“Mereka (dosen) menggunakan media sosial untuk memprovokasi mahasiswa,” ujar Djaali
Ada dua pertanyaan yang muncul ketika melihat pernyataan yang keluar dari kepala seorang Rektor UNJ ini: 1. Bagaimana rektor mengelola universitasnya, hingga kemudian mahasiswanya dapat terprovokasi suatu hal yang tidak benar (menurutnya)? 2. Apakah benar sesungguhnya mahasiswa terprovokasi suatu hal yang tidak benar (menurutnya) oleh dosennya?
Sebelum menjawab dua pertanyaan tersebut mari kita jabarkan arti provokasi itu sendiri. Menurut KBBI provokasi adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasut; pancingan. Dalam lingkungan sehari-hari kita juga sering mendengar kata provokasi ini dalam hal-hal yang berkonotasi negatif. Contohnya adalah tawuran warga yang disebabkan provokasi salah satu warga. Adapun provokasi dalam hal positif, seperti nelayan pulau G terprovokasi untuk membela mata pencahariannya yang hendak dirampas oleh pemerintah. Ketika melihat struktur kata dari kalimat yang dikeluarkan Pak Djaali, pun kalimat – kalimat yang tertulis pada megapolitan.kompas.com itu, provokasi yang dimaksud memang berkonotasi negatif.
Di lain sisi terlihat Rektor sedang berpendapat mencoba mengaburkan ruh atau substansi tuntutan di parade cinta rakyat UNJ kepada anggapan bahwa tuntutan tersebut hanya provokasi. kami tidak mempermasalahkan pendapat tersebut karena itu hak subjektif individu maupun kelompok dan juga bentuk kebebasan berpendapat. Pun, hal tersebut juga diatur dan dijamin oleh UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tidak ada salahnya juga kita mengritik pernyataan tersebut, asal keduanya memiliki dasar argumentasi yang benar dan jelas. Oleh karena itu ada proses dialektika, demi menguji dasar dari argumen – argumen yang ada. Di universitas lumrah proses itu ada karena di sinilah hal-hal yang ilmiah diproduksi. Makanya lucu jika pendapat – pendapat yang rektor terima justru diuji kebenarannya ke kepolisian. Hendak dikemanakan habitus keilmiahan universitas?
Sekarang mari kita lihat apakah benar mahasiswa diprovokasi oleh dosen? Perlu diingat bahwa tuntutan pada parade cinta rakyat UNJ ada delapan dan hanya satu poin yang merupakan tuntutan dosen. Bagaimana satu tuntutan tersebut dapat disimpulkan sebagai provokasi dalam gerakan? Mahasiswa yang diprovokasi dosen apa dosen yang diprovokasi mahasiswa? Rupanya Pak Djaali lupa dengan salah satu kultur mahasiswa UNJ, yaitu kultur pergerakan. Sudah berapa ratus bahkan ribu kajian kita lakukan tentang isu regional dan nasional? Sudah berapa kali kita turun ke jalan untuk memperjuangkan isu tersebut? Apakah semua gerakan itu adalah provokasi dari dosen? tentu tidak! Logika apa yang dipakai ketika merumuskan hal tersebut?
Kemudian mengapa tuntutan dosen tersebut bisa masuk ke delapan tuntutan tersebut? Karena parade tersebut bukanlah milik mahasiswa saja, selain dosen ada tuntutan karyawan juga. Jadi wajar saja tuntutan itu akhirnya masuk, selayaknya tuntutan dari karyawan ada. Mengapa karyawan tidak disebut memprovokasi kita?
Selagi memang kita lihat bahwa tuntutan tersebut adalah hal yang patut diperjuangkan, kenapa tidak? Dari mana kepatutan itu didapat? Kembali lagi dengan habitus keilmiahan kita memperolehnya. Dengan keterbukaan dosen melakukan dialog yang dialektis dengan mahasiswa itu, kami juga ingin berterima kasih karena telah menambah data kepada kami – setelah kasus DO Ronny Setiawan, serta pemanggilan nama-nama teman mahasiswa yang berunjuk rasa lainnya pada waktu itu, yang disertai ancaman pelaporan polisi juga – bahwa benar rektor kita yang sekarang ini memang kurang bersahabat dalam merespon kritik. Dan kita bersama dosen sepakat agar tidak boleh ada kepemimpinan model ORBA di kampus tercinta kita.
Kami juga pertanyakan wartawan kompas yang menulis artikel tersebut. Bagaimana anda dapat membuat tulisan dengan dasar empiris yang kering itu? Kenapa kami hubungi tidak diangkat?
Biarlah pertanyaan “dari mana?”, “mengapa?”, “bagaimana?” itu muncul. Namun jika pertanyaanya “apa?” Kami siap memperlihatkan data-data yang kami punya, sebagai bentuk ketegasan bahwa tuntutan kami ini serius.
Oleh : Aulia Daie Nichen, Fajar Subhi dan Mohammad Roushan Dhamir (Forum Militan dan Independen UNJ)