Pengelolaan input-mekanisme dengan baik akan merealisasikan output yang baik. Input yang baik bila dihadapkan pada sebuah mekanisme yang baik akan lebih besar potensi keberhasilannya dibanding input yang kurang baik lalu masuk dalam mekanisme yang baik. Membahas input-mekanisme yang melahirkan sebuah output erat kaitannya dengan pemimpin yang menahkodai sistem bahtera bersangkutan. Butuh seorang nahkoda handal untuk akhirnya dapat berlayar di luasnya samudera. Karena kompetensi seorang nahkoda akan terlihat dengan kemapuannya menaklukan amukan ombak-ombak laut yang destruktif. Seperti ungkapan yang mahsyur, “Nahkoda handal tak lahir dari lautan yang tenang”. Pemimpin yang hebat ialah pemimpin yang dapat menaklukan pergolakan tendensi kelompok-kelompok diranah kepemimpinannya.

Pemimpin seperti itu membutuhkan Adversity Question yang dimana tipe kecerdasan tersebut ialah kecerdasan bertahan hidup dari permasalahan-permasalahan yang kompleks. Dengan kemampuan seperti itu seorang pemimpin kecakapan sebagai koordinator untuk akhirnya mengkoordinasikan rekan-rekan kerjanya untuk menghadapi-keluar dari permasalahan yang amat pelik. Juga pemimpin seperti itu bisa menjadi penginisiasi gebrakan-gebrakan baru.

Dalam perspektif sejarah ada satu dari sekian tokoh yang paling berpengaruh, tak lain dan tak bukan dia suri tauladan kita, Rasulullah SAW. Pemimpin-pemimpin atau para calon pemimpin perlu menjadikan beliau sebagai barometer. Dimulai dari kalimat ini saya akan mengangkat peristiwa pemindahan Hajar Aswad.

Dalam peristiwa tersebut hampir-hampir kabilah-kabilah di Makkah kala itu saling menghunus pedang. Andai saja tak ada seorang arif, sebagaimana Rasulullah SAW, peristiwa pemindahan Hajar Aswad akan tertulis dalam lembaran sejarah kelam dataran Arab. Singkat cerita, pihak-pihak berseteru membuat kesepakatan akan memilih sesiapa yang melewati salah satu (berdasarkan kesepakatan petinggi-petinggi kabilah) pintu Masjidil Haram menjadi penentu pihak mana yang berhak memindahkan Hajar Aswad.

Disinyalir kesepakatan tersebut didasari dari pengetahuan banyak orang bahwa Muhammad Ibnu Abdullah sering kali bahkan menjadi kebiasaan yang dipahami banyak orang- melewati pintu yang dimaksud. Mereka memang berharap Muhammad ibnu Abdullah yang memutuskan “persengketaan” di antara mereka.

Sumirnya, Rasulullah SAW, mengambil senetral-netralnya jalan, beliau melepaskan-membentangkannya sorbannya lalu mengusulkan para petinggi kabilah untuk memegang tepi-tepian sorban yang terbentang. Mereka pun setuju dan langsung menjalankan ide brilian dari baginda alam, Rasulullah SAW. Saat tiba pada tempat akhir pemindahan Hajar Aswad, Rasulullah SAW dengan Adversity Question-nya yang tinggi langsung memindahkan Hajar Aswad agar tidak lagi terjadi perdebatan mengenai kelompok mana yang akan memindahkan Hajar Aswad.

Dalam konteks kekinian adalah Alim Ulama dengan komando dari Habib Rizieq di atas mobil sound yang tetap menenangkan massa Aksi Bela Islam Jilid II pada 4 November 2016. Saat massa aksi di sekeliling mobil sound menawarkan diri untuk baku hantam dengan aparat namun Alim Ulama tetap menahannya dengan dalih, “Kita jangan menyerang, ini aksi damai.” Kurang lebih seperti itu kalimat persuasif yang terlontar.

Bisa dibayangkan disaat umat pada aksi kemarin (4-11-2016) belum siap secara keseluruhan lalu ada komando melawan atau tidak ada ucapan – ucapan persuasif untuk tidak baku hantam dengan aparat yang bertindak represif maka akan banyak korban berjatuhan. Pun, ke-chaos-an tersebut diluar rencana aksi malam itu, 4 November 2016. Ada oknum yang ingin citra Islam buruk dengan memanfaatkan momen tersebut. Atas fenomena tersebut dapat diasumsikan pemimpin aksi tersebut memiliki Adversity Question yang baik sehingga dapat menahan massa aksi yang ingin melawan balik aparat-aparat yang represif.

Maka seorang pemimpin harus bisa menjadi mata rantai penggerak di tengah rekan-rekan yang dipimpinnya, menjadi penular semangat yang membara, juga menjadi referensi percontohan. Kemampuan bertahan dari permasalahan pelik di tengah kehidupannya pun menjadi bahan pertimbangan seseorang untuk akhirnya menjadi pemimpin masa depan yang intelek.

Oleh : Asrul Pauzi Hasibuan

Categorized in: