Tiga hari belakangan, sebagian publik yang punya kepentingan (yang tidak ya tidak) dihebohkan dengan penghentian sementara proses pemilu UNJ oleh DKPP yang terdiri atas elemen Ketua BEM, Ketua MTM, dan satu mahasiswa umum. Alasannya, datang gugatan dari salah satu calon, dalam hal ini pelapor adalah Sdr Hadi dari tim sukses pasangan Rizki Fajrianto dan Afif Makarim.
Saya tulis ini bukan sebagai rilis, tetapi tinjauan pribadi karena, di satu sisi, saya adalah pangkal dan akhir dari lingkaran setan pemilu UNJ. lha kok?
Lha iya. Yang membuat pasal-pasal pemilu adalah tim Baleg, dalam Peraturan Organisasi, di MTM UNJ. saya dan Indah, anggota Adhum, adalah tim baleg MTM. nah, dalam hal ini, saya adalah terlapor, secara khusus, adhum KPU. lha, kalau mentok di DKPP, kan dipulangkan ke MTM. dan inti legislator MTM, adalah Baleg. saya dan indah juga.
Tapi bukan itu. saya hendak mengupas persoalan penghentian pemilu. DKPP bekerja atas prosedur tertentu dan atas pertimbangan hukum positif, bukan pertimbangan batiniyah. Di sini, saya menyaksikan bahwa pertimbangan DKPP untuk menghentikan proses pemilu sementara ini, tanpa sidang dan putusan yang jelas. maksudnya, hanya karena laporan, tanpa dikonfirmasi kebenaran dan bobot hukum laporannya terlebih dahulu. sehingga, ini malah mengganggu jalannya pemilu.
Argumen yang digunakan DKPP secara informal, adala bahwa kami tim Adhum menzalimi pelapor. dalam hal ini, justru yang digunakan sebagai landasan hukum penghentian proses pemilu, adala surat pemberitahuan, bukan konsideran sidang DKPP. padahal dalam PO, jelas sidang yang digunakan sebagai putusan.
Persoalannya, mungkinkah proses pemilu yang ditetapkan dengan sidang pleno KPU, dihentikan hanya dengan surat bukan konsideran sidang DKPP?
Dalam hal ini, apa landasan hukum DKPP mengatakan, KPU menzalimi? dalam hal ini, bukankah justru DKPP menzalimi KPU dan kedua calon lain yang tidak menggugat? padahal, inti alasan penghentian proses pemilu, dikatakan, adalah “KPU menzalimi calon”, itu!
Persoalan selanjutnya. saya bersaksi bahwa seluruh tahapan pemilu jelas disaksikan dan ditandatangani berkasnya oleh panwaslu UNJ.
Dalam hal ini, sampai saat ini, yang dilaporkan oleh Sdr Hadi hanya KPU. Standar ganda kah? Ini mengundang pertanyaan saya. di sini akan terkesan bahwa kesalahan-yang sudah kami akui secara terbuka-hanya dilakukan oleh KPU. kenapa Sdr Hadi atau Rizki Fajrianto n Team tidak melaporkan panwaslu? ada mainkah? sehingga, apabila jatuh putusan, juga harus mengenai Panwaslu, bukan hanya KPU. Beranikah DKPP? hehehe.
Persoalan ketiga. Dalam peraturan yang dibuat baleg MTM maupun PKPU, tidak termaktub perlakuan berupa penghentian sementara proses pemilu. pertanyaan saya, dari manakah landasan hukum agar pemilu dihentikan? apakah hanya karena permintaan satu pihak? kalau begitu, tidakkah bisa saya simpulkan, DKPP adalah alat pihak tersebut, karena permohonan itu (untuk menghentikan pemilu) dikabulkan tanpa sidang apapun, dan tanpa konsideran apapun!
Keempat, dalam salah satu butir laporannya, pihak pelapor hanya menuntut klarifikasi atas proses pemilu, dan dan hak suara yang tidak diberikan. persoalannya, kami, dalam pertemuan pada hari senin kemarin, Adhum telah mengklarifikasi. tunai. kedua, mengenai hak suara dan hak bicara, sidang senin kemarin adalah sidang Pembacaan Putusan Hasil Verifikasi. itu diatur dalam PO. dalam hal ini, jika pelapor menuntut hak suara, Ybs telah menggugat secara langsung PO, da salah pintu, kenapa ke DKPP, bukan ke Sidang MTM, sebagai pewenang pembuat aturan tertinggi?
Kelima. saya kecewa berat pada segenap kalian alumni PKMU. Kami membuat PO ini dari jauh hari. dan rupanya, menjelang pemilu, banyak alumni hukum karbitan yang mendadak paham PO agar bisa menang pemilu dan menggugat KPU. Dan sejak awal, PO-PO yang dibuat lalu dijalankan, tidak sepenuhnya dipahami dengan paripurna oleh tokoh-tokoh yang akhirnya hari ini besar di Opmawa UNJ. Sementara, ternyata hanya segitu kualitas tamatan PKMU. saya bangga tidak pernah ikut sejak PKMJ.
Persoalan keenam. Publik sepertinya sejak lama menyadari ada kekuatan besar yang menjadikan calon-calon ketua BEM sebagai proxy. sama-sama tahu lah. dan dalam hal ini, saya pun melihat seperti itu. karena mereka yang menggugat atas dasar PO, ternyata sepanjang tahun-tahun saya di UNJ, tidak membuka lagi PO agar aturan itu dipakai. saya jelas menuduh, ada player dibalik itu! buktikan kalau memang tidak ada.
Saksikanlah, mereka yang pernah terpilih sebagai ketua BEM, akan melupakan hari ini, dan melupakan besarnya amanah yang harus ditanggung dari ribuan pemilihnya!
Ini adalah ulasan pribadi. memperkeruh? iya. Saya ahli memperkeruh suasana, maaf ya~
Ttd
Amar Ar-Risalah
Koor Adhum KPU UNJ
Ketua Fraksi FBS UNJ
Anggota Badan Legislasi MTM
Comments