Diterimanya sebuah pesan adalah salah satu bukti tercapainya tujuan komunikasi. Berbeda halnya ketika seseorang berusaha menginformasikan suatu pesan (komunikator) kepada lawan bicaranya namun pesan itu gagal diterima oleh pihak yang diharapkan menjadi komunikan (penerima pesan), maka kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan komunikasi.

Dalam ruang lingkup dakwah, kegagalan komunikasi seperti itu harus diwaspadai karena dapat berakibat fatal di kemudian hari. Al-Qur’an sebagai kalamullah sebenarnya telah mencontohkan metode-metode berdakwah yang sesuai agar dapat diterima oleh objek sasarannya. Hal itu dapat kita lihat dari hikmah dikelompokkannya surah Al-Qur’an menjadi surah Makkiyah dan Madaniyah.

Pada dasarnya, perngertian Makki dan Madani oleh para ahli tafsir dibagi menjadi 4 teori: Teori Geografi (Mulahadhotu Makan Annuzul), Teori Subjektif (Mulahadhotu Mukhothobin), Teori Historis (Mulahadhotu Zaman Annuzul), dan Teori Content Analysis (Mulahadhotu Maa Tadhomananna). Tetapi, teori yang dianggap paling baik karena paling sedikit kelemahannya adalah Teori Historis. Menurut teori ini, Makiyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke madinah, meskipun turunnya ayat di luar Kota Makkah. Sedangkan madaniyah adalah ayat–ayat Al-Qur’an yang turun setelah hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, meskipun turunya di Makkah dan sekitarnya.

Dr. Abdullah Syahhatah dalam bukunya al-Qur’an Wat Tafsir mengatakan, surat-surat al-Qur’an yang disepakati para ulama sebagai surat makkiyah ada 82, dan yang disepakati sebagai surat madaniyah ada 20. Sedang yang 12 surat lagi masih diperselisihkan status makkiyah atau madaniyahnya (Abdul Djalal, 2000: 98).

Terdapat beberapa ciri yang dapat membantu kita mengenali perbedaan surah Makkiyah dan Madaniyah. Namun, perbedaan yang paling mencolok adalah pada gaya bahasa keduanya.
Gaya bahasa yang tegas dan menyerupai sajak sangat sesuai untuk menjadi metode dakwah periode Mekkah. Karena, penduduk Mekkah yang saat itu mayoritas menentang ajaran Muhammad SAW perlu ditegaskan dengan ayat-ayat yang tegas, yang juga mengandung ketauhidan. Berkebalikan dengan gaya bahasa surah Madaniyah yang dianggap halus dan luas-merinci, yang sebenarnya cocok untuk diserukan kepada penduduk Madinah yang kebanyakan telah mengimani Islam.

Ilmu Makki dan Madani penting bagi sejarah pengetahuan dan penerapan dakwah pada golongan-golongan yang berbeda. Seperti penduduk Mekkah yang pandai bersyair, para penentang, perlu metode dakwah yang tegas dan lugas, yang menyerupai sajak—dan itulah yang terdapat pada surat-surat Makkiyah. Sedangkan metode dakwah bagi mereka yang telah beriman (penduduk Madinah) adalah dengan kata-kata yang lembut dan pembahasan lebih rinci tentang suatu pengamalan.

Itulah bagaimana Al-Qur’an sebenarnya telah menyiratkan kepada kita tentang metode dakwah yang tidak bisa dipukul rata, melainkan dakwah-sesuai-medannya.

 

Oleh: Hafshah Shafya

Categorized in: