“Mengajar bukan profesi. Mengajar adalah kegemaran. Aku telah mencapai sebuah kesimpulan yang menakutkan bahwa aku adalah unsur penentu di dalam kelas. Pendekatan pribadikulah yang menciptakan iklimnya. Suasana hatikulah yang membuat cuacanya.
Sebagai seorang guru, aku memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membuat hidup seseorang menderita atau gembira. Aku bisa menjadi alat penyiksa atau pemberi ilham, bisa bercanda atau mempermalukan, melukai atau menyembuhkan.
Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan, apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan”. (Haim Ginott)
Sungguh mulia bukan peran seorang guru?
Betapa besar amanah yang ditanggung seorang guru?
Ya, guru merupakan sebuah profesi yang sangat mulia yang secara tidak langsung guru merupakan hal utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa.
Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Pasal 39 Ayat 2 menjelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Pentingnya peran dan amanah seorang guru berbanding terbalik dengan apa yang didapatkan oleh guru-guru di Indonesia. Nasib dari guru-guru di Indonesia itu sendiri masih sangat memedihkan.
Jika kita tengok kembali fenomena Guru Cubit Murid & Dituntut Secara Hukum sangatlah menyayat hati. Para guru dianggap telah melanggar Undang-Undang Pasal 54 No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya”. Adapun jenis-jenis kekerasan tercantum pada pasal 69, yaitu kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Apakah mencubit termasuk kekerasan fisik?
Dimana letak keadilan bagi seorang guru?
Berbicara mengenai keadilan, keadilan guru di Indonesia tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kasus Guru Cubit Murid & dituntut secara hukum bukanlah satu-satunya kasus mengenai keadilan guru di Indonesia. Kasus lain mengenai keadilan dan kesejahteraan guru yaitu penghasilan guru yang masih tergolong minim. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi guru yang masih berstatus sebagai guru honorer.
Lagi-lagi berbicara mengenai keadilan, jumlah guru di Indonesia dianggap tidaklah sebanding dengan jumlah anak didik yang ada. Tidak jarang satu kelas diisi lebih dari 40 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang efektif. Ketidakadilan lain para guru, yaitu guru-guru yang mengajar di daerah terpencil dirasa belum terpenuhi fasilitas dan kesejahteraannya. Padahal, guru-guru yang berada di daerah terpencil adalah salah satu penyelamat nasib Indonesia yang akan datang karena merekalah yang akan mengajar dan membentuk bibit-bibit hebat yang akan menjadi generasi penerus bangsa.
Banyaknya permasalahan guru di Indonesia membuat pendidikan Indonesia menjadi kurang berkualitas. Permasalahan lain guru di Indonesia, yaitu kualitas guru Indonesia yang masih rendah. Di buku, The Global Achievement Gap, Tony wagner menegaskan betapa Finlandia layak dijadikan referensi pendidikan guru. Betapa tidak, prestasi akademik pelajar di sana termasuk tinggi di dunia untuk matematika, sains, dan membaca. Salah satu penyebab utamanya tak lain adalah kualitas guru-gurunya. (Kompas, 29 September 2016)
Ya, Indonesia harus belajar dari Finlandia karena kualitas guru di Indonesia masih sangat kurang. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3% yang berijasah sarjana. Sedangkan di Finlandia, syarat menjadi guru sekolah dasar adalah lulus jurusan pendidikan keguruan di tingkat master dengan masa kuliah 5-6 tahun.
Untuk memajukan pendidikan dan menciptakan generasi yang baik di Indonesia, Indonesia diharapkan dapat memajukan terlebih dahulu guru-gurunya. Guru yang berkualitas akan menandakan berkualitasnya pendidikan di suatu negara. Bekualitasnya pendidikan suatu negara nantinya akan menghasilkan generasi-generasi yang berkualitas. Sehingga generasi-generasi yang berkualitas nantinya akan membawa perubahan yang lebih baik untuk negaranya.