Sebuah Universitas didirikan bukan tanpa sebab. Kehadirannya di tengah-tengah masyarakat diharapkan mampu menjadi sebuah oase di tengah gurun pasir yang kering. Lahirnya ribuan orang terdidik dari dalam kampus membawa kita pada sebuah kesimpulan, bahwa negeri ini tak kekurangan orang-orang pintar untuk “mengubah keadaan”. Secara hakikat, universitas memang didirikan untuk memberi solusi atas permasalahan negeri. Ia ada di tengah-tengah masyarakat agar kaum terdidik dari dalam kampus itu mampu mengeluarkan bangsa ini dari lubang keterbelakangan. Itulah kenapa banyak negara yang mulai “menggratiskan” pendidikan di negaranya karena mereka menyadari betul bahwa pendidikan merupakan kunci untuk memajukan bangsanya.

Lantas, kita perlu bertanya, sudahkah kampus menjalankan perannya di tengah-tengah masyarakat? Kontribusi apa yang sudah diberikan oleh kampus UNJ untuk masyarakat di sekitar Rawamangun? Apakah pengabdian masyarakat hanya diartikan secara sederhana sebagai sebuah program singkat mahasiswa ke desa, membuat “plang jalan”, lalu pulang, dan merasa sudah memberikan perubahan? Apakah penggusuran terhadap pedagang di parkiran spiral oleh Kampus UNJ merupakan solusi terhadap permasalahan? Atau justru menimbulkan permasalahan baru, yakni semakin merajalelanya tingkat kemiskinan?

UNJ berkabung. Pedagang-pedagang di Parkiran Spiral UNJ dan mahasiswa yang langganan beli makan dan minum baru saja kehilangan salah satu rekan mereka (Uda) penjual nasi padang yang lebih dulu pulang ke pangkuan Sang Pencipta. Hanya gerobak yang ia tinggalkan untuk istri dan tiga orang anaknya yang masih kecil. Sebelum meninggal, ia kerap kali melontarkan harapannya agar bisa berdagang di areal parkiran spiral UNJ, ia tak tahu bagaimana nasib anak dan istrinya kelak jika penggusuran itu benar-benar datang, hingga ajal menjemput beliau.

Kawasan Pedagang Parkiran Spiral UNJ, yang rencananya akan digusur oleh rektorat memiliki kontribusi yang besar. Kontribusi tersebut antara lain tersedianya berbagai macam makanan dan minuman dengan harga yang relatif lebih murah, dengan alasan itu pula banyak mahasiswa dari berbagai Fakultas datang ke Kantin Spiral untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tak jarang, karyawan-karyawan dan birokrat UNJ pun sering kedapatan sedang menyantap makanan dan minuman di areal Kantin Spiral UNJ. Dengan adanya banyak pengunjung dari berbagai fakultas, maka Kantin Spiral juga memiliki kontribusi sebagai tempat berkumpul mahasiswa UNJ di sela-sela kesibukan aktivitas kuliah. Karena itu penghancuran lapak pedagang di kawasan parkiran spiral UNJ bisa diartikan juga sebagai upaya penghancuran ruang-ruang publik tempat mahasiswa berkumpul.

Rencana penggusuran Pedagang Spiral UNJ tertuang dalam Surat Keputusan Rektor No.2491/UN39.2/PL/2017 dimana Rektor UNJ melalui Wakil Rektor II memerintahkan agar seluruh pedagang mengosongkan tempat berjualan dengan kondisi bersih dan rapih karena aka nada pembangunan parkiran. Tak lupa, di akhir surat pihak UNJ mengancam akan mengerahkan petugas Satpol PP jika pedagang tetap tidak mengosongkan kawasan dagang tersebut. Namun, hadirnya surat ini tak dibarengi dengan kepastian kabar bahwa pedagang bisa berjualan lagi di sekitar area kampus jika pembangunan parkiran telah rampung. Padahal dalam denah Master Plan “Agenda Besar Pembangunan” parkiran spiral UNJ, terdapat rencana pembangunan kantin di Lantai 1.

Pertanyaannya, jika pembangunan parkiran sudah jadi, untuk siapakah lapak dagang kantin di Lantai 1 tersebut? Mengingat, rektorat tak memberi kepastian kepada pedagang-pedagang yang tergusur untuk berdagang kembali setelah pembangunan selesai.

Berbagai jalan pun ditempuh oleh Pedagang Spiral UNJ agar mereka tetap bisa berdagang di lingkungan kampus. Merasa pernah dibohongi oleh pihak kampus yang hanya memberikan janji-janji kosong, kali ini Pedagang Parkiran Spiral UNJ tak mau lagi dibohongi. Mereka terus melakukan dialog dengan pihak UNJ demi mencapai suatu kesepakatan hitam di atas putih bahwa mereka diperbolehkan kembali berdagang di sekitar kampus UNJ. Namun, perjuangan mereka pun tidak berbuah manis. Malahan dalam proses dialog, pihak pengembang (swasta) lebih dominan berbicara ketimbang birokrat UNJ. Beberapa pedagang pun merasa kata-kata yang keluar dari pihak pengembang sangat intimidatif. Dominasi swasta dalam forum cukup memberikan kita sebuah pandangan bahwa rektorat mengeluarkan kebijakan sesuai dengan garis-garis yang ditetapkan pihak swasta. Sedangkan pedagang-pedagang spiral tetap tak diperbolehkan berdagang di lingkungan UNJ entah itu selama proses pembangunan parkiran, ataupun setelah pembangunan itu selesai. Lagi-lagi, kita perlu bertanya, lantas kantin di Lantai 1 itu diperuntukan untuk siapa?

Sebutan tak resmi dan pedagang liar saat ini ditujukan oleh rektorat kepada pedagang-pedagang yang berjualan di sekitar parkiran spiral. Kami katakan disini bahwa benar, mereka tidak resmi. Tetapi ketidakresmian mereka berdagang di kampus bukan semata-mata karena mereka sengaja tak mau membayar uang sewa, atau tak mamu memberikan kontribusi kepada kampus. Mereka terus menempuh berbagai cara agar mereka diresmikan dan mendapat legalitas berjualan dari pihak kampus, tetapi kampus menolak hal itu. Kami katakan sekali lagi, pihak kampus UNJ menolak memberikan “legalitas” kepada para pedagang spiral UNJ. Padahal pedagang-pedagang tersebut tidak datang dengan tangan kosong, tetapi membawa “iuran” sebagai bukti keseriusan mereka untuk menjadi pedagang resmi di kampus. Namun, yang mereka dapatkan hanyalah penolakan dan penolakan. Artinya, persoalan legal atau tidak legal bukan lagi terletak pada pihak pedagang, tetapi kepada pihak kampus UNJ yang memang tidak bersedia memberikan predikat “legal” kepada para pedagang yang sudah belasan tahun menjadikan area parkiran spiral sebagai sumber penghidupan mereka. Dan melakukan pembiaran terhadap status “liar” tersebut.

Dari pola penggusuran ini kita dapat melihat bahwa terdapat proses pengusiran paksa pedagang oleh pihak UNJ dengan bukti surat rektorat yang akan melibatkan Satpol PP jika pedagang spiral tetap menolak untuk angkat kaki. Dan ada pengambilalihan “pasar” pedagang kecil dimana UNJ melihat spiral yang ramai merupakan kawasan empuk untuk dijadikan lahan bisnis. Maka dalam Master Plan pembangunan parkiran, pihak pengembang akan membangun kantin di lantai 1, tetapi kantin itu tidak diperuntukan bagi pedagang kecil, dengan bukti tak adanya bukti tertulis kalau pedagang bisa berdagang kembali setelah pembangunan parkiran rampung.

Jika benar pihak Rektorat akan menggusur Kantin Parkiran Spiral maka berbagai dampak pun akan muncul. Yang pertama adalah nasib pedagang Pedagang Parkiran Spiral itu sendiri. Seluruh pedagang Spiral UNJ menggantungkan kehidupan mereka pada mata pencahariannya sebagai pedagang, sehingga ketika mereka kehilangan pekerjaan utama mereka maka kebutuhan dari keluarga para pedagang tidak dapat mereka penuhi. Sebut saja Pak Sukari, seorang pedagang Mie Ayam yang tak berhenti memikirkan nasib istri dan anak-anaknya yang masih SD jika penggusuran benar-benar terjadi. Ia bingung kemana lagi harus mencari uang untuk menyekolahkan anak dan memberi makan keluarga jika lapak dagang mereka sudah tidak ada. Begitupun dengan kondisi pedagang-pedagang lainnya. Seperti Ibu Ratna, istri almarhum uda (pedagang nasi padang) yang tak berhenti menangis di ruma kontrakannya karena bingung kepada siapa lagi Ibu dari anak-anak yang masih kecil tersebut harus menggantungkan hidupnya.

Penggusuran tentu berdampak pada pemiskinan masyarakat di sekitar UNJ yang sebelumnya berjualan di kampus, karena hilangnya sumber mata pencaharian yang selama ini menjadi tumpuan hidup keluarga mereka. Alih-alih ingin member solusi, penggusuran pedagang parkiran spiral UNJ justru akan memunculkan permasalahan baru, yaitu kemiskinan dan bertambahnya tingkat putus sekolah anak-anak pedagang.
Dampak yang tak kalah penting dari penggusuran pedagang parkiran spiral adalah fungsi kantin spiral itu sendiri akan hilang. Seperti yang dikemukakan di atas, Kantin Spiral UNJ memiliki banyak kontribusi, salah satunya sebagai pemusatan pedagang-pedagang kecil yang sebelumnya berdagang di sepanjang jalan masuk pintu depan kampus UNJ.

Usaha pihak kampus pada tahun 2014 untuk mendorong pedagang-pedagang tersebut agar mau dipusatkan ke samping parkiran spiral UNJ pun akan menjadi usaha yang sia-sia pada tahun 2017 ini dan setelahnya. Karena penggusuran yang tak dibarengi dengan pemindahan akan berdampak pada tindakan nekat sebagian pedagang untuk tetap kembali berdagang di sekitar UNJ, termasuk di sepanjang jalan masuk kampus melalui pintu depan. Fenomena tersebut tentu akan terjadi karena pedagang tak punya pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka, selain berdagang. Mereka akan melakukan itu sekalipun harus “kucing-kucingan” dengan petugas keamanan UNJ yang berjaga-jaga. Hal ini mengindikasikan bahwa penggusuran pedagang tanpa lahan pengganti bukanlah solusi, tetapi justru akan memunculkan permasalahan baru.

Sedangkan dampak yang akan dirasakan oleh Mahasiswa UNJ adalah mereka harus merogoh kantong lebih dalam karena mahasiswa telah kehilangan Kantin di Spiral UNJ yang selama ini menyediakan makan dan minuman dengan harga yang relatif murah. Selain itu, tidak tersedianya lagi ruang-ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan oleh Mahasiswa UNJ untuk berkumpul dan berdiskusi di sela-sela waktu kuliah. Mahasiswa UNJ yang selama ini berkumpul di area parkiran spiral, sedikit demi sedikit akan meninggalkan lingkungan tersebut karena tak ada lagi penjual makanan dan minuman yang biasa bercengkrama dengan mahasiswa, dan menyediakan makan dan minuman murah untuk kalangan mahasiswa.

Dampak yang tak kalah penting juga akan dirasakan oleh Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas MIPA, yaitu akses yang cukup jauh untuk menuju kantin-kantin lain di UNJ, dibandingkan akses menuju ke kawasan parkiran spiral. Hal ini tentu berdampak pada ketidakefektifan waktu mahasiswa tersebut untuk mengatur waktu istirahat dan perkuliahannya. Selain itu, kantin-kantin seperti Blok M ataupun Kantin G akan dipenuhi lautan mahasiswa di jam-jam istirahat, sehingga suasana kantin yang panas, akan semakin sumpek dan gerah karena semakin tidak tersedianya kantin-kantin di UNJ yang bisa dinikmati oleh mahasiswa.

Dari pemaparan di atas cukup kiranya bagi kami untuk memberi kesimpulan bahwa Penggusuran Pedagang di Parkiran Spiral bukanlah solusi yang tepat terhadap pembenahan lingkungan kampus Universitas Negeri Jakarta. Penggusuran itu justru akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dan memberi dampak negatif yang cukup besar terhadap dinamika masyarakat sekitar dan aktivitas kemahasiswaan di kampus UNJ. Harapan kami, kehadiran Universitas Negeri Jakarta di tengah-tengah masyarakat harus seperti oase di tengah gurun pasir yang kering. Kampus ini harus memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan bangsa. Pembangunan itu bisa dimulai ketika kita bersedia membantu masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka melalui pemberian lapak dagang. Karena Kampus UNJ akan terkenang oleh masyarakat dari apa yang sudah kita berikan untuk mereka, bukan dari apa yang telah kita hancurkan.

Maka kami Mahasiswa UNJ sepakat untuk Menolak Penggusuran Pedagang Parkiran Spiral UNJ dengan usulan kepada Rektorat UNJ sebagai berikut:

Pedagang di Parkiran Spiral tetap diizinkan berjualan di lingkungan Kampus UNJ selama proses pembangunan parkiran dan setelah pembangunan parkiran tersebut selesai selama proses pembangunan parkiran, mahasiswa mengusulkan kepada rektorat UNJ agar para pedagang diberikan “Lapak Sementara” di belakang Gedung Fakultas Ilmu Pendidikan, mengingat jarak lapak tersebut tidak jauh dari lapak sebelumnya sehingga memudahkan mahasiswa untuk menuju Kantin tersebut. Dan setelah pembangunan parkiran selesai, Rektorat UNJ harus tetap memperbolehkan pedagang untuk berjualan kembali di sekitar Parkiran Spiral UNJ dengan menetapkan biaya sewa yang mampu dijangkau oleh pedagang kecil.

 

Atas nama,

Tim Advokasi Pedagang
Forum Militan dan Independen Universitas Negeri Jakarta
Narahubung: Andika Ramadhan Ferbiansah (089651537550)

Categorized in: