Momentum indah yang dihadiri senyuman oleh penikmat pendidikan. Hari dimana, penggaung suatu peradaban berteriak meminta pertolongan berharap akan ada kesejahteraan. Semakin dewasa, negeri ini makin mengetahui apa pentingnya sebuah pendidikan. Ilmu yang seharusnya jika dikuasai bisa memimpin suatu peradaban.
“Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan, merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian.”
“Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan, merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian.”. Ini merupakan suatu kutipan dari bapak pendidikan yang sangat peduli terhadap peradaban di negeri ini. Suatu kata yang masih belum di realisasikan hingga sekarang. Miris!
Dengan melihat kondisi para pahlawan tanpa tanda jasa seperti tidak ada harganya, dan tidak ada penghormatannya.Sepertinya benar, menerawang data dari laporan Education Efficiency Index bahwa gaji guru di Indonesia sangat jauh dari harapan. Hanya berkisar $2830/39 juta pertahun. Dan gaji guru PNS dalam rentang Rp. 1.486.500 dan Rp.5.620.300 bergantung pada golongan kepegawaiannya. Sementara itu, rata-rata penghasilan guru honorer (Non PNS) ‘hanya’ Rp.200.000
(www.tirto.id)
Itulah pendidikan di negeri ini, kesenjangan sosial yang timpang. Pahlawan tanpa tanda jasa, bingung mencari makan tanda ada suatu kesengsaraan dan ketidakbenaran.
Teman, apa kau tau? dengan merujuk data dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada 2015-2016 terdapat sekitar 964.013 siswa SD yang tak mampu untuk melanjutkan pendidikannya di tingkat selanjutnya. Diperparah dengan 51.541 siswa yang melanjutkan pendidikannya di tingkat SMP ternyata tak mampu lulus. Artinya, ada 997.445 orang anak di Indonesia yang baru bisa mencapai ijazah SD di tahun 2015-2016.
Jelas bukan ada ketidakbenaran terhadap sistem pendidikan di negeri ini? Dari mulai masalah kesejahteraan guru, komersialisasi pendidikan, anggaran dana, dan anak putus sekolah yang padahal telah dijanjikan dan terangkum dalam janji Nawacita Presiden yang kami hormati untuk memperbaiki pendidikan di bumi pertiwi ini.
Tapi apa? Dani masih jual tisu di jalanan, tanda lebih asyik mencintai profesinya sebagai pekerja dibanding pelajar yang seharusnya tak pantas disandingkan kepadanya yang masih berumur 10 tahun. Menunggu hasil laba, walaupun masih tak mampu untuk membeli segala kebutuhan pendidikan yang ada.
Terus apa yang mau digambarkan tentang “Revolusi Mental”? dengan pendidikan sebagai tonggak penyuci akhlak dan penanaman terhadap budi pekerti pun, masih salah dalam monitoriumnya. Masih harus di kritik karena ada kesewenang-wenangan di dalamnya. Dan masih harus dikawal hingga kapanpun, karena ada ketidakadilan didalamnya.
Dan engkau diam melihat pendidikan kita seperti ini?
Dan engkau takut untuk menyuarakan kebenaran terhadap ketidakadilan di negeri ini?
Ingatlah kawan,
Teruslah bersuara walau dibungkam oleh penguasa.
Teruslah menginspirasi walau terus mendapat kritik dan caci maki.
Dan teruslah berdakwah hingga jiwa dan raga ini telah pantas dipanggil illah.
Salam cinta seperjuangan.
Oleh: Remy Hastian