kasih ibu, berkat perjuangan mu kami dapat menempuh pendidikan, sudah 138 tahun dan perjuanganmu masih kian terasa hingga saat ini.

Helmina Mutia
ukirankatapemudi.blogspot.com

Categorized in: