Jum’at, 2 Februari 2018 masyarakat dihebohkan dengan aksi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Zadit Taqwa. Dalam aksinya Zadit yang membunyikan pluit seraya memberikan kartu kuning kepada bapak Presiden kita, Jokowi. Aksi ini dilakukannya seorang diri dimana Zadit menjadi aktor tunggal dalam aksi simbolis ini. Jokowi dianggap lalai dalam bertugas dan pemberian kartu kuning ini hanyalah sebagai peringatan, mengingat sekarang ini sudah memasuki tahun ke-4 masa jabatan Jokowi. Dalam tuntutan aksinya, terdapat 3 point yang menjadi tuntutan yaitu:

1. Campak dan Gizi Buruk di Asmat, Papua
2. Pejabat Polri Sebagai Pelaksana Tugas Gubernur
3. Draf Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi tentang Organisasi Mahasiswa

Kabupaten Asmat yang terletak dibagian selatan Papua memiliki luas 23.746 km2 atau 7,44 persen dari luas Provinsi Papua. Uskup Agats, Asmat, Papua Mgr. Aloysius menyatakan kondisi tanah yang cukup asam dan air yang asin menyebabkan sulitnya daerah tersebut untuk ditanami sayur-mayur, sehingga banyak tanaman yang menghasilkan kayu. Menurut pemantauan Menteri Kesehatan hanya terdapat 13 puskesmas di Asmat dan masih membutuhkan 3 puskesmas lagi untuk memenuhi fasilitas kesehatan, namun pembangunan ini terhalang oleh medan yang sulit dijangkau. Hal- hal inilah yang mendorong terjadinya permasalahan kesehatan di Asmat.

Menurut data Kementeri Kesehatan, tercatat 71 korban meninggal sejak September 2017 lalu hingga saat ini, yang gejalanya masih belum diketahui. Jika dilihat dari segi geografi dengan lingkungan yang sulit dijangkau ini, dapat memunculan masalah lainnya.

Selanjutnya dalam point kedua dijelaskan bahwa semenjak 1 juli 1946, Polri merupakan Kepolisian Nasional yang berada dibawah Perdana Menteri Presiden. Pengisian jabatan penjabat Gubernur dari unsur kepolisian merupakan suatu kebijakan yang bertentangan degan Undang-Undang Pilkada dan Konstitusi RI serta akan berdampak kepada pudarnya netralitas Polri sebagai amanat dari reformasi.

Pada point ketiga, tentang draf permen ini tidak ada dasar hukum yang mewajibkan dibentuknya peraturan menteri tentang Mahasiswa, sebenarnya isi ini sudah lama dan menarik untuk dibahas yang dimana pada UU nomor 12 pasal 77 pendidikan tinggi, bahwa “Mahasiswa dapat membentuk organisasi kemahasiswaan” yang artinya bahwa Mahasiswa dapat membentuk organisasi sendiri tanpa bantuan pemerintah karena jika pemerintah ikut campur dalam urusan ini, sama saja tidak adanya kebebasan dalam berorganisasi. Sama halnya dengan pemerintah ingin gerakan mahasiswa dibatasi.

 

Lalu apa hubungannya judul tulisan kartu kuning Jokowi vs kartu Kuning Gus Dur? Begini, sedangkan pada zaman Gus Dur, atau yang memiliki nama lengkap Abdurrahman Wahid, saat masih menjabat menjadi presiden, hal serupa juga pernah dialami bahkan lebih parah dari yang dialami Jokowi. Saat akan berkunjung ke UGM. Mahasiswa UGM memblokade jalan sehingga tidak ada celah agar Gus Dur dapat masuk kedalam kampus, akhirnya Gus Dur memilih membatalkan pertemuan karena kerasnya penolakan elemen Mahasiswa.

Posisi Gus Dur saat itu memang sudah diunjung tanduk, memburuknya ekonomi dalam negeri, ledakan konflik etnis dan agama disejumlah daerah, hingga rendahnya dukungan politik. Diantara itu semua, yang lebih menghantam pada saat itu ialah isu Buloggate yang terus dihembuskan lawan-lawannya lewat DPR dan MPR. Suasana semakin memanas setiap harinya banyak demonstrasi dan unjuk kekuasaan didepan istana, walaupun sering didemo namun Gus Dur tetap terlihat menerima kedatangan para demonstran. Sampai pada akhirnya Gus Dur memilih untuk mundur dari singgasananya.

Iswatun Hasanah
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNJ

Categorized in: