Oleh: Firman Yulianto
Yang aku tahu kota itu penghasil bubur paling enak. Cita rasa yang menggigit seolah tak pernah mau pergi dari ingatanku. Tapi selama menikmati kelezatan bubur itu, sekalipun aku tak pernah ditilang oleh pak polisi. Surat-suratku selalu lengkap dan tak lupa menggunakan helm ber-SNI (Standar Nasional Indonesia). Meskipun helm itu rasanya tulisan ‘SNI’ itu hanya pajangan saja. Alasan kedua adalah karena aku parkir di tempat yang telah disediakan oleh penjual bubur tersebut, tanpa harus takut beradu argumen dengan pak polisi tentang perbedaan antara parkir dengan berhenti. Dan alasan terakhir adalah karena aku membeli bubur ini bukan di jalan-jalan protokol atau jalan-jalan yang ramai kendaraan. Untuk apa pak polisi ada di sini? Toh di sini tidak pernah macet. Pak Polisi hanya datang di waktu-waktu tertentu saja, yaitu ketika beliau pergi dan pulang dari dinasnya.
Yang aku tahu menutup aurat bagi muslimah yang sudah baligh itu wajib. Dan khimar (kerudung) menjadi salah satu komponennya. Meski beribu alasan diuraikan tetap saja hukumnya wajib. Tak perlu kerudung seharga ratusan ribu rupiah untuk menutup auratmu. Cukuplah kriteria tidak transparan dan menutup minimal hingga dada saja tolak ukurmu untuk membeli kerudung. Karena tak jarang kerudung mahal tapi hanya kau jadikan sebagai pengganti rambut. Ya kau hias sedemikian rupa hingga tak jarang menggunakan hijab saja butuh waktu satu jam. Dahulu para wanita muslim di zaman Rasululloh harus rela mencopot gorden atau tirai di rumahnya untuk menutupi tubuhnya. Sederhana.
Yang aku tahu botol itu normalnya menghadap ke atas, bukan 45 derajat menghadap bawah. Mungkin botol tahu meskipun jutaan masalah menjulang hingga ke angkasa, maka selalu ada tanah untuk bersujud dan mengadu. Botol aja sujud, masa kamu enggak?
Tapi saat ini aku malu ketika melihat salah satu postingan temanku. Postingan berisi tentang persiapan anak-anak palestina yang berlatih ala ninja. Padahal mereka masih belia tapi berani menantang nyawa karena yakin akan surga di pelupuk mata.
Sedangkan anak kecil di negeri kita asyik minta ninja, biar keren katanya. Mengumbar kemesraan dengan anak seusianya layaknya orang dewasa. Canda tawa jadi bumbu cintanya seolah dunia milik berdua. Padahal orangtua mereka tertunduk lesu karena dirumahkan oleh perusahaannya.