Berangkat dari tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Refleksi Hari Pendidikan : Apa Kabar Kampusku?“, mungkin akan terjawab dengan beberapa hal yang telah terjadi selama beberapa hari ini. Pun, selain itu juga, ini merupakan keresahan yang ingin saya sampaikan mengenai kampus –yang merupakan miniatur peradaban- dan permasalahannya (yang akan sedikit saya sampaikan). Permasalahan yang meliputi mahasiswa, dosen bahkan karyawan di kampus ini.

Bertempat di Apres, Rabu (10/7), tim aksi dari Fakultas Ilmu Sosial (Red Soldier) mengadakan diskusi terbuka yang mengundang seluruh elemen mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa, dosen dan karyawan pun tidak luput untuk akhirnya diundang dalam diskusi tersebut. Diskusi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat UNJ ini menghasilkan sebuah gerakan berupa aliansi.

Kabar kampusku, birokrat (sedang) panik! Kenapa kok gitu? Ketika kami memasang banner untuk mempropagandakan diskusi tersebut, malah dicabut demi estetika kampus atau alasan tertentu. Pamflet-pamflet yang kami sebar pun juga ludes dicopot oleh pihak birokrasi kampus. Kemana letak kebebasan menyampaikan pendapat? Banner dan pamflet yang kami sebar malah dicopot. Baru mau diskusi loh, belum aksinya, pak!

Apakah demokrasi di kampus ini sudah musnah? Nampaknya, doi sedang panik, sibuk mengisi list orang-orang (mahasiswa dan dosen) yang tengah menulis kritikan untuknya. Bersyukur, pak, ada yang mengingatkan untuk perbaiki diri. Tetapi, responnya ternyata negatif. Dibuktikan dengan keluarnya surat pemanggilan kepada Pak Ubedilah (selaku dosen Sosiologi) oleh kepolisian.

Pak Ubedilah diasumsikan terjerat Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 310 KUHP dan atau pasal 311 KUHP. Menerangkan bahwa Pak Ubedilah –atas tulisannya yang dibuat untuk mengkritik- bertindak salah karena pencemaran nama baik, menurutnya. Jadi teringat pada sistem diberlakukannya NKK/BKK pada Orde Baru. Ketika seluruh kegiatan diskusi, budaya mengkritik, dan suatu perkumpulan yang berbau perlawanan mendapat represivitas yang membuat mahasiswa hilang dan dibuang. Apa bedanya birokrasi kampus ini dengan Orba saat itu?

(Mari hanturkan) Innalillahi wa innailaihi rojiun, telah berpulangnya demokrasi di UNJ. Seyogyanya, seorang Pimpinan Universitas itu, profesional dalam menanggapi kritikan. Menanggapinya secara intern, bukan ekstern dengan menggunakan aparat kepolisian sebagai tameng “citra” yang dimilikinya. Dosen juga partner bapak, ya.

Pastikan mahasiswa, dosen dan seluruh elemen masyarakat yang merasakan kebobrokan kampus kita, datang untuk diskusi (lagi). Bergeraknya aliansi ini atas dasar kepedulian terhadap kampus tercinta. Maka sampaikan kepada seluruh masyarakat UNJ yang masih peduli dengan kampus ini, agar merapatkan barisan perjuangan demi mewujudkan kampus peradaban.

Salam Peradaban!
Hidup Rakyat UNJ!

Fajar Subhi
Mahasiswa UNJ

Categorized in: