Dalam peradaban Islam dikenal dua lembaga yang  menjadi pilar kesejahteraan  masyarakat dan  kemakmuran negara, yaitu  zakat, yang wajib bagi setiap muslim yang mampu dan pajak yang wajib bagi setiap warga negara. Meskipun demikian kewajiban pajak dan kewajiban  zakat  memiliki dua dasar pijakan yang berlainan. Zakat mengacu  pada ketentuan syariat atau hukum Allah SWT baik dalam pemungutan dan penggunaannya, sedang pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh Ulil Amri/pemerintah menyangkut pemungutan  maupun penggunaannya.

Menurut Ibrahim Hosen  (1990), pajak adalah aturan atau sistem yang dapat dibenarkan oleh Islam. Jauh sebelum Islam dating, sistem perpajakan telah lama dikenal oleh sejarah umat manusia. Setelah Islam datang, ssitem pajak yang ternyata banyak manfaat dan maslahatnya ini eksistensinya diakui, dibenarkan dan disempurnakan. Tidak dapat dijadikan dalil bahwa apabila zakat  telah dibayar maka zakat menjadi gugur. Warga Negara Indonesia yang beragama Islam berkewajiban mengeluarkan  zakat sebagai realisasi ketaatan kepada pemerintah yang juga diwajibkan oleh agama. Islam  member i wewenang kepada pemerintah untuk mengelola zakat dan pajak.

Mengacu pada Ibrahim Hosen dan ulama-ulama umumnya yang menyatakan bahwa zakat tidak bisa dipajakkan, begitu pula pajak tidak bisa dizakatkan, maka seorang Muslim wajib menjalankan kedua kewajiban ini. Umumnya mereka enggan untuk melakukan kedua kewajiban ini karena merasa terbebani. Persoalannya, mampukah  zakat bersinergi dan beintegrasi dengan pajak dalam rangka penimgkatan kemaslahatan umat?

 

Sinergi Zakat dan Pajak

Sebagai bentuk sinergi antara zakat dan pajak, saat ini zakat sudah masuk dalam Undang-Undang Pajak Pengghasilan (PPh) sebagai bagian dari fasilitas bagi wajib pajak untuk mengurangkan pembayaran zakatnya ke dalam perhitungan pajak penghasilan terutangnya. Sinergi ini memang yang sedang diupayakan pemerintah. Tetapi beberapa muzaki kurang puas dengan sinergi seperti ini karena zakat baru menjadi mengurang objek zakat bukan pengurang nominal pajak yang harus dibayar.

Menurut Muhammad Farid, ada dua argumentasi dasar yang memperkuat pandangan tersebut. Pertama, dari perspektif  keuangan negara. Ketika ada sinergi dan integrasi zakat pada kebijakan fiscal, maka ada sejumlah manfaat yang didapat, yaitu perluasan basis muzaki dan wajib pajak serta membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam hal anggaran pemberantasan kemiskinan.Kedua, dari perspektif distribusi ekonomi, zakat dapat menjadi alat distribusi ekonomi yang efektif. Zakat menjadi medium distrubusi kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin sehingga economic growth with equity yang selama ini didengung-dengungkan dapat terwujud dengan baik.

 
Zakat sebagai Pengurang Pajak

Pembayaran zakat yang telah dilakukan oleh seorang Muslim bisa mengurangi pembayaran pajak penghasilan (PPh)  tahunannya. Artinya, bahwa yang dikurangi oleh zakat bukanlah nominal pajaknya itu sendiri, melainkan objek pajaknya sendiri.

Caranya dengan memperhitungkan pembayaran zakat yang telah dibayarkan kepada amil zakat, dengan penghasilan wajib pajak selama setahun. Artinya, pembayaran zakat mengurangi penghasilan kena pajak yang bersangkutan.

Dalam Undang-UndangNomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, juga ditetapkan pengecualian dari objek pajak adalah; bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga zakat yang disahkan pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Setelah lebih dari sepuluh tahun pemberlakuan zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP), belum dirasakan  pengaruhnya yang cukup signifikan terhadap pencapaian target penerimaan pajak maupun peningkatan kesadaran umat Islam untuk membayar zakat melalui amil yang resmi. Ini mengisyaratkan perlunya evaluasi dan penyempurnaan tata cara atau aspek teknis dari kebijakan tersebut.

Untuk mewujudkan sinergisitas zakat dan pajak untu kemaslahatan  umat adalah, pertama sosialisasi dan edukasi bersama Dirjen Pajak dan BAZNAS tentang zakat dan pajak secara continue sehingga setiap Muslim sadar akan kewajibannya, baik sebagai Muslim yang taat akan perintah Allah dan Rasul maupun perintah Ulil Amri/pemerintah. Sosialisa dan edukasi sangat penting dilakukuan  mengingat mau tidaknya seorang Muslim membayar zakat dan pajak sangat dipengaruhi oleh pemahamannya terhadap persamaan dan perbedaan antara zakat dan  pajak. Bila dia memahami zakat dan pajak tidak ada perbedaannya karena sama-sama demi kemaslahatan umat dan bangsa, maka ia akan hanya membayar zakat saja atau pajak saja. Bila tidak ada upaya penyadaran, dikhawatirkan masyarakat akan terus ragu.

Kedua, sediakan fasilitas pengelolaan zakat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan mengadakan kerjasama antara BAZNAS dengan KPP untuk pemanfaatan KPP dalam pengelolaan  zakat. Fasilitas yang disediakan akan mempermudah setiap Muslim yang membayar pajak untuk langsung berzakat di tempat tersebut. Selain itu, dapat mempermudah akses dalam penyerahaan bukti penerimaan zakat yang dipergunakan untuk lampiran SPT Tahunan PPh yang bersangkutan.

Ketiga, menjalin kordinasi yang baik antara otoritas zakat dengan otoritas pajak. Hal ini akan membuat identifikasi muzaki dan wajib pajak semakin meluas sehingga diharapkan pendapatan pajak dan zakat akan semangkin meningkat. Koordinasi yang terjalin dengan baik akan  menghasilkan  pemberlakukan kebijakan zakat sebagai kredit pajak secara ideal. Selain itu hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatan koordinasi adalah pemusatan pengelolaan zakat pada satu lembaga yang secara resmi dan sah ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola sekaligus menjadi regulator, misalnya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Dengan adanya sinergisitas antara zakat dan pajak maka akan terjadi efektivitas peningkatan zakat dalam pemberantasan kemiskinan dan peningkatan ekonomi sebagaimana yang terdapat dalam catatan BAZNAS, bahwa sebanyak 2,8 juta jiwa atau senilai dengan 9,03 dari keseluruhan penduduk miskin di Tanah Air dapat terbantu dengan zakat dan pajak.

Categorized in: